Sabtu, 14 Juni 2014

Pepaya Callina

Penyesalan memang datangnya belakangan

Maka di dunia hari ini, taburkanlah benih kebaikan. Tebarkan energi positif. Jadikan dunia ladang untuk akhirat kita.

Perbanyak mencari pahala, dan jauhi diri dari perbuatan maksiat.

»» kutipan status dari akun Facebook: Indonesia Milik Allah

**************************************

Nah, kalau yang ini agak berbeda… edisi tabur benih beneran…

Bagi yang ingin budidaya Pepaya Callina (California/IPB9) | Minat benihnya? | Sila diorder langsung ke saya dengan mengisi kolom komentar di bawah | Salam sehat :D

*sdg belajar jualan online*

Senin, 09 Juni 2014

Me is Karonese Muslim




Postingan kali ini sepertinya agak berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Tiba-tiba aja aku pingin berbagi cerita tentang adat-kebudayaan satu suku dari kampung halamanku, suku karo. Salah satu suku yang berasal dari daerah Sumatera Utara. Tapi.. dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang adat budaya daerahku ini, mohon dimaafkan ya bila tidak kaya referensi :-)

Ada banyak hal yang bisa dilihat dan diceritakan, tapi aku pingin sharing tentang adat-budaya perjodohan dan pernikahan di suku ini. Oya, aku sendiri bermarga Ginting. Di ujung nama orang yang bersuku karo, kami biasa menyematkan marga masing-masing, nama lengkapku sendiri adalah Fatmah Ramadhani Ginting. Marga ini diwariskan seorang ayah kepada seluruh anaknya, baik kepada anak laki-laki maupun anak perempuan yang dimilikinya. Bedanya, anak laki-laki itu akan meneruskan marganya sampai ke generasi berikutnya, tapi tidak dengan anak perempuan. Karena anak perempuan itu akan membawa marga suami untuk anak-anaknya kelak. Tidak heran kalau kedudukan laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, karena mereka adalah penerus marga. Kalau menurut Wikipedia, ini namanya budaya Patrilineal. Patrilineal sendiri adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari ayah. (id.m.wikipedia.org/wiki/Patrilineal)

Di keluargaku, almarhum dan almarhumah ortu punya 7 orang anak. Dari tujuh orang tersebut, tiga orangnya adalah laki-laki dan empat sisanya adalah perempuan. Ayah dan Mamak ku itu kepingiiin banget punya menantu (khususnya mantu perempuan) yang berasal dari suku karo. Selalu mereka sampaikan keinginannya itu kepada anak-anaknya, terutama anak laki-laki. Karena harapan setiap orangtua di suku karo yang ingin melestarikan marganya sampai ke anak-cucu adalah agar anak-anaknya saling berjodoh dengan sesama suku karo.

Tapi jalan yang ditentukan Allah ternyata berbeda dengan yang diinginkan manusia. Dari seluruh kakak laki-laki ku, hanya satu orang yang berjodoh dengan perempuan dari suku karo. Dua kakak laki-laki ku yang lain berjodohnya dengan perempuan dari suku berbeda, bukan dari suku karo. Padahal tidak kurang upaya kedua ortu sewaktu masih hidup buat ngejodohin mereka dengan impal-impalnya.

Apa itu impal? Di suku karo, ada jalur pernikahan antar kerabat dekat untuk semakin mempererat hubungan keluarga. Kerabat dekat ini disebut impal. Diantaranya, impal untuk anak laki-laki adalah salah seorang dari anak perempuannya paman (saudara laki-laki ibu). Sementara impal untuk anak perempuan adalah salah satu dari anak laki-lakinya bibi (saudara perempuannya ayah). Sekilas seperti pernikahan silang antara saudara sepupu.

Namanya juga cinta dan kecenderungan hati, gak bisa dipaksain kan? Dikenalin ke banyak impal-impal yang cantik dan baik hati, mulai dari impal terdekat sampai impal yang jauh, tapi kedua kakak laki-laki ku itu melabuhkan pilihannya pada yang lain. Akhirnya ortu mengalah dan mengikuti pilihan mereka. Merestui pernikahan mereka walau bukan dengan menantu dari suku karo. Alhamdulillah, sama-sama langgeng dan bahagianya. Telah lahir cucu-cucu yang ganteng dan cantik, sholih dan sholihah. baik dari yang berjodoh dengan orang karo, maupun yang berjodoh dengan suku lain.

Agak sedikit berbeda ceritanya dengan kami anak-anak perempuannya ayah dan mamak. Sepertinya 'tekanan' untuk mendapatkan jodoh sesama suku karo tidak sekuat seperti pada saudara laki-laki ku. Secara, kami itu impalnya udah pada gedhe-gedhe dan udah pada nikah semua, malah udah pada punya anak :D. Kalaupun ada satu-dua orang sepupu laki-laki dari bibi (saudara perempuannya ayah) yang belum menikah, kayaknya ga dianjurin buat nikah, deh. Soalnya keluarga besar ayahku itu mayoritas non muslim, ayah sendiri dulunya adalah seorang muallaf sewaktu menikah dengan mamak. Jadi, ya sutra lah ya.. tidak akan dipaksain kalau beda keyakinan ^_^"

Dalam pernikahan suku karo, kita dianjurkan untuk mengambil pasangan dengan marga yang berbeda. Bahasa lainnya, pernikahan antar satu marga yang sama adalah dilarang. Oya, waktu dulu aku masih SD dan tinggal bersama keluargaku di Takengon (Aceh Tengah), baru sekali aku ketemu adik kelas yang sama-sama dari suku karo. Mungkin karena sangking sedikitnya populasi suku karo di Takengon, aku agak surprised waktu ngelihat namanya pakai marga. Gak tanggung-tanggung, marga adik kelas ku itu sama dengan margaku. Jadilah aku langsung laporan ke ibuku. Dari ibu aku tahu kalau beliau kenal dengan keluarga adik kelas ku itu, dan ternyata ortunya si adik menikah dengan sesama marga ginting. What?? Oh no.. mungkin karena masalah itu adik kelas ku dan keluarganya memilih pindah dan menetap di Takengon-Aceh. Sebab, pastilah malu kalau menetap di Kota Medan, karena menikah dengan sesama pasangan satu marga.

Kalau dilihat dari kaca mata hukum Islam, tentu itu boleh dan tidak dilarang. Asal mereka yang menikah dengan satu marga yang sama itu tidak ada ikatan darah atau saudara kandung. Kalau menurut pandanganku yang awam ini, dengan sedikit pemahaman Islam yang aku miliki.. adalah tidak menjadi masalah memilih jodoh dari suku yang sama atau berbeda suku. Asalkan saling mencinta? bukan itu yang utama, yang utama adalah memilih yang sama-sama satu Aqidah, Islam. Selain itu, jodoh itu dipilih karena empat hal, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah saw dalam hadisnya, yaitu:

"Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya, dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari dari Jabir bin Abdillah)

Hadis ini bisa diterapkan juga bagi seorang wanita sebagai panduan dalam memilih laki-laki yang akan menjadi pasangan hidupnya. Laki-laki itu dipilih karena hartanya, nasabnya, ketampanannya, dan agamanya. Tapi bila ketiga perkara itu tidak ada pada laki-laki tersebut, maka pilihlah ia karena agamanya. Buat ku sih.. bila laki-laki itu berasal dari satu daerah yang sama bahkan satu suku denganku, boleh-boleh aja.. asalkan dia seorang muslim, dan mau belajar menjadi muslim yang baik dengan mengkaji Islam, hingga nanti bisa menjadi bagian dari pejuang Islam. Secara aku tau pasti, populasi muslim di suku ku itu tidak sebanyak yang non muslim. Karena, perkara sesungguhnya dalam memilih pasangan bukanlah sesuku atau berbeda suku.

Dalam Islam, ada satu kaidah syara yang sangat masyhur yang intinya berbunyi "Bila adat istiadat bertentangan dengan hukum syara' (hukum Islam), maka terapkanlah hukum syara' tersebut". Ini berlaku juga sebaliknya, bila adat istiadat tidak bertentangan dengan hukum syara' maka boleh-boleh saja menjalankan adat tersebut. Kalau bicara boleh, berarti boleh dijalankan, boleh juga tidak dijalankan. Iya kan?










Bye bye :-)