Senin, 02 Februari 2015

Teladan

Bakda Isya malam itu aku tergesa-gesa menutup pagar sambil membenarkan letak mantel agar terlindung dari hujan. Hujan lebat dan angin kencang yang turun sore tadi sudah berganti gerimis yang kelihatannya masih akan bertahan sampai larut malam.

Samar aku melihat seorang bapak mengenakan setelan koko lengkap dengan peci berjalan perlahan-lahan sambil memakai payung yang melindunginya dari hujan. Beliau sepertinya orang yang biasa aku lihat di pagi hari, berjalan keliling blok perumahan untuk melatih diri dan langkahnya pasca serangan struk yang diderita. Masyaallah, sepertinya beliau baru saja pulang sholat Isya berjamaah di Masjid.

Tapi, beberapa saat kemudian aku ragu, benarkah yang ku lihat ini adalah beliau ataukah orang lain? Kalau benar, mengapa ia berjalan lurus menjauhi rumahnya? Sepertinya aku salah orang.

Kunyalakan motor untuk bersegera menembus hujan dengan pandangan yang masih belum bisa ku alihkan. Ternyata beliau berjalan seorang diri menuju satu rumah ditengah hujan dan gelapnya malam. Di rumah itu orang-orang berkumpul mengadakan tahlilan mengirim do'a pada kerabat siempunya rumah yang telah berpulang keharibaan.

Seketika aku teringat almarhum ayah yang melewati sembilan tahun hidupnya pasca serangan sakit yang sama. Persis seperti beliau, hampir lumpuh setengah badan. Tapi semangat beribadah tak pernah surut walau harus berjalan tertatih-tatih.

Ya Allah, serasa diremas-remas hati ini melihat si bapak yang sudah menjauh dan samar dari pandangan, berjalan pelan tak seimbang. Tiba-tiba saja rasa rindu pada ayah kembali muncul. Rasa yang sering muncul dan biasanya berhasil aku alihkan, tapi kali ini seakan aku tak mampu.

Dahulu ayah juga demikian, selalu hadir tiap pekan melakukan wirid dari satu rumah ke rumah lain. Sambil tersenyum bila pulang membawa sekeranjang nasi berkat, bukan untuk ia makan sendirian, tapi ia lebih senang melihat kami menyambut kedatangannya dilanjutkan menikmati berkat bersama. Berkat seporsi dengan menu itu dan selalu begitu serasa nikmat bersamanya.

Yang ia contohkan, tetap melangkah dalam ibadah walau harus susah payah, walau tanpa sekeranjang berkat. Hatiku terus berdzikir mengingat dan menyucikan Allah, dan menghadiahkan do'a untuk Ayahku. Allahu yu barik fiik, ayahku. Rabbighfirli waliwalidaya warhamhuma kamarabayani saghirah, amiinn.

Salam
@fatma_rg