Minggu, 30 Maret 2014

AKAD WAKALAH

Sumber gambar: http://b.vimeocdn.com/ts/407/386/407386376_640.jpg

Hukum Syara’ Tentang Pemilu

Proses memilih wakil rakyat dalam pemilu dalam sudut pandang Islam adalah akad wakalah (perwakilan). Rukun-rukun wakalah adalah:

(1) Muwakkil atau yang mewakilkan suatu perkara,
(2) Wakil, yaitu orang yang menerima perwakilan,
(3) Shighat at-tawkil atau redaksional perwakilan, dan
(4) Al-umuur al-muawakkal biha atau perkara yang diwakilkan.

Di dalam konteks memilih wakil rakyat dalam Pesta Demokrasi, maka yang perlu dicermati adalah rukun keempat, yaitu perkara yang diwakilkan. Karena, syarat perkara yang boleh diwakilkan hanyalah perkara yang syar’i (dibolehkan dalam syari’at).

Wakil rakyat yang dipilih oleh masyarakat mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
(1) Fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU,
(2) Melantik presiden/wakil presiden, dan
(3) Fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.

Oleh karena itu, ketika memilih wakil rakyat, maka sesungguhnya seseorang telah mewakilkan kepada si wakil rakyat tersebut untuk membuat hukum (UUD dan UU), dan inilah yang tidak diperbolehkan dalam syari’at. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an al-Karim:

“Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah” (QS Yusuf [12]: 40)

“Maka demi Tuhanmu. Mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS an-Nisa [4]: 65)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan. Akan ada lagi bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS al-Ahzab [33]: 36)

“Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang kafir” (QS al-Maidah [5]:45)

Sehingga, membuat hukum atau menetapkan hukum selain hukum Allah adalah sesuatu yang haram, karena dalil-dalil diatas telah jelas bahwa tolak ukur baik-buruk, standar benar-salah, nilai terpuji-tercela dan hukum adalah hanya Allah saja yang berhak untuk menetapkannya.

Selain itu, akal manusia bersifat terbatas, akal manusia tidaklah mampu untuk menentukan semua hal yang baik bagi dirinya sendiri, apalagi orang lain. Sesuatu yang baik bagi manusia saat ini bisa saja dianggap buruk pada masa yang akan datang, begitu pula sebaliknya, sesuatu yang buruk bagi manusia pada masa lalu bisa saja dianggap baik pada saat ini.

Sehingga, kita dapat menarik kesimpulan bahwa akad wakalah dalam pemilu (dalam konteks memilih wakil rakyat) adalah batil, ini disebabkan karena perkara yang diwakilkan (menetapkan hukum) bukanlah perkara yang diperbolehkan oleh syari’at. Begitu pula dengan melantik presiden ataupun wakilnya, ini pun adalah perkara yang batil, karena sesungguhnya ketika mereka melakukan itu, maka mereka telah mendukung sistem sekularisme, sistem yang secara tegas memisahkan agama dari kehidupan bernegara (fashl ad-din an al-hayah), dengan kata lain, mereka mendukung hukum-hukum Islam dipinggirkan dari kehidupan bernegara.

(Sumber: felixsiauw.com)