Kamis, 31 Maret 2011

Bunda tolong mandikan aku sekali saja


tulisan lama yg layak repost
selamat membaca :)



Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. "Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda". Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ''memahami'' orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya," Bunda aku ingin mandi sama bunda...please...please bunda", pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku !" Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja...?" kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang... terlambat sudah...Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya...sayang....! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak.." . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, "Inikan sudah takdir, ya kan..!" Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?". Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, "Inilah konsekuensi sebuah pilihan!" lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. "Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak...? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris "Bangunlah Bayu sayaaangku....Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak.....?!?" pintanya berulang-ulang, "Bunda mau mandikan kamu sayang.... Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak.... Sekali ini saja, Bayu.. anakku...?" Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini...tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.





-dari Blogspotnya Ayah Edy :)-

Jalan Dakwah Anak-Anak Muda

Home Republika Online Koran » Dialog Jumat
Jumat, 18 Februari 2011 pukul 08:21:00

LAPORAN UTAMA

Oleh Indah Wulandari

Mereka menanggalkan cara konvensional agar dakwah lebih menarik.


Semangat dakwah bukan monopoli kaum dai. Keinginan untuk berislam dan menyebarkan nilai-nilai Islam juga menjangkiti anak-anak muda Muslim. Di tengah godaan zaman, mereka mengancang tekad melangkah bersama untuk berdakwah, mengajak teman-teman sebayanya bergabung dalam satu barisan.



Di kampus perguruan tinggi, mereka tergabung dalam lembaga dakwah kampus (LDK) dan di masjid-masjid mereka berkegiatan melalui ikatan pemuda masjid atau ikatan remaja masjid. Saat meniti jalan dakwah, mereka juga berbenturan dengan tantangan meski ada hikmah dari lahirnya tantangan itu.

Mereka tergerak untuk tetap eksis dengan mengembangkan kreativitas dalam menemukan cara yang tepat menarik teman sebayanya bersama mendalami Islam. Ketua Jamaah Shalahuddin Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Akhmad Arwyn Imamur Rozi mengatakan, lembaganya melakukan upaya itu.

Ada upaya mengombinasikan antara kultur budaya dan keilmuan dalam syiar dakwah yang dilakukan Jamaah Shalahuddin. Sebab, kultur Yogyakarta sangat kental mewarnai kehidupan mahasiswa dan masyarakat. Kondisi masyarakat yang sedemikian unik membuat Jamaah Shalahuddin tak merasa tabu membahas nilai-nilai budaya.

Nilai itu kemudian dipenetrasikan bersama nilai-nilai keislaman. Selanjutnya, kedua nilai itu dirancang dalam konsep keilmuan khas mahasiswa Kampus Biru ini. Misalnya, kata Arwyn, di internal pengurus Jamaah Shalahuddin ada kegiatan membuat paper mengenai hal tersebut.

"Setiap pengurus dan anggota Jamaah Shalahuddin membuat tulisan sesuai bidang ilmunya lalu diterjemahkan dalam perspektif Islam untuk dibahas bersama," kata Arwyn kepada Republika, Selasa (15/2). Dan hal itu tak sia-sia, sebab media tersebut dijadikan ajang diskusi dan berbagi ilmu antarmahasiswa lintas fakultas.

Untuk menjembatani interaksi dengan mahasiswa yang bukan anggota, lembaga dakwah kampus ini berupaya membuat terobosan pendekatan. Langkah tersebut, ungkap Arwyn, didasarkan pada penelitian kecil yang dilakukan timnya. Terungkap bahwa mereka yang tak mau bergabung dalam kajian Islam disebabkan oleh kemasannya yang tak cocok.

Mahasiswa UGM cenderung tertarik mempelajari agama dari sisi keilmuan. Maka, pengurus lembaga dakwah ini menekankan sisi keilmuan dengan cara diskusi dan pembuatan paper. Ia menuturkan, dari penelitian tersingkap pula bahwa keengganan mereka karena muncul monopoli mazhab tertentu dalam syiar Jamaah Shalahuddin.

Temuan ini langsung direspons dengan membuat rencana strategis untuk menjembatani pandangan berbagai mazhab dalam kegiatan dakwah Jamaah Shalahuddin. "Kami tak ingin muncul monopoli mazhab agar bisa cair pada teman-teman lainnya," kata Arwyn menjelaskan.

Dengan mempertimbangkan kondisi ini, Jamaah Shalahuddin memperkuat tekadnya, yaitu "Mengayun Dzikir Menantang Pikir". Optimisme pun tumbuh di benak Arwyn, apalagi langkah dakwah mereka didukung oleh para alumnus, yang juga memberikan dukungan dana. Bahkan, sebanyak 70 persen dana berasal dari mereka.

Sisanya, diperoleh dari infak, sedekah, dan wirausaha yang dikembangkan Jamaah Shalahuddin. Sementara itu, di Universitas Indonesia ada Forum Remaja Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia (FRM UI). Ini merupakan forum mahasiswa di bawah DKM Masjid Ukhuwah Islamiyah UI.

Salah satu pengurus FRM UI Betie Febriana mengatakan, dalam rangka syiar Islam pihaknya melakukan beragam kegiatan. Seperti kajian bulanan, peringatan hari besar Islam, penyambutan mahasiswa baru, gathering, pelatihan, peringatan Idul Adha, kegiatan bulan Ramadhan, dan mentoring.

Dalam syiarnya, FRM memanfaatkan jejaring sosial seperti facebook dan blog. "Kami meng-update status facebook dengan tausiah-tausiah, pemberitahuan acara kajian kontemporer, maupun kajian Muslimah. Ini untuk menarik orang belajar agama," kata Betie.

Adaptasi
Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) Institut Pertanian Bogor mempunyai tim khusus untuk menggandeng rekan-rekan mahasiswanya untuk mengenal Islam.

Lembaga ini berusaha menyesuaikan dengan kegemaran anak-anak muda masa kini. "Kami mengamati, mahasiswa cenderung tak mau belajar agama secara konvensional. Kami bentuk tim event organizer yang merancang kajian agama semenarik mungkin," kata Ketua Departemen Keputrian BKIM IPB Lina Najwatur Rusydi.

Tak jarang, BKIM menggelar audiensi berkala dengan Badan Eksekutif Mahasiswa dan unit kegiatan mahasiswa lainnya. Tujuannya untuk menampung aspirasi mahasiswa. Hasilnya, banyak seminar dan talkshow yang diadakan dengan mengangkat beragam tema mulai pergaulan pemuda, politik, sosial, dan kajian keilmuan.

"Kami melihat target dakwah, apakah kegiatan itu untuk para aktivis atau mahasiswa yang tujuannya having fun. Pola pendekatannya sesuai kebutuhan," jelas Najwa. Ia menggambarkan, saat ini di IPB sedang tren perkumpulan dan pertunjukan teater. Tim event organizer BKIM pun mulai merancang kegiatan terkait kesenian Islam.

Ia mengakui, cara adaptasi terhadap kebutuhan mahasiswa ini menimbulkan pro dan kontra. Pihak pengurus, kata dia, memahami kondisi tersebut dan terus berupaya memperbaiki program-programnya. Kini, banyak masukan dan permintaan untuk melakukan kajian intensif.

Selain itu, Najwa mengatakan bahwa keunikan BKIM terletak pada dakwah pemikirannya sehingga program-program BKIM tak sebatas pada kajian bahasa Arab atau tafsir. "Kami membahas bagaimana Islam mengatur semua aspek kehidupan," jelasnya.

BKIM pun tak khawatir jalan dakwahnya terhambat dana sebab, alumni lembaga ini tergerak untuk menafkahkan sebagian rezekinya guna menopang dakwah. Ia mengungkapkan, selain memperoleh dana dari kampus BKIM juga membangun jaringan alumni untuk mendukung operasional dakwah. ed: ferry kisihandi

http://koran.republika.co.id/koran/52/129360/Jalan_Dakwah_Anak_Anak_Muda

Krisis Pangan Global: Khilafah Solusinya


HTI Press. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia kembali menyelenggarakan kajian bulanan FORMUDA (Forum Muslimah Untuk Peradaban) pada hari Sabtu, 19 Maret 2011. Pada edisi ketiga ini tema yang dibahas adalah “Ada Apa Dibalik Isu Krisis Pangan Global”. Sekitar 200 peserta dari kalangan intelektual, tokoh ormas, mahasiswa, media dan masyarakat umum hadir dalam acara yang diadakan di Wisma Antara, Jakarta.

Ketua DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ustz. Ratu Erma Rahmayanti menyatakan bahwa acara ini diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian Muslimah HTI terhadap persoalan yang sedang dihadapi umat. Setiap hari umat diterpa persoalan yang bertubi-tubi mulai dari kenaikan BBM, kenaikan harga beras, cabe, gizi buruk, rebut-ribut Ahmadiyah, kasus narkoba, HIV/AIDS, aborsi, korupsi, dll. “Ada yang harus dibenahi dalam sistem kehidupan berbangsa saat ini agar sesuai dengan aturan yang diturunkan Allah SWT, yaitu Islam”, demikian tegasnya.

Terkait dengan prediksi Menteri Pertanian AS dan Lembaga Pangan dunia (FAO) bahwa Indonesia tahun 2011 akan mengalami big crisis di bidang pangan, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia mengingatkan agar masyarakat dan para pengambil kebijakan mewaspadai adanya korporasi global yang akan memanfaatkan isu ini untuk mengeruk keuntungan. Kajian kritis terhadap kondisi riil yang ada di masyarakat dan sistem pengelolaan yang sesuai dengan Syari’at Islam menjadi poin kunci dalam menghadapi persoalan ini.

Salah satu pembicara, Prof.Dr.Ir. Sriani Sujiprihati,M.S (guru besar Institut Pertanian Bogor) menegaskan bahwa krisis pangan bisa terjadi karena beberapa faktor: ketersediaan, distribusi, dan kondisi daya beli masyarakat. Hasil survey BPS tahun ini Indonesia surplus beras sekitar 5 juta ton. Di dunia, beberapa Negara surplus dan beberapa kekurangan, distribusinya menjadi masalah. Sumber daya tamanan, genetic, dan lahan Indonesia masih cukup luas untuk memenuhi kebutuhan pangan, masalahnya adalah distribusi dan harga. Yang memprihatinkan adalah kondisi masyarakat miskin yang tak memiliki daya beli terhadap pangan.



Fakta lain yang harus diwaspadai adanya indikasi kebijakan impor beras transgenik. Varietas transgenik memiliki produktivitas lebih tinggi. Siapa yang menyedikan produk tarnsgenik. Siapa yang menguasainya? Duppon, Monsanto dari Amerika. Sudah terdeteksi ada upaya untuk mengarahkan penggunaan produk transgenik mereka.

Sementara Ir. Rezkiyana Rahmayanti (Lajnah Maslahiyah Muslimah HTI) menyatakan bahwa negara saati ini tidak mengambil posisi untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyat. Hal ini tampak dari kebijakan yang pro kepada pemilik modal. Bulog melalui sisitem tender kepada 24 perusahaan, 16 diantaranya perusahaan asing. Mekanisme distribusi memberikan peluang pada pemilik modal besar mendapat keuntungan, padahal seharusnya negara bertanggung jawab memprioritaskan kesejahteraan petani dan rakyatnya.

Belum lagi kebijakan luar negeri yang terikat dengan aturan internasional semacam WTO. Ada kesepakatan yg harus diadopsi mengikuti mekanisme perdagangan global. Pembatasan kuota, tarif otomatis berpengaruh terhadap kebijakan ekspor & impor. Sekalipun Indonesia adalah Negara peringkat ke-3 penghasil beras dan tidak kekurangan pangan (data FAO), tapi masih dihantui krisis pangan.

Saat ini terjadi kondisi yang ironis di dunia, banyak kemiskinan, kelaparan dan gizi buruk di negara dunia ketiga, sementara fenomena obesitas dan pesta kuliner menjadi trend di Negara maju.

Juru bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ustz. Iffah ‘Ainur Rohmah menegaskan bahwa umat membutuhkan satu sistem & kepemimpinan yang menjamin kesejahteraan umat manusia, yaitu Khilafah Islamiyah. Islam juga mengatur sistem politik ekonomi, juga sisitem politik pertanian. Islam memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, kemanan, dan kesehatan.

Khilafah Islamiyah dalam kebijakan pangan berkonsentrasi pada tercapainya peningkatan produksi, menyuburkan lahan, menghasilkan kualitas yang baik digunakan rakyatnya, menjamin suplai benih untuk petani dan upaya efisiensi dan efektifitas teknologi. Garis tegas yang membedakan Kebijakan Khilafah Islamiyah adalah politik pelayanan untuk rakyat, bukan kapitalisisasi kepentingan atau keberpihakan pada korporasi.

Kebijakan pengelolaan tanah bukan dengan pembebasan tanah untuk investasi asing, tapi memberikan jalan kepada siapa saja muslim dan non muslim untuk menghidupkan tanah mati. Soal distribusi, Khilafah bisa melakukan impor pada konsidi insidtental darurat, namun tidak sembarang membeli kepada negara mana saja, tergantung pada hubungan politik luar negeri yang dijalin dengan Khilafah Islamiyah.

Ketika salah seorang peserta bertanya tentang peran Hizbut Tahrir dalam ranah politik, Ustz. Iffah menegaskan bahwa sebagai partai politik Islam sejati, HTI fokus untuk mengajak umat bersama-sama menegakkan syari’at Islam sebagai sistem kehidupan. Sebab, hanya Syari’at Islam-lah yang akan dapat menyelesaikan berbagai persoalan umat dan mendatangkan kesejahteraan. []

sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2011/03/22/krisis-pangan-global-khilafah-solusinya/