Senin, 29 Juni 2015

Puasa, ajang melatih diri menjadi Takwa

Berbicara tentang nilaibnilai puasa dalam kehidupan sehari-hari, merupakan hal yang penting, karena puasa selalu berulang dalam hidup kita. Misal usia kita saat ini 50 tahun, minimal ada 40 kali kita melaksanakan puasa selama hidup. Puasa yang kita lakukan tujuannya tidak lain adalah menambah ketakwaan. Tapi kondisi saat ini, banyak dari kita yang tidak ada pertambahan ketakwaan dalam diri, padahal sudah berpuluh-puluh kali kita berpuasa.

Kondisi kaum muslim saat ini, keadaan ketakwaannya tidak pernah bergeser. Apakah ayat Al Quran yang mewajibkan kuta untuk berpuasa tidak lagi relevan untuk saat ini? Sbg seorang yang beriman, kita pastinya yakin Al Quran tetap relevan sepanjang masa.

Ada 3 kondisi berpuasa yang dapat mengasah dan melatih kita untuk menjadi individu bertakwa, yaitu:

1. Puasa, menahan lapar dan haus. Ini mejadikan orangg yang berpuasa saat melihat makanan dan minuman pasti sangat melezatkan. Sehingga saat berbuka, kita sering dihadapi dengan ambisi, kebutuhan, dan keinginan yang sering berlebihan. Padahal kata nabi, "tidak ada kantung yang lebih buruk dibanding perutmu sendiri."

Senarnya, kita dianjuran memakan makanan cukup beberapa suap yang itu dapat membantu menegakkan tulang rusuknya. Maka, dengan berpuasa kita mengendalikan ambisi terhadap makanan. Begitu juga melatih nafsu atau ambisi untuk memiliki harta dunia.

Begitu juga dlam menjalankan kehidupan, puasa membantu kita dalam melatih, menjaga, dan mengendalikan ucapan dan perbuatan kita. Agar dari seluruh ucapan dan perbuatan itu mendapat ridho dari Allah SWT.

2. Kita dilatih untuk mengedepankan  Allah dan Rasul Nya (sami'na wa atho' na). Dengan puasa kita dilatih untuk menjaga diri dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Misal, ketika sedang sahur mendengar suara azan subuh, makannya langsung dihentikan. Begitu juga saat berbuka, begitu mendengar suara azan maghrib kita langsung berbuka walau hanya dengan seteguk air. Melatih kita untuk bersegera dalam menaati perintah Allah untuk menahan diri dari makan dan minum, serta bersegera membatalkan puasa karena Allah dan RasulNya.

Allah SWT yang mewajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan, Allah juga yang mewajibkan untuk makan di 1 Syawal. Tidak sepatutnya bagi orang yang beriman, mereka memilih ketetapan lain selain ketetapan Allah & Rasul Nya. Orang-orang yang mengedepankan ketaatan kepada Allah dan Rasul nya, dibanding logika maupun hawa nafsu, adalah sebaik-baik dan semulia-mulainya makhluk.

3. Puasa melatih kita untuk beribadah karena Allah. Inna sholati, wa nusuki, wa mahyaya,... lillahi rabbil alamin. Saat sedang puasa begitu haus dan lapar, tapi tidak sedikit pun berani makan minum walau di tempat yang tersembunyi. Begitu juga berjihad, tujuannya hanya untuk li 'ilai kalimatillah. Untuk meninggikan kalimat Allah.

~Wallahu'alam bi shawab

Sabtu, 27 Juni 2015

Ayat untuk hari ini

Kutipan ayat untuk hati ini, semoga semakin menguatkan kesabaran di dalam diri.. amin ya Rabbal alamin.. 😃

Jumat, 26 Juni 2015

Tatsqif

Yuk ah, saya pingin sharing sedikit mengenai metode pembinaan yang dilakukan oleh Hizb sebagai sebuah partai politik Islam di tengah-tengah umat.. sangat terinspirasi oleh pembahasan sedikit tadi di acara Open House bulanan, ada teman yang menanyakan perbedaan pengkajian pemikiran Islam antara menggunakan metode tatsqif dengan metode ilmiah.

Hizb atau Hizbut Tahrir menggunakan metode tatsqif di setiap pembinaannya, baik ketika membina internalnya maupun membina umat secara keseluruhan. Hizb tidak menggunakan metode ta'lim dalam melakukan pembinaan ini.

Dalam metode tatsqif, Islam dipelajari untuk diamalkan, dan diyakini sebagai sebuah cara pandang yang benar, sehingga pemikiran-pemikiran selain Islam mampu dipahami di mana letak kebatilannya. Lebih jauh lagi, seorang individu yang sudah terbina melalui tatsqif, akan terbentuk pola pikir dan pola sikap Islami dalam dirinya. Ia tidak hanya memiliki pemikiran dan pemahaman mendalam tentang Islam, namun pemahamannya tersebut juga tampak dalam kancah kehidupan, dia adalah sosok yang senantiasa mengamalkan pemikirannya dengan bergerak di tengah-tengah umat untuk mengemban pemikiran Islam.

Dengan kata lain, beliau akan senantiasa melibatkan diri dan terjun dalam aktivitas dakwah. Kurang lebih, inilah urgensi kita memahami Islam dengan metode tatsqif, atau transfer tsaqofah, atau transfer pemahaman. Dimana pada proses transfer tsaqofah ini menuntut adanya aplikasi atau pengamalan dari tsaqofah yang telah dikaji.

Berbeda halnya dengan mengkaji Islam dengan proses ta'lim atau ilmiah atau transfer ilmu. Dalam proses ta'lim, Islam dipahami hanya sebatas informasi-informasi, tidak ada tuntutan untuk sampai mengubah pemahaman cara pandang kehidupan, apalagi sampai jauh untuk mengubah dan mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Model pembinaan ilmiah memang akan menghasilkan orang-orang yang cerdas secara pemikiran, namun tidak jarang kita jumpai dibalik kecerdasannya kita temui perilaku atau sikapnya tidak sesuai dengan Islam. Karena tadi, Islam hanya dipahami sebatas ilmu yang diketahui, namun tidak sampai menuntut untuk diamalkan.

Misalnya saja kita temui, seorang profesor muslim yang ahli di bidang ekonomi; beliau mempelajari sistem ekonomi Islam, sistem ekonomi kapitalis, dan sistem ekonomi sosialis. Namun pembelajarannya hanya sebatas untuk mengetahui saja, tidak sampai mengkaji sistem ekonomi mana yang shahih, yang memang layak untuk diterapkan.

Jadi, memang sangat berbahaya bagi kita bila mengkaji Islam hanya sebatas untuk diketahui tapi tidak untuk diamalkan. Kita tidak lebih hanya akan menjadi buku yang berjalan, memiliki banyak pengetahuan tapi minus pengamalan.

Kondisi berbahaya ini akan sangat fatal bila terjadi ditengah-tengah umat, bayangkan saja bila umat mencukupkan diri untuk mempelajari Islam sebatas memenuhi ruang pengetahuannya, tanpa ada keinginan untuk memikirkan bagaimana caranya agar Islam bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun bernegara.

Subhanallah ya, ketika Hizb melakukan tatsqif murakazah maupun tatsqif jama'iy, indikatornya jelas dan terukur. Yaitu sejauh mana mabda' atau ideologi Islam itu berpengaruh pada individu maupun umat. Keberpengaruhan itu bisa dilihat dari sampai sejauh mana dia sebagai seorang muslim mengemban Islam di tengah-tengah masyarakat. Atau kata lainnya, sejauh mana dakwah itu diemban di tengah umat untuk membentuk kesadaran umum tentang Islam.

Wallahu'alam.

Kamis, 25 Juni 2015

Ibrah dari sebuah doa

Kultum dari Ustadzah Arifa

Materi ini sebagian dari yang saya dapatkan saat mabid kemarin. Teman yang jadi panitia mabid membuat kejutan dengan mencabut nomor secara acak dan meminta yang nomornya terpilih untuk memberikan tausiyah atau kuliah 7 menit.

Teman-teman yang diberikan nomor adalah adik-adik yang baru mengkaji Islam. Hmm, kemudian saya jadi tau maksud dan tujuan mengacak nomor ini, adalah supaya adik-adik yang baru mengkaji Islam mendapat kesempatan untuk belajar menyampaikan dakwah.

Dan yang mendapat kesempatan menyampaikan kultum setelah sholat tarawih adalah Ustadzah Arifa, beliau mahasiswi jurusan Biologi Fakultas MIPA UI 😊

Beliau menyampaikan sebuah kisah dari buku Al Hikam. Ada seorang ahli ibadah yang berdoa kepada Allah agar setiap harinya beliau diberikan dua potong roti agar memudahkan beliau melaksanakan aktivitas ibadah yaumiyah. Sebuah permintaan yang sangat sederhana, tidak meminta suatu hal yang berlebihan kepada Allah, apalagi permintaan yang aneh-aneh.

Allah SWT kemudian mengabulkan permintaan beliau, namun dengan jalan yang sangat tidak disangka. Karena satu dan lain hal, sang ahli ibadah harus mendekam di penjara, namun di sana beliau selalu mendapatkan dua potong roti setiap hari. Ternyata, sang ahli ibadah tidak siap ketika Allah SWT mengabulkan doanya untuk mendapatkan dua potong roti dengan memasukkannya terlebih dahulu ke dalam penjara.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini adalah, berdoalah kita sesuai dengan bagaimana cara nabi berdoa, memanjatkan doa juga seperti bagaimana nabiyullah memohon doa kepada Allah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus sadar dengan permintaan  yang kita panjatkan sehingga diri kita juga siap dengan konsekwensi dari terkabulkannya doa dikemudian hari.

Maka dari itu, doa yang baik adalah doa yang diistilahkan dengan jawami’ ad-dua (doa yang kalimatnya padat namun luas maknanya). Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ، وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyukai jawami’ ad-dua (doa yang kalimatnya padat namun luas maknanya). Dan beliau tinggalkan yang lainnya. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan dishahihkan al-Albani).

Di antaranya adalah doa sapu jagad. Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كَانَ أَكْثَرُ دَعْوَةٍ يَدْعُو بِهَا رَسُولُ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Doa yang paling sering dipanjatkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamALLAHUMMA RABBANAA  AATINAA FID-DUNYAA HASANAH WA FIL AAKHIRATI HASANAH WA QINAA ADZAABAN NAAR” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan doa ini, menunjukkan kita pasrah kepada Allah, agar memberikan hal terbaik untuk kehidupan kita di dunia dan akirat.

Alhamdulillah, sampai jumpa di postingan berikutnya.. 😊😆💖💓💕💞

Rabu, 24 Juni 2015

Taushiyah Ramadhan : Pengintai Manusia

Oleh Ustadz Luthfi Afandi

Dunia itu tempat persinggahan sementara. Yang namanya sementara tentu tidak lama, jauh dari keabadian, rata-rata hanya 60-70 tahun. Tetapi, yang namanya umur, tentu tidak matematis, yang lebih tua umurnya belum tentu meninggal lebih dulu. Saya banyak diingatkan oleh rekan-rekan saya, yang meninggal di usia belum genap 40 tahun.

Kematian bukanlah disebabkan karena faktor usia, karena tidak semua orang yang meninggal pada usia tua. Berapa banyak yang justru meninggal ketika remaja bahkan balita. Kematian juga bukan disebabkan karena penyakit, karena yang terlihat sehat pun jika waktunya tiba, ya selesailah sudah.

Kematian pun tidak disebabkan karena kecelakaan, semisal tabrakan, karena tidak sedikit orang yang meninggal justru di atas dipan. Jika demikian, apa yang menjadi sebab kematian? Ya, sebab kematian hanya satu hal, yakni karena ajalnya sudah tiba alias ‘kontraknya’ sudah selesai. Itu saja.

Orang yang meyakini kematian itu datang karena penyakit, sudah berumur lanjut atau karena kecelakaan, maka hanya akan membuat dia waspada pada saat sakit saja, ketika naik kendaraan saja atau ketika sudah berumur lanjut saja. Berbeda halnya dengan orang yang meyakini bahwa kematian datangnya karena ajal, tentu akan membuat dia senantiasa waspada dimanapun dan kapanpun. Waspada bahwa kematian bisa datang kapan saja dan dimana saja.

Orang yang waspada tentu akan berbuah kehati-hatian. Hati-hati kalau apa yang dia lakukan dilarang Allah. Hati-hati kalau ucapannya menyakiti hati orang lain. Hati-hati dari rezeki yang haram. Hati-hati jika hartanya tidak berkah. Hati-hati dalam mendidik anak. Hati-hati jika ada harta orang lain yang termakan. Dan ribuan “hati-hati” yang lain.

Jika seseorang selalu waspada dan berhati-hati dalam bertindak, maka akan mendorong dia hidup dalam ketaatan. Jika seseorang hidup senantiasa dalam ketaatan, maka peluang dia meninggal dalam keadaan taat, menjadi terbuka lebar. Itulah wafat dalam keadaan husnul khatimah. Wafat dalam keadaan sujud menyembah Allah, wafat ketika menolong orang lain, wafat ketika sedang berdakwah, wafat dalam keadaan lisan basah dengan dzikir, wafat meninggalkan sedekah jariyah yang manfaat. Bukankah kematian seperti itu yang kita idamkan?

Kematian tak pernah pandang bulu. Siapapun pasti akan dihampiri dan dijemput. Tak peduli pejabat atau rakyat. Orang dhuafa atau konglomerat. Orang biasa atau yang berpengawalan ketat. Dia pun tak mengenal kompromi. Jika dia sudah datang, tak ada yang bisa menghalangi. Jika sudah tiba waktunya, tak bisa diundurkan. Pendek kata, semuanya pasti akan mengalami. Saat-saat ketika nafas mendadak sesak dan ruh keluar dari raga dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Hingga Nabi mengatakan “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi).

Kematian adalah akhir kisah kehidupan manusia di dunia dan pemutus segala kenikmatan di dalamnya. Tak ada lagi kasur empuk. Tak ditemukan lagi ruangan pendingin. Tak manfaat lagi tumpukan uang dan perhiasan. Tak bisa dipakai lagi kendaraan mewah. Tak tersedia lagi makanan lezat. Tak terdengar lagi keriangan dan celoteh anak. Tak kan sudi lagi istri atau suami menemani.

Kematian itu misterius dan selalu mengintai kita. Tak bisa diduga dan diprediksi. Tapi pasti terjadi. Bisa 10 tahun lagi, 1 bulan lagi, 1 hari lagi atau bahkan bisa hari ini. Nah, karena datangnya ajal itu sangat misterius, tak bisa diduga kehadirannya, maka kita sebaiknya menambah “kewaspadaan”. Waspada kalau-kalau kematian datangnya lebih cepat dari yang kita duga, waspada jika bekal kita ternyata terlalu sedikit, sementara perjalanan akhirat pastilah panjang dan melelahkan. Kita hanya berharap wafat dalam keadaan husnul khatimah dan memiliki bekal yang berlimpah.

Amiin.

Sumber: hizbut-tahrir.or.id/2015/06/21/taushiyah-ramadhan-pengintai-manusia/

Selasa, 23 Juni 2015

Tarawih Ramadhan ke-6 1436H

Hai orang2 yg beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sbgmn orang2 sblm kamu agar kamu bertaqwa (Al Baqarah : 183)

Wahai umatku, jika kalian ingin keberkahan di dunia dan di akhirat, hendaklah kalian memohon kepada Allah (Al Hadis)

Masih tentang Ramadhan, hendaknya kita bersyukur kpd Allah karena kita sudah disampaikan di bulan Ramadhan. Pada masa dahulu, para sahabat Rasulullah beramal dengan membaca Al Quran. Walau pengetahuan mereka masih sedikit, tapi amalnya tidak putus-putus untuk membaca dan mengamalkan Al Qur'an. Mereka senantiasa rindu untuk berdialog dengan Allah SWT. Allah pun membalas amal tiap orang yang membaca Al Qur'an dari tiap satu huruf Al Quran dibalas dengan 10 kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan melipatgandakan hingga 70kali. 

Apabila datang bulan suci Ramadhan, dibukalah pintu surga selebar-lebarnya, neraka ditutup serapat-rapatnya, dan setan-setan dibelenggu..

Di bulan yang mulia ini, Allah juga turunkan malam lailatul qadar, satu malam yang balasannya adalah kebaikan yang dilakukan selama 1000 bulan. Bismillah, kita harus menyiapkan diri dengan niat sungguh-sungguh untuk mendapatkan lailatul qadar ini, insyaallah.

Senin, 22 Juni 2015

Berbagi di Bulan Ramadhan

Sekilas isi ceramah disela waktu tarawih dan witir, ustad menjelaskan bagaimana Islam membangun rasa empati dan solidaritas bagi sesama muslim di bulan puasa.

Beliau menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda, "Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka Allah akan membalas kebaikannya setara dengan memerdekakan satu orang budak, dan mengampuni dosa-dosanya (maghfirah)."

Seketika kemudian sahabat berkata, ".. tidak semua dari kami mampu memberi makan orang berbuka dengan 1 kali makan ya Rasulullah, lalu kami harus bagaimana?"

Lalu Rasulullah menjawab, bahwa Allah tetap akan membalasnya walau hanya dengan memberi sekecap susu dan sebutir kurma. Allah akan membalas dengan memberi ia minuman air dari telaga surga, serta mengampuni dosa-dosanya.

Amalan yang sedikit dan sederhana ini mendapat balasan yang sangat besar dari Allah. Alangkah indahnya bila kita mengupayakan memberi makanan berbuka di bulan yang mulia ini.

➖➖➖➖➖


Malam ke-5 Ramadhan, saya berangkat sholat tarawih hanya ditemani seorang ponakan. Biasanya ada satu lagi adiknya yang ikut tarawih bersama. Sepertinya, siang sebelumnya mereka sangat asyik bermain dan jalan-jalan bareng temannya ke Margo City, Depok. Jadinya tidak meluangkan waktu untuk istirahat siang.

Gini deh jadinya, sekuat tenaga Munifah menahan kantuk, tapi dia hanya mampu menyelesaikan tarawih tanpa mendengar ceramah dan sholat witir. Iffah menyerah dan tertidur di samping saya. Bagaimana dengan Majidah adiknya? Setelah berbuka puasa, Jidah sudah terlelap dengan mimpi indahnya.

Bismillah, semoga tarawih besok bisa lebih baik lagi ya, amiiinnn...

Minggu, 21 Juni 2015

Bahagia Menjadi Pengemban Dakwah

Disampaikan oleh Ustadzah Dokter Jefni

Materi ini saya dapat sewaktu ikut kajian mabid di Ramadhan hari ke-3. Kajian sore bakda ashar menjelang waktu berbuka puasa, yang diteruskan dg ifthar jama'iy, sholat maghrib, isya, tarawih, juga witir berjamaah. Eits, masih ada banyak lagi kegiatan ibadah dan kajian setelahnya lho.. Namanya juga mabid, malam bina iman dan ibadah, selain diisi ibadah berjamaah, juga diisi dengan kajian untuk memperkuat pemahaman Islam. Masyaallah, Ramadhan kariim.. semakin cinta dengan bulan suci Ramadhan.. 💖

Ada banyak sekali Ibrah yang bisa diambil dari mabid kemarin, tapi saya pilih yang ini dulu aja ya.. secara judulnya aja udah bikin penasaran dan bikin ketularan bahagia.. ahaha.. bisa aja 😊😊

Jadi, kita lanjut baca postingannya yuks.. tulisan ini sebagai target saya pribadi untuk memosting materi-materi dakwah harian selama bulan yang mulia ini, Ramadhan 1436H.. insyaallah.. :-)

➖➖➖➖➖

Bahagia, adalah suatu perasaan yang didapatkan seseorang atas upaya yang telah dilakukan untuk mencapai sesuatu. Bisa jadi dia mengupayakan berbagai cara dan usaha, mengorbankan waktu dan tenaga, pikiran, juga perasaan.. sehingga ketika sesuatu itu telah diraih, secara alami rasa bahagia itu pun hadir.. alhamdulillah 😊

Namun, ada hal yang pertama sekali harus kita luruskan, yaitu mengenai persepsi tentang bahagia dalam mengemban dakwah. Oke deh, topiknya langsung menuju ke sasaran yang spesifik ya, yaitu bagaimana agar selalu merasa bahagia ketika mengemban amanah dakwah.. :)

Mengapa kita harus meluruskan persepsi tentang bahagia ketika mengemban dakwah? Ini sangat penting untuk menunjang keberlangsungan kita dalam mengemban amanah. Bayangkan, bagaimana bahagianya saat dakwah yang dilakukan senantiasa dilalui dengan rasa senang dan gembira? Yang tergambar di benak saya, sepertinya dakwah yang dilakukan akan penuh dengan rasa ringan, riang, senyum, dan senang.. 😆😆

Arti kata dakwah dalam bahasa arab sendiri adalah menyeru, mengajak, membuat orang tertarik pada apa yg diserukan agar timbul kecenderungan kepada Islam. Islam yang dimaksud adalah adalah tidak hanya sekumpulan pemahaman tentang kehidupan, namun juga berikut hukum-syara syara' yang terkandung di dalamnya.

Dakwah tidak hanya tercakup dalam aktivitas lisan, namun perbuatan yang sesuai hukum Islam juga termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari dakwah.

Ketika seseorang terikat pada hukum syara', dirinya itu adalah sebuah contoh hidup, atau representasi dari pelaksanaan hukum Islam. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, beliau menjadi teladan dalam dakwah dan dalam pelaksanaan atau keterikatan pada hukum syara'.

Sebagai seorang muslim, kita harus melaksanakan dakwah dg landasan yg benar agar ketika melaksanakannya bukan karena tekanan, apalagi berpikir bahwa dakwah ini akan merugikan diri kita. Dakwah yang kita lakukan haruslah dalam rangka bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selain itu, dakwah juga disetarakan dengan tabligh, atau amar na'ruf nahiy mungkar.

Dlm ayat Al Qur'an surat 42:15, hendaklah keadaan kalian itu berdakwah sebagaimana aku pun diperintahkan. Dalam ayat yang lain, Allah bertanya pada kita, Wa man ahsanu qaulan min man da'a ilallah? Yang artinya, siapakah yang lebih baik perkataannya dibanding orang yang menyeru (dakwah) kepada Allah?

Masyaallah... T.T

Setelah kita memahami bahwa dakwah adalah sebuah kewajiban yang utama, kita akan temui dalam banyak sambungan ayat yang mengandung perintah dakwah, Allah sering membalas aktivitas dakwah yang kita emban ini dengan balasan kebaikan, juga kedudukan yang tinggi di dunia, bahkan mendapatkan kemuliaan tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Aktivitas dakwah ini merupakan aktivitas yang biasa dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Banyak sekali kisah para nabi dan rasul yang menyeru kaumnya dengan dakwah. Sehingga ketika kita melakukan aktivitas dakwah, sesungguhnya kita melakukan napak tilas terhadap apa yg dilakukan oleh nabi dan rasul.

Aktivitas yg penting dalam kerasulan adalah mengajak umat manusia untuk beriman kepada Allah. Terhadap aktivitas dakwah ini, semulia-mulianya suatu aktivitas adalah aktivitas yang mencontoh rasulullah.

Rasulullah dalam berdakwah  senantiasa berupaya mewujudkan diterapkannya Islam dalam seluruh aspek kehidupan, bahkan beliau telah berhasil mewujudkan generasi pertama dari umat Islam. Bila aktivitas ini tidak dilakukan oleh Rasul dan generasinya, tentu saat sekarang ini milyaran orang tidak akan tersentuh dengan manisnya iman dan islam.

Tidak berlebihan bila kita menggambarkan Islam dan para pengemban dakwahnya seperti air dan orang-orang yang akan mengalirkan air untuk memenuhi kebutuhan orang banyak. Islam layaknya air, dan pengemban dakwah layaknya orang yang mengalirkan air tersebut. Telah jelas terbukti, Islam tidak akan pernah sampai pada kita dan pada generasi setelah kita, tanpa adanya orang-orang yang mengemban aktivitas  dakwah.

Subhanallah, Masyaallah, Allahu Akbar..

Di banyak ayat dalam Al Qur'an, kata dakwah disamakan dengan kata amar ma'ruf nahi mungkar. Manusia sangat membutuhkan aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar, sebagaimana kebutuhannya pada rasa aman, tenteram, dll. Allah juga telah mengingatkan, apabila kemaksiatan telah merajalela dan tidak ada orang-orang yang mencegah kemungkaran itu, maka kerusakan dan azab akan menimpa semua orang, tidak hanya menimpa mereka yang bermaksiat tapi juga menimpa seluruh umat, termasuk orang-orang beriman di dalamnya.

Dakwah juga diibaratkan seperti sebuah kapal yang sedang berlayar, yang di kapal itu memiliki 2 lantai. Bila orang-orang yang di lantai bawah membutuhkan air, ia tidak boleh melubangi kapal. Adapun orang yg berada di lantai atas juga tidak boleh cuek. Harus ada upaya pengawasan untuk mencegah orang-orang di lantai bawah melubangi kapal demi seteguk air penghilang dahaga. Karena bila hal itu sampai terjadi, maka akan tenggelamlah seluruh isi kapal.

Allahu Akbar..

Disamping itu, seorang muslim itu diberikan beban oleh Allah untuk memiliki tanggung jawab. Minimal, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, menyelamatkan amal-amalnya agar bisa dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Selain itu, sebagai manusia dia juga tidak bisa hidup sendiri dengan mengedepankan sikap egoisnya. Maka sikap seorang muslim yg mendahulukan saudaranya, diberi balasan yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana di dalam hadis telah dinyatakan, "Barang siapa yang bangun di pagi harinya tidak memikirkan urusan saudaranya, maka ia bukan bagian dari golongan ku (Rasulullah)".

Setiap diri kita adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yg dipimpinnya (al hadis).

Tanggung jawab ini jg melekat erat dalam aktivitas dakwah. Setiap diri kita wajib untuk mengemban kewajiban berdakwah dan umat juga wajib menerima atau minimal mendengar dakwah yg kita sampaikan.

Dakwah itu akan dimintai pertanggungjawaban atas individu, kelompok (jamaah), dan negara.

Dalil atas individu atas wajib nya dakwah, manro a mingkum mungkaron fal yughoyir bi yadih, fa bi lisani, fa bi qalbihi, dzalika adh'aful iman (hadis).

Dakwah yg dilakukan oleh kelompok, karena ada dakwah yg tidak bisa dilakukan oleh individu. Baliknya surat Ali imran :104.

Juga aktivitas dakwah oleh negara. Rasul sbg kepala negara melakukan aktivitas dakwah semisal jihad dalam rangka menyebarkan Islam ke seluruh dunia.

Setiap apapun yg dilakukan seorang muslim adalah karena keyakinan/keimanan. Keimanan itu akan terkait erat dlm pelaksanaan hukum Islam, termasuk juga mengemban dakwah.

Ayat2 yang menggerakkan hati kita dalam mengemban dakwah dapat menguatkan kita dlm mengembannya, termasuk dalam menghadapi segala rintangan. Maka sebagai seorang pengemban dakwah, kira mesti mentadaburi Al Qur'an, krn aktivitas ini adalah suatu aktivitas pensuasanaan agar semakin menguatkan kita dalam mengemban dakwah.

Termasuk dalam menghadapi penguasa yang menerapkan hukum thagut. Maka seorang pengemban dakwah harus mengingkari hukum thagut ini dan di saat bersamaan ia semakin meyakini hukum-hukum Islam. Agar semakin yakin dalam mengemban dakwah. 

Diantara sifat-sifay yg harus dimiliki seorang pengemban dakwah, yaitu
1. Keteguhan, konsisten. Aktivitas ini harus dibarengi dengan ilmu, sehingga dia dapat teguh dg mafhum yang di dapatnya dari menuntut ilmu.

2. Kesabaran. Para nabi dan rasul, ketika mereka menyampaikan dakwah, banyak mendapati pendustaan dari kaumnya. Ini adalah hal yang alami dalam mengemban dakwah, maka kita harus bersabar sebagaimana para nabi dan rasul menghadapi segala bentuk penerimaan atau penolakan saat menyampaikan dakwah.

3. Ikhlas, melakukan dakwah semata-mata karena Allah. Bukan bertujuan untuk mendapat kedudukan, harta, dll. Alaminya manusia ketika dia berdakwah menghadapi orang lain, dia akan tertarik dengan bujuk rayu yang menggoyahkan keikhlasannya. Disini ujian keikhlasan seorang pengemban dakwah untuk senantiasa berdakwah mengharap ridho Allah saja, bukan penghargaan dari manusia.

4. Tidak termakan hawa nafsu sehingga tidak tergelincir dari jalan dakwah. Adapun secara manusiawi manusia bisa melakukan kesalahan, namun seorang pengemban dakwah akan segera beristighfar dan kembali ke jalan yang benar.

5. Yakin seyakinnya dengan jalan dakwah yang ditempuh.

~Alhamdulillah.. ♡♡💖

Sabtu, 20 Juni 2015

Tausiyah di malam ketiga Ramadhan 1436H

Berbagi isi ceramah malam ke tiga Ramadhan, Alhamdulillah kita masih diberi kemudahan melaksanakan sholat sunnah tarawih 😆

Ustad yang mengisi ceramah di Masjid Nurul Amal kompleks perumahan Pelni, Depok-Jawa Barat, membuka tausiyahnya dengan menyampaikan bahwa sudah ratusan bahkan ribuan kali ayat yg berkenaan dengan Ramadhan disampaikan oleh para asatidz.

Beliau menegaskan, adapun Allah menyuruh kita berpuasa tidak lain karena Allah sayang pada kita. Dengan menahan haus dan lapar selama berpuasa, kita lakukan semata untuk menaati perintah Nya, supaya dengan itu kita dapat meraih derajat takwa.

Dalam surat Al Baqarah ayat 183, Allah menyuruh kita untuk berpuasa agar kelak menjadi takwa. Takwa adalah orang yg senantiasa melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangannya, baik dalam keadaan senang, susah, lapang, sempit, berat, maupun ringan.

Beliau sedikit menitik beratkan pada syarat menjadi takwa. Bahwa syarat menjadi takwa terlebih dahulu kita mesti beriman dengan penuh keyakinan kepada Allah, tanpa sedikit pun keraguan bahwa Allah SWT adalah dzat yang pasti keberadaannya.

Dengan ini, kita akan yakin pada apa yang disampaikan oleh Al Quran tanpa keraguan-raguan, baik apa yang disampaikan berupa perintah yang menurut kita ringan, maupun berat. Apalagi larangan-larangan di dalam Al Qur'an akan terasa mudah untuk dijauhi, tersebab iman yang sudah terpatri di dalam jiwa.

Sehingga wajar bila kita tidak bisa dikatakan beriman kepada Allah SWT, tanpa diiringi dengan keyakinan dalam hati dan ditunjukkan dlm perbuatan.

Insyaallah.. 😊😍👍
Sekian dulu ya.. sampai ketemu di postingan Ramadhan hari berikutnya.. رمضان مبارك💖

Jumat, 19 Juni 2015

Berbagi isi Tausiyah malam kedua Ramadhan 1436 H

Berbagi isi tausiyah atau ceramah di malam kedua Ramadhan. Catatan ini ditulis dalam rangka membantu keponakan untuk melengkapi buku catatan amalan selama bulan Ramadhan, sebuah buku berisi ibadah yaumiyah yang didapatnya dari sekolahan, hehe.. jadi keingat masa SD dulu, kurang lebih saya juga begitu 😆😆

Di Masjid sekitar, antara waktu sholat tarawih dan witir, ada jeda 15 menit untuk mendengarkan tausiyah ramadhan. Lalu, mana catatan tausiyah di malam pertama Ramadhan? Maaf, karena satu dan lain hal, tausiyahnya baru bisa diikuti di malam kedua.. 🙏😇

Oya, ternyata ponakan tercinta nan sholihah dapet hadiah dari kakak-kakak Remaja Masjid saat mengumpulkan buku untuk meminta tanda tangan ustad yang ceramah.. masyaallah, rejeki anak sholihah.. kalo tiap malam tarawih kayak begini bisa dapet berapa buku ya.. ckckck, berkah bulan Ramadhan.. hehe 😅😅. Bismillah, semoga tetap bisa ikhlas utk semangat beribadah di bulan penuh berkah.. amiinn.. 😍😍



Oke, yuk kita cus..

➖➖➖➖➖

Hari ini (kemarin) adalah hari pertama berpuasa. Sebagai hari puasa yang pertama, mestinya kita berbahagia. Salah satu kebahagiaan org yg berpuasa adalah dikala datangnya waktu berbuka. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Untuk orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya.

Kebanyakan manusia hidup mengejar kebahagiaan, tapi banyak dari manusia tidak mengetahui bagaimana caranya, dan kebahagiaan seperti apa yang akan dicari. Lembaga penelitian di Inggris menempatkan orang Indonesia di posisi ke 14 sebagai orang yang berbahagia. Jepang diurutan ke 45, dan amerika ke 41. Ternyata negara yang maju dan terdepan tidak menjamin rakyatnya akan hidup bahagia.

Dalam Al Qur'an surat at-Tholaq di awal ayatnya terdapat panduan bagi kita untuk meraih kebahagiaan, Allah berfirman:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan [keperluan] nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan [yang dikehendaki] Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (3)

Bahagia, kuncinya adalah takwa. Kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan abadi yang bisa kita raih dan nikmati sampai akhirat nanti. Kata Allah, di sana nanti Allah akan tutupi semua kejelekan hambanya, dan Allah akan melipatgandakan pahalanya menjadi lebih besar.

Di ayat lain, Allah sampaikan bagi mereka yg bertakwa nanti akan ditempatkan di kebun-kebun (jannah) yg abadi. Dan Allah tidak pernah menyalahi janji.

Lalu, apa itu takwa? Takwa itu menurut seorang Thalib bin Khobar.. engkau bertakwa dalam rangka meraih rahmat Allah, dalam rangka takut dimasukkan ke neraka, dan engkau sangat ingin bertemu dan melihat Allah SWT.

Dlm Al Quran surat Al Baqarah ayat 183, Ramadhan menjadi wasilah atau perantara bagi kita untuk meraih derajat takwa.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Juga telah digambarkan bagaimana balasan dari Allah kepada orang-orang yang bertakwa dalam surat An Naba:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا
31. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,

حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا
32. (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,

وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا
33. dan gadis-gadis remaja yang sebaya,

وَكَأْسًا دِهَاقًا
34. dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).

لاَّ يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلاَ كِذَّابًا
35. Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta.

جَزَآءً مِّن رَّبِّكَ عَطَآءً حِسَابًا
36. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,

➖➖➖➖➖

Oleh karena itu, hanya dengan takwa kita bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat 💖