Jumat, 27 Desember 2019

Ayah, sosok pahlawan tanpa cela

Bulan Desember, seharusnya judul postingan masih seputar memperingati hari ibu. Tapi ini tentang kemarin, saat hati begitu merindu, rindu yang mengiris-iris hingga air tak kuasa menetes di pelupuk mata.

Yangku..
itu panggilan sayangnya saat ku kecil. Aku tau itu karena aku sendiri jarang mendengarnya. Sepertinya karena dia kikuk mengucapnya, hingga aku ikut merasa takjub setengah tak percaya dengan panggilan sayang yang ia ucapkan. Bukan karena tak sayang, tapi memang karena itu bukan hal yang biasa.


Banyak hal yang kembali tayang di ingatan, momen indah penuh teladan yang ia ajarkan. Dari ayah aku belajar bagaimana caranya memelihara dan merawat ayam, baik ayam kampung maupun ayam potong. Sampai-sampai ayah bisa membedakan karakter satu ayam dengan ayam yang lain sangking sayangnya dia dengan ayam-ayam peliharaannya.

Dari ayah aku juga belajar, bagaimana cara melepaskan paku yang menempel di balok kayu dengan cara yang mudah. Sangat berkesan sekali waktu itu, balok kayu hasil bongkaran yang ditumpuk di belakang rumah jadi sasaran pekerjaan ku mempraktikkan cara yang ayah ajarkan. Aku jadi bersahabat dengan paku, kayu, dan palu.

Berada di samping ayah saat membikin pagar rumah harus siap sedia pula membantunya, mengambilkan paku-paku, gergaji, martil.. Melihat bambu-bambu yang dibelah kecil memanjang dipaku dengan jarak terukur, merupakan hiburan tersendiri buatku, Aku senang dan menikmati saat mendengar setiap tips yang ia sampaikan, seakan-akan menjadi mantra berharga yang mahal sekali harganya. Dan di bagian akhir, aku melihat hasil karya yang hampir sama dengan yang ada di rumah teman-teman ku. Mungkin terlihat bentuk pagar biasa, tapi aku bahagia karena ikut terlibat dalam proses kreatif hasil tangan ayah.

Saat aku mempraktikkan ilmu yang ia ajarkan, untuk menggantikan tangan kanannya memaku kandang ayam yang bolong, sepenuh hati dan semangat aku mengerjakan. Tapi tetap saja jariku terkena pukulan palu. Terlihat ayah sangat sedih waktu itu, seandainya saat itu ia belum terkena stroke pasti pekerjaan ini sudah duluan ia lakukan. Taukah kalian apa yang membuat hati seorang anak perempuan sedih sampai ke lubuk hati yang paling dalam? Ya, apalagi kalau bukan saat melihat ayahnya bersedih.

Saat ayah belajar naik mobil, berkali-kali momen mendebarkan di jalan raya kami hadapi bersama. Saat mobil melaju pelan di tanjakan hingga harus mundur tiba-tiba, padahal ada kendaraan besar di belakang. Saat ayah menaikkan mobil ke tempat cucian, hampir saja sebelah roda depan terperosok, mungkin mobil bisa terjatuh dari ketinggian hampir 2 meter. Semua momen mendebarkan namun seru itu aku jalani disamping ayah, sama-sama merasa panik, tapi tentu ayah selalu berusaha tenang. Alhamdulillah ada saja jalan keluar yang bisa ia lakukan. Kembali aku membuktikan pernyataan, ayah adalah pahlawan tanpa cela di mata anak-anaknya.