Selasa, 13 Desember 2022

Sharing is caring: Pengalaman Pertama Jadi Ibu

Era sosial media di tengah masa pandemi seperti sekarang, ada banyak sekali informasi yang dengan mudahnya tersebar. Bisa informasi positif, banyak juga yang negatif. Kali ini aku mau membagikan pengalamanku sendiri, pengalaman pertama menjadi ibu dengan segudang kefantastisannya. 


Menjadi ibu menjelang usia 36 tentu tidak mudah, ya walaupun momen kehamilan yang dihadapi setiap orang seringkali tidak mudah di awal. Yup, pasti bukan hanya karena faktor U, ya. Nah, hal inilah yang jadi kesadaran aku sejak pertama kali program hamil, sampai akhirnya benar-benar hamil. Aku coba selalu bangun afirmasi positif aka positif thinking atau bahasa anak-anak pengajian sering disebut khusnudzhan, berprasangka baik sama Allah SWT dalam setiap hal.

Mengapa harus khusnudzhan? Karena bukan hanya itu diperintahkan Allah SWT, ternyata itu juga baik buat ibu dan buat calon bayi yang masih di dalam perut. Berbagai kekhawatiran selalu diusahakan dikembalikan ke Allah, bahwa kalau apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi, pastinya Allah juga sudah menetapkan kebaikan di sana. Prakteknya tentu ga mudah ya.. Iyah, betul sekali.


Apa aja sih afirmasi positif yang aku bangun semasa kehamilan? Diantaranya

- aku sejak program hamil merencanakan untuk melahirkan normal pervaginam. Aku sadar usiaku udah di titik kritis awal, tapi aku yakin Allah itu maha baik. Allah sudah siapkan tubuh para wanita untuk siap menjalani kehamilan dan proses melahirkan. Maka segala hal untuk menjaga fungsi tubuh agar bisa menjalankan tugas mengandung dan melahirkan dengan baik dan sehat, seoptimal mungkin aku usahakan.

Sebenarnya sharing-sharing ini bisa dibagi dalam beberapa bagian. Yang pertama ikhtiar menjemput impian kehamilan, yang kedua perjalanan selama kehamilan, dan yang ketiga prosesi melahirkan yang waw sejuta warna. 


Tapi yang paling aku ingin bagikan itu justru bagian yang ketiga. 



Ibu Dari Dua Jagoan

MasyaAllah.. dari judulnya saja udah pada tau lah ya artinya.. 😊

Iya, benar sekali. Kalau di postingan sebelumnya statusku masih ibu anak satu, alhamdulillah hari ini aku sudah jadi ibu dari 2 orang anak, keduanya jagoan alias Ikhwan.. ❤️❤️. MasyaAllah, Tabarakallah.. 🤲

Postingan sebelumnya kelihatan banget aku begitu bersemangat membagikan kisahku menjalani promil sampai melahirkan secara alami, namun tidak begitu peristiwanya di persalinan yang kedua ini. Qodarullah wa maa sya'a fa'ala, aku harus melewati Sectio Caesarea atau operasi sesar. 

Keinginan yang begitu besar untuk kembali menjalani persalinan normal harus diuji dengan pilihan SC. Banyak sekali yang bisa dijadikan pelajaran, terutama saat detik-detik melahirkan. 

Berbagai persiapan fisik dan psikis selama mengandung selalu dengan sadar diupayakan, karena jarak kelahiran sangat dekat, hanya satu setengah tahun dengan kelahiran sebelumnya. Memang ga mudah, beberapa tantangan yang harus aku jalani diantaranya masih aktif menyusui si Abang selama 9 bulan mengandung; usia yang menginjak 37; sampai roller coaster kehidupan sehari-hari; selalu diupayakan diafirmasi sepositif mungkin. Semua demi tetap semangat dan nyaman saat lahiran nanti..

Kejadian ga diduga itu akhirnya datang juga. Aku mengalami KPD atau Ketuban Pecah Dini. Menurut Bu Bidan karena aku aktif menyusui selama hamil sehingga memicu ketuban pecah dini. Secara bulan, kandungan memang sudah masuk 38 pekan, artinya Adik memang sudah siap untuk lahir dan cukup bulan. Kalau sudah cukup bulan, kenapa masih disebut KPD? Karena ketuban pecah sewaktu pembukaan masih 2 cm, yang kalau si ibu ingin lahiran normal, idealnya ketuban pecah saat bukaan 10, minimal mendekati 10. 

Kebayang dong ya gimana campur aduknya perasaan aku saat mendengar si Ayah ngobrol dengan ibu bidan di ruang UGD Puskesmas Kecamatan dekat rumah.. intinya ibu-ibu petugas nakes di PKM harus berjalan sesuai SOP. Pasien melahirkan yang datang ke Yankes dengan kondisi KPD, maksimal dibatasi waktu hanya 8 jam sejak awal pecah ketuban untuk melahirkan. Bila tidak juga melahirkan, pasien harus segera dirujuk ke RS agar segera di-SC. 

Ala kulli hal, pembukaan yang awalnya 2 hanya naik ke pembukaan 4 sampai mendekati batas waktu yang sudah distandarkan. Demi menjaga bayi agar tidak stress mencari jalan keluar, air ketuban yang makin berkurang, khawatir bayi panik sehingga memakan meconium dan ketubannya jadi hijau, demi ibu yang kasihan udah istighfar sampai meraung-raung menahan nyeri akibat kontraksi.. akhirnya ayah tanda-tangan untuk operasi sesar di RS.

MasyaAllah.. Tabarakallah ❤️❤️

(Disclaimer, sebenarnya sore menjelang malam mendekati waktu SC, bayi di dalam perut masih tenang dengan detak jantung yang baik, air ketuban juga masih ada dan jernih.. hanya ibu atau aku yang rintihannya saat menahan kontraksi yang makin kedengaran ga selow.. berkali-kali minta maaf atas banyaknya salah dan dosa, baik ke suami, ke mertua, ke tante yang ikut mendampingi.. yasudah si ayah makin mantap tanda tangan menuju SC saja)

Pengalaman hidup yang berjuta banget rasanya. Saat-saat masuk ke ruang operasi terasa dingin banget.. aku lihat ada sekitar 7 sampai 10 orang nakes yang semua buru-buru menyambut kedatangan ku saat memasuki ruangan, memindahkan dari bed hospital satu ke bed hospital operasi, memulai suntik epidural di punggung bagian bawah untuk bius lokal, sambil sesekali ngajak ngobrol menanyakan apa yang aku rasakan.

Yang ada di pikiran aku mereka itu waw.. semua kompak nolongin aku yang udah ga karu-karuan nahan kontraksi. Udah aku pasrah aja ditanya ini itu di atas bed. Alhamdulillahnya saat suntik epidural aku ga ngerasain apa-apa, malahan aku nanti-nanti banget karena aku yakin itu bisa mengurangi rasa nyeri kontraksi yang you know ya ibuk-ibuk gimana itu rasanyah.. 🥴

Dan benar, beberapa detik setelah disuntik mulai bisa rileks buat ngambil nafas, seiring bagian pinggang ke bawah terasa dingin dan kaku. Makin lama tidurannya makin tenang dan mata mulai bisa fokus lihat ke atas, ke plafon langit-langit ruang operasi. MasyaAllah.. sulit buat percaya yang aku lihat, tapi semuanya bisa disaksikan melalui plafon, langit-langit ruang operasi.. seakan aku dikasi hadiah bisa melihat bagaimana dokter mulai berkarya, ngebeset perutku satu lapisan demi lapisan, mengeluarkan bayi dari dalam, sampai menjahit kembali untuk menutup perut yang menganga.. Allahu Akbar!

Pembatas dari kain yang menghalangi pandangan ku untuk melihat perut sendiri selama proses operasi jadi ga berguna ya karena aku bisa menyaksikan seluruh prosesnya melalui pantulan bayangan di plafon, mungkin plafonnya berbahan vinil atau sejenisnya, aku tak tahu. Yang aku tau, aku seperti sedang melihat siaran langsung tayangan ibu melahirkan di YouTube.. 

Amazing.. Allahu Akbar..!

Aku yang masih terlalu kagum alias sedikit shock (?) dengan kejadian demi kejadian sejak pecah ketuban pagi hari, makin amazing lagi dengan apa yang aku saksikan malam itu di ruang operasi. Semua terjadi begitu cepat dan begitu banyak.. Sampai di momen akhirnya dokter berhasil mengeluarkan bayi dari perut dan menunjukkannya ke hadapan sembari memberi ucapan "Ibu selamat ya bayinya laki-laki.."

Ya Allah.. I am speech less.. MasyaAllah, Allahu Akbar..!



~ lanjut next part 🥰