Selasa, 06 September 2011

Pernikahan Lintas Harokah, Perlukah?



Oleh : Farid Ma’ruf*

SyariahPublications.Com – Baru saja saya berkomunikasi dengan seorang ikhwan yang memberikan kabar bahwa dirinya sebentar lagi akan menikah. Suatu kabar gembira. Ia pun menambahkan bahwa pernikahan ini lintas harokah. Alasannya adalah untuk menjaga ukhuwah dengan harokah lain. Selain itu, ia juga akan merekrut istrinya untuk menjadi kader di harokah yang ia ikuti. Ia pun memberikan argumen tambahan bahwa ada ikhwan senior yang juga melakukan pernikahan lintas harokah. Istrinya adalah tokoh di harokah lain dan sekarang istrinya menjadi pejuang dakwah yang tangguh di harokah yang ia ikuti. Setujukah anda dengan langkahnya?



Tulisan ini saya buat agar menjadi bahan renungan bagi kita, perlukah pernikahan lintas harokah? Apa saja sisi positif dan negatifnya, dan langkah apa yang sebaiknya kita pilih.



Pernikahan lintas harokah adalah pernikahan yang dilakukan oleh anggota suatu harokah A dengan anggota suatu harokah B. Pernikahan tersebut bisa terjadi karena beberapa sebab atau tujuan. Diantaranya yaitu :



1.Tujuan merekrut kader baru

Yaitu faktor yang muncul dari idealisme seseorang untuk merekrut anggota-anggota baru dengan berbagai macam cara yang diperbolehkan. Salah satu yang dipandang efektif adalah dengan pernikahan.



2. Tujuan memperbaiki atau mempererat ukhuwah Islamiyah

Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan harokah kadang-kadang menimbulkan ketegangan tertentu karena kurang paham dalam mengelola perbedaan. Dengan pernikahan lintas harokah diharapkan ketegangan tersebut bisa dikurangi atau dihilangkan.



3. Faktor ketidakseimbangan jumlah kader ikhwan dengan kader akhwat

Saya pernah menghadiri resepsi pernikahan di suatu kota. Kebetulan saya berkesempatan berbincang panjang lebar dengan mempelai yang ikhwan. Dari perbincangan itu terungkap bahwa ternyata ia aktif di harokah A sementara istrinya di harokah B. Ia mengatakan bahwa ia sangat bersyukur bisa menikah dengan akhwat dari harokah B.



Ternyata kejadian tersebut bukan satu-satunya kasus. Saya mendapatkan beberapa informasi lain bahwa ternyata banyak ikhwan-ikhwan dari harokah A yang menikahi akhwat harokah B. Mengapa demikian? Pertanyaan saya berujung pada kesimpulan bahwa jumlah kader ikhwan di harokah A lebih banyak dari pada kader akhwatnya sehingga mereka akhirnya memilih untuk mencari akhwat dari harokah lain.



4. Faktor kebetulan

Faktor ini bisa terjadi misalnya karena antara ikhwan dan akhwat tersebut memang sudah terlanjur dalam proses taaruf atau pun khitbah. Ternyata dalam waktu/proses tersebut keduanya secara kebetulan masuk dalam harokah yang berbeda. Namun mereka tidak ingin mempermasalahkan perbedaan tersebut dan tetap melanjutkan ke jenjang pernikahan.



5. Faktor nafsu

Faktor ini bisa jadi muncul pada anggota yang masih yunior. Si ikhwan atau akhwat terlanjur jatuh cinta pada seseorang yang kebetulan berbeda harokah. Perasaan tersebut telah membutakan hatinya dan ia merasa bahwa dalam harokahnya tidak ia temukan calon pasangan yang sebaik calonnya. Mungkin dinilai kurang cantik, kurang pintar, kurang berpendidikan, kurang kaya, atau kekurangan-kekurangan yang lain.





Sisi Positif dan Sisi Negatif Nikah Lintas Harokah



Pernikahan lintas harokah memang mempunyai sisi positif, walaupun juga ada sisi negatifnya.



Sisi positif pernikahan lintas harokah



1. Menambah kader dakwah

Komunikasi antar suami istri tentu akan sangat dalam sehingga tersingkaplah semua tabir penghalang. Sesuatu yang sebelumnya tersembunyi, bisa menjadi nyata kelihatan. Diskusi antara suami dan istri pun bisa terjadi setiap hari dalam waktu yang lama, sehingga terbuka lebar kemungkinan terpengaruhnya salah satu pihak sehingga berubah pikiran. Maka bisa bergabunglah si suami atau istri ke harokah pasangannya. Tentu ini sebuah keutungan bagi harokah yang mendapat kader baru, walaupun di sisi lain, harokah yang satunya berarti kehilangan satu kader.



2. Terjadi komunikasi lebih dalam antar harokah

Apabila kemungkinan pertama tidak terjadi, maka setidaknya akan muncul kemungkinan yang kedua yaitu komunikasi yang lebih dalam antar dua harokah. Ini tentu saja bisa terjadi kalau yang menikah adalah sama-sama tokoh di dua harokah tersebut. Misal, si suami adalah pengurus penting di harokah A dan si istri adalah pengurus penting di harokah B. Tapi jika salah satu atau keduanya hanyalah anggota level bawah, maka hal itu tidak akan terjadi.



3. Bisa menolong harokah lain yang kebanyakan ikhwan atau akhwat

Saya pernah menemukan suatu harokah yang terlalu banyak akhwatnya. Kalau ada satu ikhwan, maka kurang lebih ada enam akhwat. Ketidakseimbangan jumlah ini tentu menimbulkan masalah. Dengan adanya pernikahan lintas harokah, maka masalah ini bisa sedikit tertolong. Seorang akhwat aktivis tentu akan merasa lebih nyaman menikah dengan seorang ikhwan yang aktivis juga, walaupun berbeda harokah, jika dibandingkan menikah dengan orang awam.



Sisi negatif pernikahan lintas harokah



Sayangnya, pernikahan lintas harokah juga mempunyai banyak sisi negatif yang bisa timbul. Diantaranya yaitu :



1. Anak kebingungan memilih harokah

Kita tentu ingin mendidik anak sesuai dengan idealisme kita. Kita ingin anak kita menjadi seperti kita bahkan jauh lebih baik dari pada kita. Sekarang coba pikirkan, apa jadinya jika ayah dan ibu memberikan paham yang berbeda kepada anaknya.



Si ayah mengatakan : “Demokrasi adalah sistem kufur, haram terlibat di dalamnya dan haram pula menyebarkannya”.



Sementara itu,



Si ibu mengatakan : “Demokrasi adalah ajaran Islam, boleh terlibat di dalamnya dan baik pula menyebarkannya”.



Apa jadinya si anak kalau begini kejadiannya? Ia tentu akan bingung. Lebih dari itu, kita pun akan kecewa berat jika ternyata ia memilih harokah yang diikuti pasangan kita yang berbeda harokah.



Alih-alih mendapatkan kader dakwah yang tangguh (yaitu anak kita), tapi kita justru “kehilangan” anak kita. Lebih payah lagi, kita bisa kehilangan potensi mendapatkan pahala besar dari anak kita bahkan bisa jadi kita akan mendapatkan dosa yang banyak. Gara-garanya, kita salah memilihkan ibu bagi anak-anak kita. Terus terang saya tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan anak dimulai dari saat masih dalam kandungan. Menurut saya, yang benar adalah Pendidikan anak dimulai sejak saat memilih calon ibunya. Tidak ada orang hebat yang lahir dan dididik oleh ibu yang biasa saja. Orang-orang hebat lahir dan dididik oleh ibu yang juga hebat. Silakan baca buku “Ibunda Para Ulama” untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail.



2. Tidak menjadi uswah khasanah bagi masyarakat

Apa jadinya jika apa yang kita dakwahkan ternyata tidak dilakukan atau bahkan bertentangan dengan dakwah pasangan kita.



Misalnya si suami mengatakan kepada masyarakat : “Nasionalisme adalah paham sesat. Ide ini lahir dari perasaan mempertahankan diri yang muncul di saat ada ancaman. Perasaan ini sangat rendah, perasaan yang juga ada di dunia binatang. Ide ini jelas bertentangan dengan Islam yang melarang ashobiyah, sehingga haram bagi kita untuk mengikuti ide ini apalagi menyebarluaskannya.”



Sementara itu si istri mengatakan :”Nasionalisme adalah ide yang Islami. Nasionalisme adalah cinta tanah air dimana cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Ide nasionalisme juga sesuai dengan Al Quran surat Al Hujurat ayat 13. Maka penting bagi kita untuk memupuk paham nasionalisme pada generasi muda”.



Masyarakat yang mendengar dakwah si suami bisa jadi akan mengatakan : ”Nggak usah kebanyakan ngomong teori Mas, lihat tuh istri sampeyan”. Nah loh !!!



3. Menghambat dakwah

Jika si suami memahami bahwa terlibat dalam aktivitas demokrasi adalah haram, sementara si istri adalah aktivis yang pro demokrasi, kira-kira apa yang akan terjadi? Ketika si suami akan berangkat dakwah yang isinya menjelaskan sesatnya paham demokrasi, kira-kira apa yang akan dilakukan si istri? Apakah akan diam saja? Bisa jadi si istri akan menghalangi suaminya untuk berdakwah, karena menurut istri demokrasi adalah hal yang baik. Berarti suaminya akan berangkat untuk menghalangi orang dari suatu hal yang baik. Ini harus dicegah. Maka si istri pun akan melakukan berbagai macam strategi agar suaminya tidak jadi berangkat dakwah. Bisa pura-pura sakit, atau mempengaruhi suaminya agar mengganti tema dakwahnya.



4. Terbukanya rahasia organisasi

Tiap organisasi tentu punya rahasia yang tidak boleh diketahui oleh semua orang kecuali oleh yang mempunyai kewenangan. Jika suami istri berasal dari satu organisasi yang sama, maka akan saling membanu untuk menjaga rahasia masing-masing. Namun apa jadinya jika berbeda organisasi? Bisa jadi, suami memegang suatu informasi yang rahasia. Si istri mengetahui informasi tersebut tapi menurut istri bukan rahasia (atau si istri sengaja membocorkannya). Nah, tentu akan sangat berbahaya.



5. Menimbulkan ketegangan baru

Timbulnya ukhuwah belum tentu terjadi, namun bisa jadi justru timbul ketegangan baru antar harokah. Harokah si istri, katakanlah harokah B, akan merasa kecolongan. Lebih jauh dari itu, harokah B merasa bahwa harokah A telah berbuat jahat dengan merebut anggotanya dengan cara-cara yang tidak elegan. Sebagai catatan, biasanya istri lebih mudah terpengaruh untuk ikut suami.



6. Kasihan anggota harokah kita sendiri

Jika kita menikah dengan akhwat lain harokah, lantas siapa yang akan menikahi akhwat dari harokah kita sendiri? Pernahkah kita memikirkannya? Atau jangan-jangan ego kita telah mengalahkan pandangan yang lebih jernih ini?



Apa jadinya jika kita menikahi akhwat yang berbeda harokah, sementara akhwat di harokah kita sendiri malah dinikahi orang lain, baik berbeda harokah atau justru dinikahi orang awam?



Belum tentu akhwat yang kita nikahi ikut bergabung dengan harokah kita, eh malah akhwat harokah kita keluar dari dunia dakwah karena dihambat suaminya. Nah loh.... !!!



Kesimpulan



Pernikahan lintas harokah lebih banyak sisi negatifnya dari pada sisi positifnya. Resiko yang kita tanggung terlalu besar dari pada keuntungan yang sebenarnya bisa kita dapat dengan cara-cara lain. Oleh karena itu, bagi anda yang akan menikah, carilah pasangan yang sepaham dengan anda. Jangan sembarangan memilih calon pasangan. Ingat, kita menikah bukan untuk waktu yang sementara tapi untuk selama-lamanya. Apakah kita tidak ingin pasangan kita di dunia ini juga akan menjadi pasangan kita di akhirat nanti? (Jombang, 10 Syawal 1431 H). (www.syariahpublications.com)



*Penulis adalah pengelola blog Baiti Jannati (www.baitijannati.wordpress.com) dan pemerhati masalah keluarga.

Sumber : http://syariahpublications.com/2010/09/19/pernikahan-lintas-harokah-perlukah/