Minggu, 01 November 2015

Ayahku

Ayahku itu.. dia sayang sekali dengan putri bungsunya. Waktu aku duduk di kelas 3 SMP, beliau mengikuti keinginan ku pindah sekolah dari Takengon ke Medan. Waktu itu aku ngerasa ayah hebat sekali, keinginan yang awalnya hanya asal ucap dan pingin gaya-gayaan malah beliau tanggapi serius. Belakangan aku tahu alasannya, tidak lain karena rasa khawatir pada kenyamanan putri kecilnya untuk menimba ilmu di tengah situasi aceh yang sedang kisruh GAM dan Free DOM (Darurat Operasi Militer). Malah situasi ku yang jadi berbalik mewek karena berat utk berpisah dg ortu, aku bersekolah di Medan, sementara ayah dan mamak masih harus bekerja di aceh menjadi guru. Berat, tapi banyak kenangan indah setelahnya.

Bila tiba waktu liburan, pasti aku minta pulang ke Takengon. Awalnya kangen sama teman2, waktu liburan yang hanya beberapa hari lebih banyak buat teman dari pada buat ortu. Sampai-sampai ayah rela mengantar dan menungguiku pulang dari rumah teman ku. Ya memang waktu itu kaki ku sedang sakit, tidak bisa berjalan jauh sehingga ayah bersedia menemani. Padahal, sudah menjadi kebiasaan dalam keluargaku, kalau bepergian kemana-mana ya harus mandiri dan tidak mengandalkan orang lain. Jadi saat ayah bersedia menemani dan menunggui, aku sangat sangat terkesan. So sweet ^^

Nah, yang kedua itu waktu aku sudah SMA. Aku maksa tetap mudik ke Takengon walau situasi sedang tidak aman, sedang banyak kasus pembakaran, penculikan, dll. Bismillah, rasa kangen karena khawatir pada ortu mengalahkan rasa takut melakukan perjalanan. Sesampainya aku di Takengon di pagi hari yang dingin, mamak seakan ga percaya kalau aku jadi berangkat, krn tiba2 udh muncul di hadapannya. Langsung saja aku tanya ayah ada di mana, sambil berlari tanpa mengenakan alas kaki menuju ayah, aku menghambur memeluknya, Masyaallah.. beliau sampai menitikkan air mata begitu bertemu dengan ku. Ayahku.. t_t

Kali berikutnya saat musim lebaran. Giliran ortu yang pulang ke Medan utk berlebaran dg keluarga besar di kampung. Berhubung saat itu ada paman dan beberapa sepupu datang dari jauh, aku ikut mereka berangkat duluan ke kampung, ga barengan dengan rombongan ayah, mamak, dan kakak2 ku. Ternyata, yang dipikirkan dan yang selalu ditanyakan oleh ayah adalah aku. Sepertinya silaturahmi ke banyak saudara terasa hambar bagi beliau, karena putri bungsunya tidak ikut bersama. Putri kecilnya ada bersama paman dan sepupu2nya. Sepertinya ayah belum rela, merasa kangen, mungkin juga cemburu. Anak kesayangannya milih berkumpul dengan keluarga pamannya, heuheu..

Saat aku sudah kembali dan ketemu ayah, kakak ku menyampaikan kekesalannya karena beliau capek dengerin ayah yang dikit-dikit minta menjemput ku. Tapi waktu aku ketemu ayah, ko' ayah biasa aja ya? Ayah gengsi atau malu? Ya, memang aku sudah dewasa, bisa jadi ayah sungkan memeluk ku, mungkin juga beliau malu mengutarakan rasa kangen untuk mendengarkan obrolan dan rengekan manja dariku.. hikhiks.. ayahku.. Y_Y