Jumat, 31 Januari 2014

Fiqh Bolehkah Wanita Berkendaraan dengan Sopir Pribadi?

Tanya:

Bolehkah seorang wanita naik kendaraan pribadi jika sopirnya adalah orang yang menjadi kenalan keluarga atau sopir keluarganya?

Jawab:

Pertama: Mobil khusus, seperti mobil pribadi, hukumnya seperti hukum rumah, karena untuk memasukinya dibutuhkan izin. Karena itu, tidak boleh ada seorang wanita di dalam mobil tersebut bersama sopir pribadinya, kecuali disertai mahram atau suaminya, sebagaimana di dalam rumah.

Kedua: Dalam hal ini tidak ada pengecualian, kecuali apa yang dikecualikan oleh nash boleh dilakukan di dalam rumah; seperti silaturahmi dengan kerabat, baik mahram (seperti paman dari bapak [‘am]) ataupun bukan mahram (seperti dengan saudara sepupu laki-laki/anak laki-laki paman [ibn al-’am])—dengan catatan tidak boleh ber-khalwat. Karena itu, boleh berkunjung kepada kerabat mereka untuk menjalin hubungan kekerabatan (sillaturrahim), pada saat hari raya, misalnya, atau waktu lain. Sebab, memang ada nas-nas umum yang menyatakan tentang sillaturrahim, yaitu kewajiban menjaga hubungan dengan kerabat yang mempunyai hubungan mahram dan sunnah bagi yang tidak ada hubungan mahram; dengan catatan tidak terjadi khalwat.

Ketiga: Dalam kondisi lain, saat ada nas yang membolehkan pertemuan kaum pria dengan wanita di dalam rumah. Terdapat pengecualian lain dalam kaitannya dengan sarana transportasi khusus (kendaraan pribadi), yang statusnya sama seperti rumah, karena membutuhkan izin, dimana seorang wanita boleh naik mobil/kendaraan tersebut bersama sopirnya jika dia mempunyai hubungan kerabat dengannya, atau mempunyai hubungan persahabatan dengan keluarganya; dengan catatan tidak boleh ber-khalwat. Dalilnya adalah hadis penuturan Asma’ ra. Hadis tersebut dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Asma’ binti Abi Bakar ra. yang berkata:

“Aku telah dinikahi oleh Zubair…Aku sedang mengangkut biji-biji kurma dari tanah Zubair yang telah diberi oleh Rasulullah saw. di atas kepalaku. Tanah tersebut jaraknya dariku sekitar 2/3 Farsakh. Suatu ketika aku datang, sementara biji-biji kurma tersebut ada di atas kepalaku, lalu aku pun menemui Rasulullah saw. Ketika itu Baginda bersama sejumlah kaum Anshar. Baginda pun memanggilku. Lalu Baginda berkata, ‘Ikh..ikh…(terhadap untanya),’ agar Baginda bisa memboncengku di belakangnya. Namun, aku merasa malu untuk berjalan bersama-sama kaum pria. Aku pun menceritakannya kepada Zubair.”

1 farsakh sama dengan 3 mil, jadi jaraknya saat itu sekitar 5,5 km. Dari hadis tersebut bisa dipahami, bahwa Rasulullah saw. membolehkan Asma’ untuk naik di belakang beliau, dalam satu kendaraan dengan beliau, yang merupakan kendaraan khusus, bukan transportasi umum. Rasul saw. ketika itu berjalan bersama sejumlah sahabat dalam satu kafilah (rombongan) yang berjalan beriringan. Tampak bahwa perjalanan tersebut jaraknya dekat, bukan perjalanan jauh yang membutuhkan mahram.

Tindakan Nabi saw. yang menghentikan unta beliau agar bisa dinaiki oleh Asma’, karena Asma’ mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau (Asma’ adalah saudara perempuan Aisyah ra., Ummul Mukminin, istri Nabi saw.

Tindakan Baginda menghentikan unta agar bisa dinaiki Asma’ bisa dipahami, bahwa beliau mempunyai hubungan kekerabatan dengan Baginda. Hal yang sama berlaku terhadap wanita yang keluarganya mempunyai hubungan persahabatan dengan pemilik kendaraan atau mobil pribadi tersebut, berdasarkan ayat al-Quran, yang memasukkan sahabat (shadaqah) dan kerabat dalam topik pembahasan makan di rumah, yang notabene merupakan kehidupan khusus. Allah SWT berfirman:

Makan (bersama-sama mereka) di rumah kalian sendiri atau di rumah bapak-bapak kalian, di rumah ibu-ibu kalian, di rumah saudara-saudara kalian yang laki-laki, di rumah saudara kalian yang perempuan, di rumah saudara bapak kalian yang laki-laki, di rumah saudara bapak kalian yang perempuan, di rumah saudara ibu kalian yang laki-laki, di rumah saudara ibu kalian yang perempuan, di rumah yang kalian miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawan kalian (QS an-Nur [24]: 61).

Ash-Shadiq adalah orang yang mempunyai sifat shadaqah, yaitu lemah lembut dan kasih-sayang.

Jadi, boleh seorang wanita naik kendaraan pribadi dengan ditemani sopir jika wanita tersebut mempunyai hubungan kekerabatan dengan sopir tersebut, atau keluarganya mempunyai hubungan persahabatan yang sesungguhnya dengan sopir tersebut, dengan syarat tidak terjadi khalwat; atau antara sopir dan wanita tersebut ada orang lain, baik dari kenalan wanita tersebut maupun kenalan sopir yang bisa dipercaya berada di dekat mereka. Sebab, orang-orang yang bersama Rasulullah saw. pada waktu itu adalah para sahabat.

Jika di dalam mobil tersebut hanya ada satu orang, baik dari kenalan wanita atau sopir tersebut, maka orang tersebut harus mahram wanita itu; kecuali jika di sana lebih dari satu orang kenalan wanita atau sopir tersebut yang bisa dipercaya, maka tidak dibutuhkan mahram. Ini bisa disimpulkan dari sejumlah dalil. Sebab, Rasulullah saw. dalam hadis Asma’ tersebut bersama sejumlah kaum Anshar, atau lebih dari satu orang, sementara tak seorang pun dari mereka yang merupakan mahram Asma’. Namun, dalam hadis yang menyatakan tentang khalwat, karena hanya dengan satu orang, disyaratkan harus bersama mahram, karena Nabi saw. bersabda:

Hendaknya seorang pria tidak berduaan dengan seorang wanita, kecuali bersamanya seorang mahram (HR Muslim).

Karena itu, jika ada kondisi yang membolehkan adanya seorang pria bersama wanita di dalam mobil pribadi, seperti adanya hubungan kekerabatan antara wanita itu dengan sopirnya, atau sopir tersebut sahabat keluarga wanita itu, maka hilangnya status khalwat bagi mereka, jika disertai lebih dari satu orang kenalan sopir atau wanita itu yang bisa dipercaya, atau dengan disertai satu orang mahram-nya. Bepergiannya pun tidak jauh sehingga tidak mengharuskan syarat adanya mahram.

Ini terkait dengan hilangnya status khalwat antara pemilik mobil khusus dan wanita asing tersebut, baik yang mempunyai hubungan kerabat atau sahabat keluarganya, yaitu adanya sejumlah pria di dalam mobil tersebut bersama mereka. Jika hanya ada satu orang pria, yang menjadi teman wanita tersebut, tentu selain sopir, maka pria itu haruslah mahram wanita itu; jika ada lebih dari satu maka harus orang yang menjadi kenalan sopirnya, atau kenalannya yang bisa dipercaya.

Adapun tentang hilangnya status khalwat dengan adanya sejumlah wanita bersama pria dan wanita asing tersebut sebenarnya merupakan pembahasan yang telah dibahas dalam kitab-kitab fuqaha’ terdahulu. Dalam masalah ini, penanya boleh saja mengikuti mujtahid manapun, dan itu sah. Sekadar diketahui, memang ada fuqaha’ yang membenarkan hilangnya status khalwat bagi pria dan wanita asing cukup dengan ditemani seorang wanita, baik dari mahram pria tersebut, atau istri-istri pria tersebut. Ada juga fuqaha’ lain, yang menyatakan bahwa status khalwat tersebut baru hilang, jika wanita tersebut ditemani wanita lain yang tsiqqah. Imam an-Nawawi, penulis Al-Majmû’, memberikan alasan, “Umumnya, karena tidak ada mafsadat. Sebab, dalam kasus seperti ini, wanita itu biasanya malu, satu sama lain.” Wallâhu a’lam. []

(hizbut-tahrir.or.id)

Kamis, 23 Januari 2014

Melihat Sekilas Tapak Sekulerisme Turki

Beberapa waktu lalu jubir Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto menyempatkan diri singgah di Istambul, Turki, ibukota Khilafah Islamiyah terakhir dari perjalanannya ke Tanah suci. Berikut catatan singkat yang ditulisnya bagi pembaca.

“No, not empire but khilafah”, sergah saya ketika, Zaenab (28), guide yang memandu kami, menjelaskan mengenai peta wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani yang demikian luas terutama semasa Khalifah Sulaiman “The Magnificent” dengan sebutan Ottoman Empire. Setelah berdebat sejenak, dengan wajah agak kurang senang akhirnya dia mengalah dengan mengatakan, “whatever you say”.

Sebenarnya Zaenab, yang sarjana sejarah spesialis Anatolia lulusan salah satu universitas terkemuka di Turki, tidak salah. Di peta yang terpampang di bagian depan Istana Topkapi, tempat para Khalifah Utsmani dulu tinggal, yang kini menjadi museum, memang tertulis ‘Ottoman Empire’. Begitu juga di semua brosur, dokumen atau buku-buku tertulis seperti itu.

Istana Topkapı adalah kediaman resmi para khalifah Utsmani selama lebih dari 400 tahun (1465-1856). Istana ini mulai dibangun pada tahun 1459 atas perintah Sultan Muhammad al Fatih. Kompleks istana terdiri atas empat lapangan utama dan banyak bangunan-bangunan kecil. Pada puncaknya, istana ini dihuni oleh sekitar 4.000 orang. Selain sebagai tempat tinggal kerajaan, istana digunakan untuk acara-acara kenegaraan. Sekarang menjadi museum. Di dalamnya tersimpan sejumlah barang penting seperti mangkuk yang dulu digunakan oleh Nabi, jilbab Fatimah, pedang Ali dan lainnya.

Tentu bukan tanpa sengaja pemerintah di sana mengganti istilah khilafah dengan empire. Ini adalah bagian dari usaha keras pemerintahan Turki pasca kekhilafahan diruntuhkan oleh Kemal Pasha untuk memaksakan sekulerisme dan menghapus sama sekali semua yang terkait dengan Islam dan kekhilafahan. Selain melarang jilbab, penggunaan simbol-simbol Islam, pengajaran Islam, Kemal juga melarang adzan dalam bahasa Arab. Adzan harus dikumandangkan dalam bahasa Turki. Bukan hanya itu, ternyata semua kosakata yang terkait dengan kekhilafahan juga dibuang. Buktinya ya tadi, istilah ‘khilafah’ diganti dengan ‘empire’ yang tidak lain bermakna kekaisaran. Menyebut khilafah dengan impire tentu tidak tepat karena khilafah bukanlah kekaisaran. Karena itulah, saya memprotes Zaenab. Tapi ternyata Zaenab, dan saya banyak lagi dari rakyat Turki, hanyalah korban saja dari sekulerisme yang demikian panjang menyelimuti negeri yang pernah menjadi pusat daulah Khilafah lebih dari 500 tahun.

++++

Pengaruh sekulerisme bukan hanya pada hilangnya istilah-istilah penting seperti khilafah, tapi juga pada persepsi tentang Islam, syariah dan keagungan khilafah serta perjuangannya.

Pagi hari di penghujung bulan Desember 2013, menjelang keberangkatan menuju sejumlah obyek, saya sempat berdebat kecil dengan calon guide kami, Ozgur Yigit (33), seorang sarjana sastra Inggris yang sudah mendapat sertifikat sebagai guide profesional setelah menempuh pelatihan khusus selama 1,5 tahun. Ozgur (dia sendiri lebih senang dipanggil Oscar) bersikeras menyarankan kita untuk tidak usah mengunjungi Rumeli Hiseri, sebuah benteng peninggalan Muhammad al Fatih. Katanya, ‘saya sarankan kalian tidak usah ke sana, tidak ada apa-apa di sana, hanya sebuah benteng. Habis-habisin waktu saja. Kita bisa lihat itu dari laut saat nanti kita naik kapal dalam program Boshporus Cruising’. Saya bilang, ‘Tidak’, memotong omongan dia yang terus nyerocos menyarankan untuk tidak ke sana, ‘You know”, kata saya, “kita semua ke sini itu untuk melihat tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. Jadi kita harus ke sana”. Tentu saja akhirnya dia mengalah, mengikuti kemauan kami.

Rumeli Hiseri adalah benteng yang dibangun oleh Muhammad al Fatih beberapa bulan menjelang penyerangan ke Konstantinopel. Benteng ini terletak di tepi Selat Bosphorus di sisi Eropa, tepat berhadapan dengan Anadolu Hiseri, benteng yang sudah lebih dulu dibangun oleh Sultan Murad, bapaknya Muhammad al Fatih, di sisi Asia.

Dalam kajian Muhammad al Fatih dan para sekondannya, untuk melumpuhkan Konstantinopel harus ada strategi guna memutus jalur logistik dari daerah koloni Konstantinopel di wilayah sekitar Laut Hitam. Caranya dengan memotong Selat Bosphorus sebagai satu-satunya jalur menuju Konstantinopel dari wilayah itu. Dan dilihat oleh al Fatih, ternyata daerah di hadapan Benteng Anadolu itulah titik dari Selat Bosphorus yang paling sempit. Lebarnya sekitar 660 meter. Akhirnya diputuslah untuk membangun benteng di daerah itu. Dalam waktu singkat, pada bulan Desember 1452, sebelum April 1453 dilakukan penyerangan, benteng itu sudah siap.

Benar, ketika melewati wilayah yang diapit oleh dua beteng itu, kapal-kapal musuh memang dengan mudah masuk jangkauan tembakan meriam yang diletakkan sengaja hampir sejajar air laut guna menyasar lambung kapal. Strategi ini terbukti ampuh. Sekian banyak kapal lawan berhasil ditenggelamkan, dan lainnya melarikan diri. Tak ada lagi kapal musuh yang berani lewat. Jalur logistik ke Konstantinopel putus! Jadi, jelas sekali Rumeli Hiseri sangat dahsyat secara historis.

Ketika kami tiba di lokasi, terbentanglah di hadapan sebuah bangunan kuno berwarna coklat tua keputihan. Inilah Benteng Rumeli (orang Turki menyebut Rumeli Hiseri). Tingginya berkisar 22 – 28 meter. Tinggi 3 menara dengan tiga pembantu utama al Fatih mencapai 70 meter. Ketebalan dinding antara 4 hingga 7 meter. Menurut catatan sejarah, benteng yang luar biasa ini hanya dibangun dalam waktu 4 bulan saja. Kebayang oleh kami bagaimana semangatnya sekitar 4.000 pekerja ketika itu membangun benteng yang menjadi pijakan awal strategi penaklukan Konstantinopel. Kini, di dalamnya masih bisa dilihat sejumlah meriam yang dulu digunakan untuk menembak kapal-kapal musuh yang berlayar menyusuri Selat Boshporus menuju Konstantinopel.

Tak salah kami memasukkan tempat ini dalam prioritas kunjungan. Boleh disebut inilah tempat yang menjadi awal keberhasilan Muhammad al Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel. Tapi mungkin karena memang sudah tipis spirit atau ghirah perjuangan umumnya anak-anak muda Turki, tak banyak juga penjelasan yang kami dapat dari guide. Dia malah menyilakan kami jalan sendiri. Dia sendiri menunggu di bawah, tidak mau menemani kami menyusuri detil benteng yang sangat bersejarah ini.

Bukan hanya Oscar yang tak mewarisi ghirah perjuangan, guide kami hari berikutnya, Esra (25), juga kurang lebih sama. Ketika menjelaskan detil isi istana Dolmabache, pengganti Istana Topkapi, ia sama sekali tidak menyinggung satu peristiwa penting dalam episode akhir Kekhilafahan Utsmani. Yakni ketika Kemal Pasha menghapus kekhilafahan dari Istana ini lah ketika itu Sultan Abdul Majid, khalifah terakhir, diusir. Padahal itulah peristiwa besar yang telah secara telak mengakhiri sistem kekhilafahan dan sekaligus kejayaan Islam berbilang abad lamanya. Dan bagi Turki, peristiwa ini juga menjadi titik balik. Dari yang semula sebagai pusat khilafah yang memimpin dunia Islam menjadi hanya sebuah negara sekuler, dan kini tengah mengemis untuk menjadi anggota Uni Eropa.

Juga ketika kami meminta diantar ke Menara Galata di Bukit Galata, dia mengatakan itu cuma menara, tidak ada apa-apanya. “Paling kita naik ke puncak, melihat pemandangan kota Istanbul dari atas, foto-foto, that’s all…”, cetusnya. Padahal bukit ini menyimpan sejarah amat heroik, ketika di tengah kebuntuan setelah lebih dari satu bulan mengepung benteng Konstantinopel tak kunjung berhasil, Muhammad al Fatih akhirnya menempuh cara yang sangat mengejutkan lawan: menarik 70 kapal dalam semalam melintas Bukit Galata menuju Teluk Tanduk Emas (The Golden Horne) agar bisa menyerang benteng dari arah belakang.

Sejarah membuktikan, langkah hebat Muhammad al Fatih inilah yang kemudian menjadi faktor penentu kemenangan pasukan Islam menaklukkan Konstantinopel. Memang sekarang Bukit Galata sudah dipadati oleh pemukiman, termasuk pemukiman orang-orang Yahudi yang memang dahulu sengaja ditempatkan oleh khalifah di daerah ini sebagai bentuk perlindungan setelah mereka melarikan diri dari inkuisisi paska Spayol dikuasi kaum Katolik. Jalur pendakian kapal juga sudah tidak terlihat lagi. Tapi dari puncak Menara Galata (tinggi 66 meter, diameter 16 meter), rekonstruksi pergerakan pasukan Muhammad al Fatih bisa dilakukan, dan getar heroik perjuangan 600 tahun lalu itu masih bisa dirasakan.

++++

Pengaruh sekulerisme tampaknya demikian menghunjam dalam ke tubuh orang-orang Turki. Secara sosial, mereka lebih mencitrakan diri sebagai bagian Eropa dari pada Asia. Memang secara fisik, orang Turki kebanyakan mirip orang bule. Perempuannya berkulit putih, tinggi dan berambut pirang. Tapi tak banyak dari mereka yang menutup aurat. Perempuan berkerudung hanya satu dua. Laki perempuan bergaul amat bebas. Dan, ini yang ajaib, meski Muslim umumnya mereka tidak menjalankan shalat. Termasuk tiga guide yang menemani kami, semuanya tidak shalat. Padahal mereka Muslim, dan dengan fasih menjelaskan keistimewaan masjid-masjid bersejarah yang kami kunjungi seperti Masjid Muhammad al Fatih, Masjid Sulaimaniye dan Masjid Abu Ayyub al Anshari. Ketika kami masuk untuk shalat, mereka tetap tinggal di luar. Ketika ditegur, Oscar malah menjawab dengan nada agak sedikit marah.

Masjid Abu Ayyub al Anshari adalah masjid yang dibangun di dekat makam Abu Ayyub al Anshari, sahabat Nabi yang rumahnya dulu dihampiri pertama kali oleh Rasulullah saat hijrah ke Madinah. Di masa Khalifah Muawiyah, pada sekitar tahun 52 H, ternyata usaha untuk menaklukkan Konstantinopel sudah dilakukan. Abu Ayyub al Anshari ikut terlibat langsung dalam usaha itu. Dia meninggal dalam jihad. Dan sebelum meninggal, ia berwasiat agar jasadnya dikuburkan di daerah dekat musuh. Berdasar wasiat ini, oleh shahabat yang lain jenasah itu lantas “diselundupkan” ke wilayah Konstantinopel. Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Muhammad al Fatih memerintah untuk mencari makam shahabat Abu Ayyub al Anshari. Ditemukan di tempat yang sekarang ini di bangun masjid cukup besar. Banyak orang berziarah ke sana.

Sementara Masjid Muhammad al Fatih, lebih dikenal dengan sebutan Masjid Sultanahmed, adalah masjid yang dibangun pertama kali oleh Muhammad al Fatih setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel. Lokasinya tidak jauh dari Aya Sophia, gereja terbesar di masa Konstantin yang kemudian oleh al Fatih diubah menjadi masjid. Ia membangun masjid Muhammad al Fatih untuk menandingi kemegahan Aya Sophia. Masjid ini memang sangat megah dan besar. Empat tiang utamanya saja masing-masing berdiameter 5 meter. Interiornya didominasi oleh keramik iznik kualitas terbaik yang didominasi warga biru dengan ornamen yang sangat indah. Karena itu, masjid ini juga dikenal dengan sebutan The Blue Mosque.

Masjid Sulaimaniye dibangun oleh Khalifah Sulaiman al Qanuni. Di masanya kekhilafahan Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Daerah kekuasaannya meluas hingga Rumania, Hongaria, bahkan Austria. Ia membangun masjid yang juga sangat megah. Tidak jauh dari lokasi Masjid Muhammad al Fatih dan bersebelahan dengan Universitas Istanbul, salah satu universitas terbesar di Turki. Kubah tunggalnya seberat 1000 ton menjulang tinggi disangga oleh 4 tiang utama. Senada dengan Masjid al Fatih, interiornya juga didominasi oleh rangkaian keramik iznik yang sangat indah. Meski sudah berumur lebih dari 500 tahun, tapi masjid ini tampak masih kokoh.

++++

Kepada Esra yang tetap berdiri di luar masjid menunggui kami shalat di Masjid Sulaimaniye, saya tanya, “kenapa nggak ikut shalat?”. Dengan enteng dia jawab, “I am working”. Lalu saya tanya apakah memang begitu umumnya orang Turki, Muslim tapi tidak shalat? Dia jawab, “Iya”. Dia lalu menjelaskan lebih jauh. Baru-baru ini ada survei yang menanyakan orientasi politik keagamaan orang Turki, apakah islamis atau liberalis. Hasilnya, sekitar 60 persen liberalis dan 40 persen sisanya islamis. Tapi di antara yang islamis tadi ketika ditanya apakah melakukan shalat, ternyata yang menjawab iya hanya 60 persen.

Terkait kehidupan sosial, khususnya soal pergaulan muda-mudi, saya tanya lagi, “Apakah memang umumnya anak muda Turki begitu, bergaul bebas?”. Dia jawab, “Iya, utamanya di kawasan pantai Istanbul”. “Apakah mereka biasa melakukan seks sebelum menikah?”. Dia jawab lagi, “Iya”. “Hamil di luar nikah?”. “Oh, no..”

“Kalau gitu, lalu apa arti Islam buat mereka?” Dia jawab, “Sebagai social identity. Bahwa kami adalah orang Islam”. “Lalu kenapa, mayoritas orang di sini tetap Islam meski sekian lama mengalami sekulerisasi?”. Dia jawab, “Itu karena social influenz. Maksudnya, karena orang sekitarlah kami tetap Muslim, dan tidak mungkin kami bukan muslim”.

“O, gitu” gumam saya. Karena itu bisa dimengerti kenapa meski secara statistik 97 persen, malah ada yang bilang 99 persen penduduk Turki adalah Muslim, tapi ya itu, istilah kami hanya Islam – KTP. Shalat kagak, nutup aurat emoh. Masjid-masjid besar tadi memang ramai ketika waktu shalat, tapi oleh wisatawan. Sementara penduduk setempat anteng saja meski adzan berkumandang keras. []

==============================

Jika Saudara/i ingin bergabung bersama HIZBUT TAHRIR dan bersama kita mendakwahkan Islam, bisa melayangkan pesan berupa nama asli, alamat, dan no.telp yang bisa dihubungi pada inbox fan page serta tulis juga motivasi anda ingin memperjuangkan Syariah dan Khilafah.

==============================

Website : www.hizbut-tahrir.or.id
Youtube : http://www.youtube.com/htiinfokom
Facebook : https://www.facebook.com/Htiinfokom
Twitter : https://twitter.com/hizbuttahrirID

===============================

Nilometer dan Drainase

Jakarta banjir, sejak jaman VOC Jakarta sudah sering mengalami banjir. Namun banjir yang datang saat ini sepertinya tidak lagi dalam siklus 50 atau 20 tahun sekali. Siklusnya semakin pendek, bahkan banjir parah yang melanda Ibu Kota kita rasakan rutin dalam dua tahun terakir (2013 dan 2014).

Ketika masa pemerintahan Khilafah Abbasiyah, wilayah kaum muslimin terbentang dari timur sampai ke barat, sangat-sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Afrika, Asia, dan sebagian Eropa; seperti Syiria, Damaskus, Mesir, Palestina, Jazirah Arab, Baghdad, Irak, Iran, Spanyol, Afganistan, Pakistan, Uzbekistan, juga Kirgistan.

Lalu, apa yang dimaksud dengan Nilometer, Drainase, dan kaitannya dengan Khilafah Abbasiyah? Pada abad 9 M, al-Farghani seorang insinyur di masa pemerintahan Khilafah Abbasiyah telah membangun suatu alat yang disebut Nilometer, alat ini berfungsi untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil secara otomatis di berbagai tempat.

Sungai Nil sendiri adalah sungai terpanjang di dunia yang melintasi beberapa negari kaum muslimin, yaitu Syiria, Ethiopia, Uganda, dan Mesir.

Setelah bertahun-tahun mengukur, al-Farghani berhasil memberikan prediksi banjir sungai Nil baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi, dengan kata lain alat ini berfungsi sebagai peringatan dini akan banjir.

Fakta sejarah lainnya, tahukah anda siapa yang pertama kali mengenalkan bagaimana cara mengatur Drainase? bukan Belanda, Italia, apalagi Amerika.

Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir.

Jadi, bila ditanyakan kembali, siapakah yang pertama kali mengenalkan sistem Nilometer dan Drainase? Ya, dialah DAULAH KHILAFAH ABBASIYAH yang saat itu berpusat di IRAQ. Tidak hanya Nilometer dan Drainase, Khilafah juga menemukan teknologi Irigasi yang mampu mengairi lahan-lahan tandus di wilayah-wilayah kekuasaannya, menjadi lahan subur yang mampu memenuhi kebutuhan pangan kaum muslimin melalui sektor pertanian.

Ternyata, KHILAFAHlah yang pertama kali mengenalkan bagaimana cara mengatur saluran air dan tata kota sehingga bencana banjir bisa dihindari. Lebih dari itu, Khilafah membuktikan bahwa manusia dapat bersahabat dangan air (alam), memanfaatkannya sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia.

Saat ini beberapa negara Eropa seperti BELANDA dan ITALIA meniru dan mengaplikasikan sistem yang mereka ambil dari IRAQ. Seharusnya kita sebagai umat Islam juga mengambil dan menerapkan sistem kenegaraan Abbasiyah, yaitu Khilafah Islamiyah, tidak hanya sistem drainasenya saja :-).

Subhanallah solusinya sudah ada tidak perlu diperdabatkan lagi sehingga untuk mengatasi banjir di Ibu kota, kita tidak harus menunggu GUBERNUR JAKARTA yang tepat untuk mengatasi ini semua, solusinya hanya 1 yaitu terapkan KHILAFAH.

Sumber:
FB Riki Chan, FB Nindhira, Wikipedia.

Senin, 20 Januari 2014

Mengurus Perpanjang SIM & STNK Motor

InsyaAllah bulan Mei 2014 ini SIM C harus diperpanjang, ga kerasa udah 5 tahun punya SIM motor :-). Nah, bulan Februari itu Stnk-nya juga harus diperpanjang. Jadi, Stnk harus lebih dahulu diurus dibanding perpanjang SIM. Kepikiran juga nih, apa bisa digabung sekalian aja ya ngurusnya?

Ini satu dari beberapa hal yang buat agak tergganggu mikirinnya, soalnya mau nanya ke siapa yang infonya valid dan realyable? Cie cie.. :D. Seriusan nih.. gak mau lagi deh kayak yang dulu-dulu, sering lupa dan telat bayaran, akibatnya.. denda cuy. Males banget kalo udah kayak begini >_<

Okelah, mumpung ini masih Januari, ada baiknya ngumpulin banyak-banyak informasi. Di collect jadi satu dan publish di blog sendiri, biar bisa buat ntar-ntar klo lupanya dateng lagi.. hehe :D

Syarat perpanjangan SIM:
1. Melampirkan SIM Asli
2. KTP Asli & Photo kopi 4 lembar
3. Surat keterangan sehat dari dokter
4. Uang (Rp 75.000 transfer BRI + Rp 15.000 biaya dokter kesehatan)

Tipsnya itu: bawa uang lebih, karena menurut info dari beberapa blog yang aku baca, bisa jadi biayanya tiap daerah itu beda.Tapi, kayaknya yang resmi itu memang segini. Belum nyari-nyari info lagi sih ke sumber yang lain..

Gerai SIM di beberapa Mall di Jakarta:

1. Mall Taman Palem
2. PGC
3. Mall Artha Gading
4. Blok M Square
5. Mall Gandaria City

Walau aku mukim di Depok, tapi KTP ku Jakarta Barat, trus STNK motorku (setelah balik nama) Jakarta Timur. Ga usah ditanya ya kenapa bisa begini, pegel juga ceritainnya sambil ngetik di HP (-_-").

Oya, tipsnya itu: datanglah sepagi mungkin. Walo gerai bukanya jam 8 pagi, tapi biasanya sejak jam 7.30 pagi udah banyak orang yang datang, ditambah lagi dengan mengurus berkas-berkas, foto, ngantri, dll. Kurang lebih sediakan waktu 2-3 jam.

Jadi, InsyaAllah.. PGC jadi pilihan untuk ngurus-ngurus yang beginian :D. Oke, cukup mengenai SIM. Lanjut ke STNK nih..

Gambaran umum proses perpanjang pajak STNK:

1. Isi formulir permohonan perpanjang STNK sesuai data di STNK dan BPKB.

Formulir dapat di ambil di loket pendaftaran. Lengkapi formulir dengan lampiran berkas yang dibutuhkan. Berkas yang harus dilampirkan:

(Perpanjangan pajak STNK tahunan)
- STNK Asli + Fotokopi
- Fotokopi BPKBKTP asli + Fotokopi sesuai nama di STNK dan BPKB

(Perpanjangan Pajak STNK Lima Tahunan)
- Cek Fisik Kendaraan
- STNK Asli + Fotokopi
- Fotokopi BPKBKTP asli + Fotokopi sesuai nama di STNK dan BPKB

2. Selesai melengkapi berkas, serahkan berkas permohonan perpanjang Pajak STNK tersebut ke Loket Penyerahan berkas.

3. Silahkan tunggu sampai dipanggil nama sesuai data yang tercantum di STNK.

4. Anda akan diberikan slip pembayaran Pajak yang telah tercantum biaya pajak yang harus dibayar.

5. Serahkan Slip pembayaran dan uang sebesar biaya pajak ke Kasir.

6. Selesai membayar pajak, anda akan memperoleh bukti pelunasan pembayaran pajak dan bukti tersebut diserahkan ke loket Pengambilan STNK.

7. Silahkan tunggu hingga nama anda dipanggil. STNK baru anda telah diperpanjang satu tahun ke depan.

8. Untuk proses lima tahunan, setelah selesai proses pembayaran pajak STNK, bawa bukti pembayaran pajak tersebut ke loket pengambilan TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) untuk mengambil Plat nomor yang baru.

Catatan: Proses perpanjangan Pajak STNK dapat dilakukan di Samsat keliling*, Gerai Samsat* dan di Kantor Samsat setempat.BPKB dan KTP asli dibawa untuk bukti keaslian*hanya untuk proses perpanjang pajak tahunan.

Sumber: NTMC Polda Metro Jaya (Facebook)

Oke deh, bersiap untuk ngurusin semuanya. Semoga lancar & dimudahkan. No calo tentunya. Bismilah~

Bye bye.. :-D

Minggu, 12 Januari 2014

Ngeblog pakai app :-)

Hasil jalan-jalan baca-baca blog, alhamdulillah.. lumayan dapat info kalo ada app buat nulis blog..

Langsung deh meluncur ke Googleplay :D

Oya, alhamdulillah kemarin hari Sabtu sore aku bisa besuk teman yang lagi sakit di RS, ma'asyifa.. semoga lekas sembuh dan sehat selalu ya, mba Santi..

We all love you coz Allah :-)