Selasa, 09 Oktober 2012

Kronologi Kisruh Kepemimpinan di UI (kalaidoskop)


Lika-liku Kisruh Kepemimpinan di UI


JAKARTA okezone.com (Jum'at 10 Agustus)- Kisruh kepemimpinan di Universitas Indonesia (UI) bergulir sejak pertengahan tahun lalu. Menjelang habisnya masa jabatan Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri pada 14 Agustus 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh pun menunjuk Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso sebagai pejabat sementara (Pjs) rektor UI.

Sebagai Pjs rektor UI, Djoko bertugas memimpin UI hingga terpilihnya rektor definitif yang akan menggantikan Gumilar. Dijadwalkan, pada Oktober UI telah memiliki rektor baru.

Berikut penelusuran Okezone seputar kisruh kepemimpinan di kampus UI.

23 Desember 2011 


Pertemuan antara Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri, Majelis Wali Amanat (MWA), dan Mendikbud M Nuh menetapkan bahwa akan dibuat tim transisi yang akan mengurusi segala kebutuhan kelembagaan UI.

30 Desember 2011 

Tim transisi UI rampung. Tim transisi akan bertugas menyiapkan SAU baru yang berwenang memilih anggota MWA baru. Nantinya, MWA baru yang akan memilih rektor untuk periode berikutnya.

13 Februari 2012

UI memiliki Senat Akademik Universitas (SAU) baru. Para anggota SAU ini akan menjabat untuk periode 2012–2013 sesuai dengan SK Majelis Wali Amanat (MWA) No 002/SK/MWA-UI/2012. Mereka juga akan memilih para anggota MWA UI periode masa transisi.

27 April 2012

Anggota MWA UI periode masa transisi terpilih dengan ketua Said Aqil Siraj. Tugas MWA UI adalah memilih rektor baru sambil memastikan kegiatan operasional di UI berjalan seperti biasa. MWA UI akan bertugas hingga September 2013. 

12 Juni 2012

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengeluarkan putusan sela yang salah satu klausulnya berbunyi, semua kegiatan di UI tidak boleh dilakukan sampai ada keputusan dari PTUN, termasuk pemilihan rektor.

20 Juni 2012

Pendaftaran bakal calon rektor UI dibuka hingga 30 Juni 2012. Namun, agenda utama di kampus kuning tersebut sepi peminat. Pada rencana pemilihan rektor UI ini, klarifikasi, verifikasi, dan seleksi administrasi dijadwalkan pada 20 Juni–12 Juli 2012. Agenda tanggapan masyarakat dijadwalkan pada 21 Juni–15 Juli 2012. Kemudian, seleksi di SAU akan digelar pada 23–26 Juli 2012, dan seleksi di MWA pada 7 Agustus 2012.

25 Juni 2012

Fakultas Teknik (FT) UI menggelar konvensi guna menentukan siapa calon yang akan mereka usung dalam pemilihan rektor UI.

26 Juli 2012 

Rapat MWA menghasilkan tiga poin penting. Pertama, pada saat masa bakti rektor habis pada 14 Agustus 2012, maka MWA UI meminta Mendikbud menunjuk pejabat eselon satu Kemendikbud untuk menjabat sebagai rektor sementara di UI.

Kedua, MWA meminta rektor UI memilih dekan yang telah habis masa baktinya sudah berakhir sesuai dengan ketentuan pemilihan yang berlaku.

Ketiga, MWA UI akan melakukan pemilihan rektor UI pada Agustus hingga Oktober mendatang.

27 Juli 2012


MWA memberikan surat kepada Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri untuk memilih dekan bagi semua dekan yang telah habis masa jabatannya. Jabatan dekan kemudian diemban Pjs yang bertugas memilih dekan baru.

Surat MWA ini diterjemahkan Gumilar sebagai lampu hijau untuk memecat sembilan dekan di lingkungan UI, termasuk satu ketua program pascasarjana.

31 Juli 2012

Sejumlah dekan menerima surat pemberhentian mereka dari rektor UI, salah satunya Dekan Fakultas Teknologi Bambang Sugiarto.

3 Agustus 2012

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-UI "memecat" Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri. BEM se-UI menilai, Gumilar telah memimpin UI dengan berbagai kebijakan kontroversial, termasuk memberhentikan sembilan dekan dan menaikkan biaya pendidikan profesi tanpa alasan yang jelas.

Menurut Ketua BEM UI Faldo Maldini,  aksi pemecatan tersebut menimbulkan kesemerawutan di tubuh UI pada berbagai level. Di tingkat mahasiswa, timbul kebingungan dan kecemasan tentang penetapan kelulusan dan kejelasan tentang siapa yang akan menandatangani ijazah mereka. Di levelelite kampus, kesemerawutan ini lebih politis.

3 Agustus 2012 

Secara tersirat, Gumilar menyatakan siap mencalonkan diri kembali sebagai rektor. Secara teoritis, semua jabatan di UI memang bisa dipegang selama dua periode.

3 Agustus 2012

Menanggapi keputusan Gumilar untuk mencalonkan diri kembali, BEM UI mengaku akan menggelar demonstrasi besar-besaran pada 12 Agustus jika Gumilar belum mundur dari kursi rektor. Rencana aksi ini termasuk menduduki rektorat hingga Gumilar mundur.

"Kami akan gelar demo akbar. Kami akan duduki rektorat, sampai menginap. Kalau perlu sahur on the road, tarawih juga di rektorat, hingga rektor Gumilar berhenti menjabat," ungkap Ketua BEM UI Faldo Maldini kepada wartawan usai aksi penggalangan tanda tangan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Depok, Jumat (3/8/2012).

3 Agustus 2012 

Sembilan dekan UI mengajukan mosi tidak percaya kepada Gumilar. Mosi tidak percaya ini merupakan buntut dari pemberhentian mereka sebagai dekan menjelang habisnya masa jabatan rektor UI 14 Agustus mendatang.

3 Agustus 2012 

Mendikbud menegaskan, sembilan dekan UI tetap menjabat di fakultas masing-masing. Mendikbud juga mendorong Dirjen Dikti agar keputusan MWA ini menjadi sebuah badan tertinggi di UI sehingga pada 14 Agustus mendatang menjadi masa transisi yang bagus.

4 Agustus 2012 


Gumilar menyangkal ingin kembali mencalonkan diri sebagai rektor UI. Dalam pernyataan tertulisnya melalui Kepala Kantor Komunikasi UI Siane Indriani, Gumilar mengatakan, meski belum terpilih rektor baru, dia tidak ingin masa jabatannya diperpanjang satu hari pun, demi menjaga netralitas dalam proses pemilihan rektor.

Dia juga mempersilakan MWA menunjuk Pjs rektor hingga terpilihnya rektor definitif pada Oktober mendatang.

7 Agustus 2012

Sejatinya, UI akan memilih rektor pada 7 Agustus. Tetapi, putusan sela PTUN yang menetapkan semua kegiatan di UI tidak boleh dilakukan sampai ada keputusan dari PTUN, termasuk pemilihan rektor, membuat panitia pemilihan rektor UI membatalkan agenda tersebut. Pemilihan rektor UI dijadwalkan ulang setelah gugatan ke PTUN dicabut anggota MWA CHusnul Mariyah.

8 Agustus 2012

Panitia pemilihan rektor UI membuka pendaftaran secara online. Masa pendaftaran akan berlangsung hingga 31 Agustus mendatang. Pada periode ini pula, masyarakat bisa memberikan tanggapan mereka tentang para bakal calon rektor yang mendaftar, yakni pada 21 Agustus hingga 12 September.

Seleksi nama bakal calon rektor di tingkat SAU akan dilakukan pada 24-27 September 2012. Seleksi di MWA digelar pada 9 Oktober 2012.

9 Agustus 2012 

Mendikbud M Nuh menetapkan Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso sebagai Pjs rektor UI. Djoko akan memimpin UI selama masa transisi hingga terpilihnya rektor definitif Oktober mendatang.

Penunjukan Djoko disambut baik oleh Wakil Rektor UI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan M Anis. Dia mengaku, siap menjalankan segala ketentuan yang telah ditetapkan Kemendikbud. Bahkan, gerakan UI Bersih yang terkenal vokal mengusung kampanye transparansi dalam tubuh UI memberi tanggapan positif terkait keputusan ini.

Sebaliknya, pihak BEM UI justru menolak penetapan Pjs rektor UI. Mereka bersikukuh, Gumilar harus turun dari kursi rektor sebelum 14 Agustus. Jika tidak, maka rencana aksi besar-besaran pun akan direalisasikan.(rfa)




Pilrek UI Ditunda Maksimal Enam Bulan

Marieska Harya Virdhani
Jum'at, 05 Oktober 2012 17:41 wib
Image: Corbis
Image: Corbis
DEPOK (okezone.com)
- Pemilihan rektor Universitas Indonesia (UI) resmi ditunda menyusul keluarnya hasil putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Keputusan tersebut keluar setelah adanya sengketa yang terjadi antara penggunaan PP 152 dan PP 66 yang digunakan oleh UI. Akibatnya tim transisi yang dibentuk oleh Mendikbud mengajukan gugatan ke PTUN bersama paguyuban.

Hasilnya, PTUN memutuskan bahwa tim transisi yang dibentuk sudah cacat hukum. Hingga saat ini belum ada keputusan dari Mendikbud akan banding terhadap putusan tersebut atau tidak.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Rektor UI Endriartono Sutarto mengatakan, hasil putusan PTUN mengandung semangat islah antara pihak-pihak yang bertikai. Namun karena masih alot, akhirnya UI mengambil keputusan untuk mengambil jalan tengah yakni berpedoman pada aturan tertinggi yakni UU Dikti Tahun 2012 yang baru disahkan.

Proses islah yang diupayakan Universitas Indonesia (UI) untuk menanggapi putusan PTUN tentang tim transisi, mengalami kegagalan. Hal itu menyebabkan proses pemilihan rektor Universitas Indonesia (Pilrek UI) kembali tertunda sampai terdapat ketetapan hukum.

"Ditargetkan sekira enam bulan prosesnya sudah selesai, dan kita bisa melanjutkan Pilrek UI," ujar Ketua Pansus Pilrek UI Endriartono Sutarto, saat konferensi pers di Perpustakaan Kampus UI, Depok, Jumat (5/10/2012).

Untuk menyelesaikan masalah internal UI, kata Endriartono, Majelis Wali Amanah (MWA) UI memutuskan akan menggunakan Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang baru disahkan tahun ini. Menurut Endriartono, UU Dikti saat ini belum bisa dilaksanakan karena belum dibuat Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, UI akan membuat statuta yang di dalamnya terselip pasal peralihan untuk  mengakui bakal calon rektor yang lulus seleksi administratif saat ini. Statuta yang telah disetujui oleh semua unsur UI kemudian diajukan oleh pemerintah untuk dijadikan landasan PP.

"Bila sudah disetujui oleh internal UI, mau tidak mau pemerintah akan mengesahkannya. Pasal peralihan ini hanya berlaku bagi pilrek periode 2012-2017," paparnya.

Dia menargetkan, statuta UI tersebut sudah selesai Desember 2012. Endriartono optimistis, pasal peralihan ini bisa terwujud karena itu merupakan jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan masalah UI. Apalagi selama belum terpilih rektor definitif, pucuk pimpinan UI akan tetap dipegang pejabat sementara yaitu Dirjen Dikti, Djoko Santoso. "Tentunya pejabat sementara tidak memiliki kewenangan yang penuh untuk menentukan kebijakan," tandasnya.(rfa)




23 Balon Rektor UI Harus Bersabar

Jum'at, 05 Oktober 2012 18:25 wib
Ilustrasi: ist.
Ilustrasi: ist.
DEPOK  (okezone.com) - Jumlah bakal calon rektor Universitas Indonesia (UI) yang telah lolos verifikasi yakni sudah sebanyak 23 orang. Namun langkah mereka untuk menjadi pucuk pimpinan UI harus terganjal kembali karena keluarnya putusan PTUN yang menyatakan tim transisi cacat hukum.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Rektor UI Endriartono Sutarto berujar, hingga kini akhirnya UI memutuskan untuk menunggu pembentukan statuta sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, salah satunya untuk memilih rektor, terkait dengan disahkannya UU Dikti terbaru. Statuta tersebut diperkirakan memakan waktu enam bulan, sementara Mendikbud belum memutuskan akan banding atau tidak terhadap putusan PTUN.

"Kalau statuta selesai, banding sudah tak ada nilainya lagi. Karena enggak ada kesamaan sikap PP itu, kita pakai yang lebih tinggi yakni UU Dikti," ujar Endriartono kepada wartawan dalam konferensi pers di UI, Jumat (05/10).

Dia menambahkan, sejauh ini proses pemilihan rektor dihentikan sementara. Begitu juga dengan tahapan pemilihan rektor yang sejauh ini sudah sampai tahap pemilihan calon rektor oleh Senat Akademik Universitas (SAU).

"Pemilihan rektor dihentikan sementara. Terakhir 23 calon rektor yang lolos verifikasi, diharapkan mereka masih sah sehingga tak ada penambahan," paparnya.

Sekretaris Pansus Pilrek UI Corina S Riantoputra mengatakan, pihaknya tidak sekedar membuat keputusan, namun sudah membicarakannya dengan semua pihak. Termasuk di antaranya mendikbud dan presiden RI.

"Jadi kami optimistis keputusan ini memiliki political will yang kuat,"ujarnya.

Corina mengimbuh, Ketua Pansus Pilrek juga telah melakukan komunikasi pada bakal calon rektor UI 2012-2017 untuk menjelaskan proses pemilihan rektor ini. "Sudah dijelaskan hari ini juga sebelum konpers berlangsung," ujarnya.(rfa)


Dekan UI Pertanyakan Alasan Diberhentikan
Jumat, 3 Agustus 2012 | 17:54 WIB


DEPOK, KOMPAS.com - Sejumlah perwakilan dekan yang diberhentikan oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Soemantri mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut. Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Bambang Sugiharto mengatakan Rektor secara sepihak memberhentikan tujuh dekan dan satu kepala program pascasarjana yang masih aktif tanpa alasan yang jelas.

"Kami hanya ingin kejelasan mengapa diberhentikan, karena berdasarkan kesepakatan pada 22 Desember 2011 pemilihan dekan baru dilakukan setelah rektor baru terpilih," ujarnya dalam keterangan pers di Auditorium FTUI Depok, Jumat (3/8/2012).

Gumilar dikabarkan telah memberhentikan tujuh dekan dan satu kepala program pascasarjana ini pada akhir Agustus lalu. Pihak UI membenarkan kabar tersebut dan menyebutkan bahwa pemberhentian itu bukan atas nama pribadi rektor, melainkan keputusan Majelis Wali Amanat (MWA).

Atas keputusan ini, sembilan dekan telah menandatangani mosi tidak percaya terhadap Gumilar dan mengirimkannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh dan Majelis Wali Amanah (MWA). Mereka mendesak agar Mendikbud mengganti Gumilar.

Hari ini, perwakilan dekan yang menyatakan mosi tidak percaya itu kembali menyerukan hal yang sama. Sayangnya, enam dekan di antaranya tidak hadir, yaitu dekan dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Komputer dan Fakultas Psikologi.

Bambang Sugiharto hanya didampingi oleh Dekan Fakultas Kedokteran Ratna Sitompul dan Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Bambang Irawan. Menurut Bambang, rekan-rekannya yang tak bisa hadir terkendala tugas masing-masing.

"Mereka memang menyetujui pernyataan sikap tersebut tetapi berhalangan hadir karena kesibukannya masing-masing," tuturnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran UI Ratna Sitompul membantah alasan bahwa pemberhentian merupakan keputusan MWA. Menurutnya, pemberhentian justru memperoleh tanggapan negatif dari organ UI, seperti MWA, Dewan Guru Besar dan Senat Akademik Universitas (SAU).


Pencopotan Dekan UI Salahi Prosedur
Jumat, 3 Agustus 2012 | 18:55 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Pemberhentian delapan dekan Universitas Indonesia menjelang masa berakhirnya kepemimpinan Rektor Gumilar R Somantri pada 14 Agustus nanti dinilai menyalahi prosedur, ketentuan, dan kesepakatan yang berlaku selama UI masih dalam masa transisi terkait kisruh di kampus ini.







Penolakan terhadap keputusan rektor yang memberhentikan delapan dekan ini dinyatakan secara luas oleh berbagai organ di UI. Didit Nugroho, anggota Senat Akademik UI serta Ketua Senat Akademik Fakultas Ilmu Komputer, dalam jumpa pers Pernyataan Sikap 9 Dekan UI di Kampus UI, Jumat (3/8/2012), mengatakan, pergantian tujuh dekan secara serentak pada 31 Juli yang sudah diperpanjang masa jabatannya dinilai menyalahi prosedur.
"Pergantian dekan yang sudah diperpanjang masa jabatannya tidak asal tunjuk begitu saja. Apa yang dilakukan Rektor kali ini di luar kebiasaan atau peraturan UI. Karena itu, seluruh civitas akademika menolak dan melawan," kata Didit.

Pada acara Pernyataan Sikap 9 Dekan UI, hadir perwakilan para dekan yang diberhentikan, yakni Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Ratna Sitompul, Dekan Fakultas Teknik (FT) Bambang Sugiarto, dan dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Bambang Irawan.
Para dekan menyampaikan keprihatinan terhadap Rektor UI yang dinilai meresahkan. Meskipun demikian, kondisi di masing-masing fakultas tetap kondusif.
Pada kesempatan itu, dibacakan juga pernyataan sikap civitas akademika FT UI yang menolak kebijakan Rektor UI. Pernyataan menolak juga disampaikan tersendiri oleh Fakultas Ekonomi.

Para dekan UI yang dicopot dari jabatannya dengan alasan habis masa jabatan adalah dekan FKG, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, FT (masa jabatan habis pada 3 Februari), Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Ilmu Keperawatan (masa jabatan habis pada 1 April), Fakultas Ilmu Kedokteran (masa jabatan habis 22 April), serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (masa jabatan habis 22 April).
Pada pagi harinya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-UI menyampaikan pernyataan sikap menolak keputusan Rektor. Bahkan, mahasiswa meminta Rektor UI segera turun dari jabatannya, seperti mosi tidak percaya dekan UI kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.

Dewan Guru Besar UI juga menyatakan sikap menolak keputusan Rektor UI. Dewan Guru Besar UI mendukung untuk segera mencopot Rektor UI dan mengangkat pejabat rektor. Hal ini disampaikan dalam surat Dewan Guru Besar UI kepada Majelis Wali Amanat, Tim Transisi, Senat Akademik Universitas, dan Rektor UI pada 1 Agustus yang ditandatangani Ketua Dewan Guru Besar UI Biran Affandi.

Didit mengatakan, Senat Akademik UI juga segera akan membuat pernyataan sikap senada. Semua organ di UI mengharapkan pimpinan UI dapat menciptakan kepemimpinan yang kondusif untuk kepentingan seluruh civitas akademika UI.



Alasan BEM Menuntut Gumilar Diberhentikan
Penulis : Ali Sobri | Jumat, 3 Agustus 2012 | 14:42 WIB

DEPOK, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa se-Universitas Indonesia (BEM UI) melayangkan surat pernyataan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh serta Majelis Wali Amanah UI untuk segera memberhentikan Rektor UI Gumilar Soemantri. Para mahasiswa menilai Rektor telah gagal mengemban tugasnya sebagai pemimpin, mulai dari persoalan terkait mahasiswa dan pengelolaan pendidikan sampai kisruh di tingkat elit kampus.

"Kisruh di Universitas Indonesia semakin hari semakin membesar. Permasalahan yang melanda mahasiswa seperti kasus naiknya biaya kuliah, sampai pada ketegangan di tingkat elite tidak juga kunjung reda, akan tetapi sebaliknya, justru semakin menjadi-jadi. Hal ini membuktikan bahwa Rektor UI yang sedang menjabat sekarang tidak mampu untuk memimpin UI dengan baik," demikian pernyataan mahasiswa yang tertulis dalam surat pernyataan bernomor 339/P/e/BEM UI/X/2012 yang ditandatangani perwakilan BEM masing-masing fakultas.

Gumilar dinilai telah memimpin dengan sewenang-wenang. Mahasiswa kecewa karena janji Rektor untuk tidak menaikkan biaya kuliah, mendukung penuh kegiatan mahasiswa, serta mengembalikan UI sebagai Kampus Rakyat telah diingkari sejak tahun pertama menjabat. Bahkan, belakangan ini, Rektor juga mengeluarkan kebijakan menaikkan biaya profesi secara signifikan. Aliran bantuan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB) pun tidak tersalurkan dengan baik ke tangan mahasiswa.

"Pada tahun 2010 biaya kuliah yang naik tidak sesuai yang apa yang dijanjikannya, anak FKG misalnya, ada biaya tambahan 10 juta tapi gak ada rinciannya, padahal tahun itu juga BPOB mulai diberlakukan, tapi kemana dananya?" kata Ketua BEM UI, Faldo Maldini, pada deklarasi sikap terhadap Rektor UI di gedung IX FIB UI Depok, Jumat (3/8/2012) siang.

"Aliran dananya macet, belum lagi sistem birokrasi yang mempersulit kegiatan mahasiswa. Rektor sangat sulit ditemui, padahal janjinya mempermudah kegiatan kita," tambahnya kemudian.

Mahasiswa juga menilai Gumilar dan jajarannya tidak memiliki pola pengelolaan kampus yang transparan dan terindikasi korupsi. Oleh karena kondisi kampus yang tidak kondusif lagi, mahasiswa menilai Gumilar pantas diberhentikan. Mereka juga menilai, Gumilar tidak pantas untuk kembali mencalonkan diri sebagai rektor UI periode selanjutnya.


BEM UI Desak Mendikbud Berhentikan Gumilar
Penulis : Ali Sobri | Jumat, 3 Agustus 2012 | 11:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa se-Universitas Indonesia (BEM Se-UI) mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh dan Manjelis Wali Amanat UI (MWA UI) untuk memberhentikan Rektor UI Gumilar Soemantri. Desakan ini dituangkan dalam surat penyataan yang sudah ditandatangani oleh perwakilan mahasiswa dan rencananya akan diserahkan kepada Mendikbud.

"Hari ini, kita deklarasikan dengan resmi bahwa BEM Se-UI menuntut MWA UI dan Kemendikbud segera memecat rektor UI!" seru Ketua BEM se-UI, Faldo Maldini, saat memimpin deklarasi terbuka di hadapan 14 ketua BEM Fakultas, perwakilan mahasiswa, dan media, di gedung IX FIB UI, Jumat (3/8/2012).

Pernyataan ini merupakan puncak kekecewaan atas polemik di UI dan kepemimpinan Gumilar. Faldo mengatakan, kisruh yang menimpa UI tidak menunjukkan indikasi membaik dan kepemimpinan rektor tidak membawa UI kepada pemecahan masalah yang ada. Malah, Gumilar dinilai memperparah masalah yang ada dengan gaya kepemimpinan yang sewenang-wenang.

"Kita ingin mempercepat pemecatan, karena sudah tidak ada kepercayaan lagi kepada bapak Gumilar yang justru banyak melahirkan masalah di sini," ujarnya.

BEM se-UI mencatat sejumlah masalah yang menimpa kampusnya belakangan ini, seperti kasus pemecatan tujuh dosen dan indikasi korupsi oleh pejabat kampus. Selain itu, para mahasiswa juga mengeluhkan fasilitas kampus yang kurang memadai, kegiatan mahasiswa yang dipersulit, birokrasi kampus yang dibuat rumit, keuangan yang tidak transparan, biaya kuliah semakin mahal, dan beasiswa macet.

UI: Pemberhentian Dekan untuk Jaga Netralitas Kampus
Penulis : Indra Akuntono | Kamis, 2 Agustus 2012 | 11:44 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Siane Indriani mengatakan bahwa pemberhentian tujuh dekan fakultas di UI merupakan langkah untuk menjaga netralitas di kampus tersebut. Hal itu dikatakannya, menyusul banyaknya tudingan miring jika Rektor UI Gumilar R Somantri memberhentikan para dekan karena alasan pribadi.

"Saya tegaskan, pemberhentian itu bukan atas nama pribadi. Tetapi untuk menjaga netralitas kampus dan sesuai dengan masukan dari Majelis Wali Amanat UI," kata Siane kepada Kompas.com, Kamis (2/8/2012), di Jakarta.

Untuk diketahui, setelah memberhentikan Dekan Fakultas Kedokteran UI, Ratna Sitompul pada awal Juli lalu, di akhir bulan yang sama, Rektor UI kembali memberhentikan tujuh dekan dan seorang kepala program pascasarjana.

Namun, Siane tak menyebutkan siapa saja dekan yang diberhentikan.

Informasi pemberhentian dekan ini didapatkan dari surat elektronik yang dikirimkan organisasi Perempuan Lintas Fakultas UI (Pelita UI). Mereka yang diberhentikan adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya (Bambang Wibawarta), Dekan fakultas Teknik (Bambang Sugiarto), Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (Bambang Wispriyono), Dekan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Adi Basukriadi), Dekan fakultas Kedokteran Gigi (Bambang Irawan), Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan (Dewi Irawaty), Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Bambang Shergi Laksmono) dan Ketua Program Pascasarjana (Chandra Wijaya ).

Siane mengungkapkan, netralitas UI perlu dijaga lantaran kondisi UI semakin terbelah dua. Di mana ada pihak atau kelompok tertentu yang memiliki sentimen pada kepengurusan Rektor UI saat ini.

"Di sini kan seperti ada dua kubu. Maka netralitas kampus harus dijaga," ujar Siane.

Polemik di UI telah dimulai sejak tahun lalu. Persoalan yang tak kunjung usai pun menyebabkan molornya proses pemilihan Rektor UI. Puncaknya adalah saat Ratna Sitompul diberhentikan mendadak dari jabatannya sebagai Dekan FKUI. Selama ini, Ratna dikenal sebagai salah satu motor dalam gerakan UI Bersih yang lantang menyuarakan tata kelola kampus yang baik.


Gumilar Berhentikan Tujuh Dekan di UI
Penulis : Indra Akuntono | Kamis, 2 Agustus 2012 | 11:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak delapan orang pejabat di lingkungan Universitas Indonesia (UI) diberhentikan oleh Rektor UI Gumilar Rusliwa Soemantri. Mereka adalah tujuh orang dekan dan seorang kepala program pascasarjana. Informasi mengenai pemberhentikan delapan dekan ini dari surat elektronik dari Pelita UI atau organisasi perempuan lintas fakultas di UI.

Dalam surat elektronik tersebut disebutkan, tujuh dekan yang diberhentikan adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya (Bambang Wibawarta), Dekan fakultas Teknik (Bambang Sugiarto), Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (Bambang Wispriyono), Dekan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Adi Basukriadi), Dekan fakultas Kedokteran Gigi (Bambang Irawan), Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan (Dewi Irawaty), Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Bambang Shergi Laksmono) dan Ketua Program Pascasarjana (Chandra Wijaya).

Kompas.com mencoba mengkonfirmasi informasi ini kepada Kepala Kantor Komunikasi UI Siane Indriani, Kamis (1/8/2012). Siane membenarkan informasi tersebut, meski tak menyebutkan siapa saja delapan pejabat yang diakhiri masa tugasnya. Ia mengungkapkan, pemberhentian itu bukan atas nama pribadi rektor, melainkan keputusan Majelis Wali Amanat.

"Sesuai dengan masukan dari Majelis Wali Amanat UI," kata Siane, saat dihubungi hari ini.

Sebelumnya, Gumilar juga memberhentikan Dekan Fakultas Kedokteran UI Ratna Sitompul. Alasan pemberhentian Ratna karena dinilai telah selesai masa jabatannya dan dikembalikan ke lembaga asalnya, Kementerian Kesehatan. Pemberhentian Ratna ini sempat menuai protes dari Dewan Guru Besar UI yang meminta Gumilar menarik kembali surat pemberhentian Ratna, karena dinilai sebagai upaya rektor untuk menyusun barisan dalam pemenangan pemilihan rektor bulan Agustus mendatang.

"Rektor telah melakukan tindakan yang sangat tidak elegan, tidak taat asas dan melanggar kesepakatan tanggal 22 Desember 2011 untuk tidak mengambil keputusan strategis," ujar Ketua Dewan Guru Besar UI Prof Biran Affandy, Selasa (10/7/2012), di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Ada pun, pemberhentian para dekan ini disinyalir karena kevokalan mereka atas kepemimpinan Gumilar. Meski pun, pihak universitas membantah hal tersebut.



9 Dekan Nyatakan Mosi Tak Percaya terhadap Rektor UI
Penulis : Caroline Damanik | Kamis, 2 Agustus 2012 | 12:16 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan dekan fakultas di Universitas Indonesia (UI) menandatangani mosi tidak percaya terhadap Rektor UI Gumilar Soemantri, Jumat (31/8/2012), menyusul pemberhentian sejumlah dekan yang dinilai dilakukan secara sepihak. Mosi dikirimkan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh dengan permintaan untuk mengganti Gumilar per 1 Agustus dan menggantinya dengan Wakil Rektor Bidang I.

Kesembilan dekan yang menandatangani mosi tidak percaya itu adalah Dekan Fakultas Kedokteran Ratna Sitompul, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Bambang Irawan, Dekan Fakultas MIPA Adi Basukriadi, Dekan Fakultas Teknik Bambang Sugiarto, Dekan Fakultas Psikologi Wilman Dahlan Mansoer, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Bambang Wibawarta, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bambang Shergi Laksmono, Dekan Fakutas Kesehatan Masyarakat Bambang Wispriyono, dan Dekan Fakultas Ilmu Komputer T. Basaruddin.

Dari kesembilan dekan yang menandatanganinya, tujuh di antaranya adalah dekan yang diberhentikan oleh Gumilar. Kompas.com masih mengusahakan keterangan dari para dekan yang menandatangani mosi ini.

Dalam surat pengantar terhadap Mendikbud, seperti yang diperoleh Kompas.com dari penggiat UI Bersih, Effendy Gazali, para dekan mencantumkan lima keberatan. Gumilar dinilai sudah mengganggu proses belajar mengajar di kampus, terutama dalam penetapan kelulusan dan penandatanganan ijazah. Gaya kepemimpinannya yang otoriter dinilai juga telah meresahkan dan tidak cocok diterapkan di kampurs.

Gumilar juga dinilai tidak dapat menciptakan hubungan kerja yang kondusif dengan para dekan, tidak dapat menjaga keutuhan dan kebersamaan seluruh warga UI dan telah gagal megelola UI dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal ini diperparah dengan keputusan pemberhentian tujuh dekan UI dan satu kepala program pascasarjana kemarin.

Effendy juga mengatakan, Gumilar dinilai salah mengartikan keputusan Majelis Wali Amanat (MWA) tentang pergantian para dekan.

"Menurut para dekan ini, Rektor UI salah mengartikan keputusan MWA. Itu fatal. MWA tidak bermaksud mengganti semua dekan, tetapi dia menerjemahkannya demikian," tuturnya ketika dihubungiKompas.com.

Sementara itu, sehari setelah mosi tidak percaya dari sembilan dekan, Rabu (1/8/2012), Pejabat Dekan Fakultas Ekonomi Jossy P Moeis mengeluarkan pernyataan sikap dengan keberatan yang sama. FE menolak pemberhentian para dekan tersebut dan meminta Rektor menarik kembali surat pemberhentian tersebut.



Pemecatan Dekan FKUI Terkait Pemilihan Rektor?
Penulis : Bramirus Mikail | Selasa, 10 Juli 2012 | 21:55 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan UI Bersih menduga bahwa langkah-langkah pemberhentian dekan FKUI, dr Ratna Sitompul, sebagai upaya dalam rangka memuluskan jalan Gumilar Rusliwa Somantri untuk terpilih kembali sebagai rektor UI untuk masa jabatan lima tahun berikutnya.

Seperti diketahui, masa jabatan Gumilar akan habis pada 14 Agustus 2012 mendatang, sementara penentuan pemilihan rektor yang baru akan dilakukan pada pertengahan Agustus mendatang.

Ade Armando, anggota UI Bersih beranggapan bahwa keputusan Gumilar mengganti Ratna mungkin dimaksudkan untuk mencari pengganti yang diharapkan bisa menjadi pendukung loyalnya saat pemilihan rektor pada Agustus mendatang.

"Bukan tidak mungkin keputusannya ini dimaksudkan agar dia bisa terpilih lagi," katanya, saat ditemui dalam jumpa pers, di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Selasa, (10/7/2012).

Ade menerangkan bahwa saat ini posisi dari Gumilar tidak sekuat seperti dulu. Beberapa dekan di lingkungan Universitas Indonesia, menurut Ade, sudah tidak lagi memberikan dukungan penuh terhadap Gumilar, yang belakangan sering disebut-sebut terlibat sejumlah kasus korupsi oleh KPK.

"Para dekan sekarang sudah berani membuat pertemuan untuk menolak Gumilar. Dua belas dekan tidak kompak lagi. Mungkin tadinya yang bandel cuma dekan dari fakultas kedokteran dan ekonomi, tapi sekarang dekan-dekan yang lain juga sudah marah," tegasnya.

Sementara itu, Ratna mengatakan, dekan memiliki hak pilih untuk menetukan calon Rektor, karena merupakan anggota dari senat akademik universitas. Setiap dekan yang ada di senat akdemik universitas memiliki hak satu suara.

"Hubungan secara tidak langsung memang betul ada. Mungkin dengan saya dicopot, jadi ada satu suara yang pro ke dia (Gumilar). Tapi Anda bisa menilai sendiri," katanya.

Ratna mengatakan, bahwa dirinya tidak pernah mempermasalahkan jika harus diberhentikan, asalkan dilakukan dengan prosedur dan aturan yang benar.

Menurutnya, langkah Rektor yang secara sepihak memberhentikan dirinya sudah menyalahi berbagai kesepakatan dan aturan tentang mekanisme pergantian Dekan di lingkungan Universitas Indonesia, sebagaimana yang sudah disepakati MWA (Majelis Wali Amanat, Rektor, Mendikbud, Dirjen Dikti, dan Tim Transisi bahwa pergantian Dekan baru akan dilakukan sesudah pergantian rektor UI pada pertengahan Agustus.

Sekarang ini. kata Ratna, ada lima dekan lainnya yang juga sudah habis masa kerjanya. Namun mereka semua tidak diberhentikan karena memang sudah ada kesepakatan dan aturan tersebut.

"Apa yang terjadi pada saya bisa terjadi dengan mudah pada dekan lain. Oleh sebab itu saya menghimbau seluruh civitas akedimika menolak perlakuan yang dilakukan rektor," tutupnya.





UI Bersih: Rektor UI Takut Indikasi Korupsinya Terbongkar!
Penulis : Bramirus Mikail | Selasa, 10 Juli 2012 | 13:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Universitas Indonesia Bersih (UI Bersih) menolak keputusan Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar R Somantri untuk memberhentikan Ketua UI Bersih, Dr. Ratna Sitompul, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan dosen Fakultas Kedokteran UI.
Ini semua terkait dengan yang dilakukan Bu Ratna dan kawan-kawan UI Bersih dalam melawan korupsi selama satu tahun terakhir.
-- Ade Armando
Ade Armando, selaku anggota UI Bersih mengatakan, tindakan tersebut dianggap mencerminkan rendahnya pengetahuan dan penghargaan Rektor UI terhadap berbagai kesepakatan dan disiplin tata kelola universitas. Ade juga menambahkan, bahwa sikap tersebut menunjukkan ketakutan Gumilar akan semakin terbongkarnya persoalan mismanajemen dan indikasi korupsi di tubuh UI.
"Ini semua terkait dengan yang dilakukan Bu Ratna dan kawan-kawan UI Bersih dalam melawan korupsi selama satu tahun terakhir," kata Ade di acara jumpa pers di FKUI, Selasa, (10/7/2012), di Jakarta.

Ade menerangkan bahwa Ratna dan UI Bersih secara aktif terus melakukan gerakan pembersihan UI dari korupsi. Terkait hal itu, Ratna dan UI Bersih memang telah secara sengaja bertemu, melapor dan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Indonesian Coruption Watch (ICW).

"Beberapa lembaga sudah mengungkapkan adanya kerugian negara miliaran rupiah yang dilakukan oleh pimpinan UI saat ini," terangnya.

Pencopotan Ratna, lanjut Ade, diduga untuk melindungi rektor dari gugatan yang dilakukan Ratna dan UI Bersih terhadap berbagai bentuk mismanajemen dan indikasi korupsi yang dilakukan Rektor UI di masa kepemimpinannya selama empat tahun terakhir yang terbukti merugikan negara puluhan miliar rupiah.


UI Bersih: Tindakan Gumilar Memalukan
Penulis : Aloysius Budi Kurniawan | Selasa, 10 Juli 2012 | 13:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Gerakan Universitas Indonesia Bersih menilai keputusan Rektor UI Gumilar Somantri memberhentikan Dekan Fakultas Kedokteran UI Ratna Sitompul sebagai tindakan memalukan dan membahayakan. Upaya penyingkiran Ratna dinilai bertujuan melindungi rektor dari gugatan yang dilakukan Ratna dan UI Bersih.

Pada Senin kemarin, Gumilar melayangkan surat kepada Ratna yang berisi pemberitahuan berakhirnya tugas Ratna sebagai dekan dan pelaksana harian Dekan FKUI. Pada hari yang sama, Gumilar mengeluarkan surat penugasan kepada dr Priyo Sidipratmo untuk menjalankan tugas harian sebagai Dekan FKUI.

Juru Bicara UI Bersih Ade Armando, Selasa (10/7/2012) di FKUI, mengatakan, selama ini Ratna dan UI Bersih aktif melakukan gerakan pembersihan UI dari korupsi. Menurut Ade, tindakan Gumilar mencerminkan rendahnya pengetahuan dan penghargaan Gumilar terhadap kesepakatan dan disiplin tata kelola universitas.

"Kalau masa jabatan saya habis, tidak masalah karena bagaimanapun seseorang tidak menjadi dekan selamanya. Namun, yang kami permasalahkan adalah proses ini tidak melalui prosedur. Rektor telah melanggar kesepakatan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta melanggar arahan Majelis Wali Amanat, Dirjen Pendidikan Tinggi, serta tim transisi," papar Ratna.

Sementara itu, Ketua Senat Akademik FKUI Prof Zubairi Djoerhan mengatakan, seluruh keluarga FKUI, mulai dari dosen, mahasiswa, karyawan, dan alumni, sepakat menolak putusan rektor yang menghentikan  Ratna sebagai Dekan FKUI dan mengembalikan ke Kementerian Kesehatan.

Menurut Zubairi, keputusan rektor di luar hasil kesepakatan rektor dengan MWA, tim transisi, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.


Pilrek UI, Kemdikbud Ikuti Proses Hukum
Penulis : Alfiyyatur Rohmah | Sabtu, 7 Juli 2012 | 08:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pemilihan rektor Universitas Indonesia (UI) masih ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan. Penundaan ini berkaitan dengan proses hukum atas gugatan yang diajukan anggota Senat Universitas Chusnul Mar'iyah yang menggugat Kemdikbud, Tim Transisi UI, dan Rektor UI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih menunggu proses hukum yang berjalan. Kemdikbud menyatakan akan mengikuti proses hukum yang berjalan.

"Prinsip dasarnya, setiap proses hukum yang dilakukan dan terkait dengan Kementerian kami sangat hargai. Kalau nanti keputusannya sudah ada, kami akan ikut pada proses hukum yang ada," ungkap Ibnu Hamad, Humas Kementerian Pendidikkan dan Kebudayaan, di Depok, Jawa-Barat, Jumat (6/7/2012).

Menurut Ibnu, belum ada pertemuan dengan tergugat selama ini. Tetapi, Biro Hukum Kemdikbud sudah mengetahui masalah ini dan melakukan pembahasan. Kementerian, tegasnya, tidak terganggu dengan proses hukum ini.

"Kalau tidak begitu, tidak ada kontrol dari masyarakat. Tapi tentu semua pihak menghargai keputusan hukum yang diberi," ujarnya.

Sementara itu, pengajar di Universitas Indonesia yang aktif di Gerakan UI Bersih, Ade Armando, menyayangkan penundaan penyelesaian polemik di pUI. Ia berharap, Kemdikbud memutuskan pemilihan rektor sebelum tanggal 14 Agustus 2012, sesuai dengan habisnya masa jabatan rektor saat ini.


KIP Batalkan Mediasi UI-Save UI
Penulis : Indra Akuntono | Rabu, 14 Maret 2012 | 17:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Informasi Publik (KIP) membatalkan mediasi antara pihak Universitas Indonesia (UI) dan gerakan Save UI yang dijadwalkan digelar pada Rabu (14/3/2012) sore. Pasalnya, pihak pemohon, yaitu Save UI, belum menyiapkan surat kuasa untuk hadir dalam mediasi tersebut.

Penggagas Save UI Ade Armando menjelaskan, batalnya mediasi hari ini lantaran pihaknya belum melengkapi regulasi tata aturan KIP berbentuk surat kuasa untuk menghadiri mediasi. Mediasi yang digelar tertutup itu tidak memperkenankan pihak Save UI mengikuti mediasi tanpa ada surat kuasa yang sah.

"Mediasi batal karena tidak ada surat kuasa dan kami tidak bisa ikut. Segera kami siapkan agar minggu depan mediasi dapat dilaksanakan," kata Ade kepada para wartawan, di Gedung KIP, Jakarta, Rabu (14/3/2012).

Dalam kesempatan itu, anggota Senat Akademik Universitas (SAU) UI ini rencananya akan menuntut tiga hal. Pertama, diberikannya dokumen lengkap mengenai tender perpustakaan UI senilai Rp 127 miliar. Kedua, diberikannya dokumen lengkap tentang dana penelitian dan kerjasama dengan pihak luar.

"Dan ketiga mengenai dokumen perjalanan luar negeri dengan jumlah yang luar biasa. Kita menengarai ada kesalahan di dalamnya," ujar Ade.

Ia mengungkapkan, pihaknya bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) selaku pihak yang menjembatani gugatan itu menduga kuat terjadi praktik korupsi di tubuh UI. Dugaan itu menjadi kuat lantaran pihak tergugat terkesan mengulur-ulur waktu saat dokumen tersebut ditagih.

"Kami duga ini dikorup. Beberapa kali kami meminta dokumen lengkap, tapi jawaban yang diberikan selalu tidak memuaskan," ungkapnya.

Ditemui di lokasi yang sama, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi UI, Ketut Surajaya, yang mewakili pihak tergugat menghargai tata cara dan regulasi KIP. Selanjutnya, ia juga mengaku siap melakukan mediasi ulang sejalan dengan terus dipersiapkannya dokumen yang diminta oleh pihak penggugat.

"Dokumen terus dipersiapkan. Kita siap dan tidak ada yang kami tutup-tutupi," kata Ketut.


Internal UI Kembali Desak Usut Temuan BPK
Penulis : Indra Akuntono | Kamis, 26 Januari 2012 | 11:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga Besar Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Universitas Indonesia (KBA HMI UI) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari beberapa fakultas di lingkungan UI, berkumpul di Fakultas Kedokteran (FK) UI, Kamis (26/1/2012), untuk menyatakan sikap terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka juga menyoroti ketertutupan informasi keuangan di UI.

Seperti diberitakan, beberapa hari lalu, BPK mengungkapnya hasil audit mengenai adanya potensi kerugian negara senilai Rp 45 miliar dalam pengelolaan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.

Menurut BPK, potensi kerugian negara terjadi dalam dua kasus. Pertama, terkait perjanjian kerja sama bangun guna serah tanah milik UI (Asrama PGT) di Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, dengan PT NLL. Kerja sama itu tanpa sepengetahuan dan persetujuan Menteri Keuangan. Proyek ini dinilai berpotensi merugikan negara hingga Rp 41 miliar.

Kedua, rektor UI dinilai tidak cermat dalam pelaksanaan kerja sama dengan JICA (Jepang) untuk membangun Rumah Sakit Pendidikan UI (RSP UI). Akibat keterlambatan pembangunan RSP tersebut, negara terpakasa membayar denda komitmen sebesar 38.508.859 yen atau sekitar Rp 4 miliar.

Ketua KBA HMI UI, Taufik Bahaudin mengatakan, mereka bersinergi dengan gerakan Save UI, Pelita UI, dewan guru besar dan seluruh pihak yang menginginkan UI bersih. Menurutnya, HMI merasa perlu terlibat karena terdorong moralitas untuk mengembalikan martabat UI.

"Kami tergerak untuk ikut terlibat. Kami tetap bagian dari UI. Moral dan pikiran kami terlibat dalam kampus perjuangan ini, maka harus dijaga martabatnya," kata Taufik, Kamis (26/1/2012), di FK UI, Salemba, Jakarta Pusat.

Di tempat yang sama, Ketua Umum BEM Fakultas Ekonomi UI Thantowy Syamsudin mengaku akan terus mengawal kisruh tata kelola UI khususnya hasil audit BPK. Menurutnya, menyelamatkan UI sama dengan menyelamatkan bangsa.

"Sikap kami sudah jelas, atas nama kebenaran dan keadilan kami akan mengawal kasus ini," ujarnya.

Sebagai informasi, aksi yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa ini juga disertai dengan aksi pemasangan spanduk, dan orasi menyatakan sikap.


UI Belum Mau Tanggapi Hasil Audit BPK
Penulis : Indra Akuntono | Jumat, 20 Januari 2012 | 11:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, pihaknya belum mendapatkan laporan mengenai temuan dan hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan universitas. Temuan BPK menunjukkan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 45 miliar dalam pengelolaan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.

Namun, Devie menyangkal temuan BPK yang menyatakan ada dugaan penyelewengan terkait serah tanah milik UI (Asrama PGT) di Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, dengan PT NLL, yang dilakukan tanpa persetujuan Kementerian Keuangan (Kemkeu). Ia mengatakan, UI akan meminta laporan BPK tersebut dan akan memberikan penjelasan terkait temuan itu.

“Kami belum terima laporan tersebut. Tentang itu silahkan cek ke Kemkeu,” kata Devie, Jumat (20/1/2012), di Jakarta.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemdikbud), Djoko Santoso berpendapat, BPK memang sudah menyampaikan apa yang menjadi temuanya di UI. Akan tetapi, kata Djoko, sebaiknya tidak melihat hasil audit ini dari satu sisi.

"Temuan BPK belum tentu ada penyelewengan. Bisa saja ada persoalan administrasi yang belum dapat diselesaikan oleh pihak UI," ujar Djoko.

Ia juga menyatakan, persoalan administrasi selalu menjadi temuan yang dipermasalahkan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Ada pula temuan aset di perguruan tinggi. Aset itu menjadi masalah karena digunakan pihak lain saat statusnya masih milik negara, dalam batas tanggungan pemerintah atau masih dipakai masyarakat.

Seperti diberitakan, BPK menemukan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 45 miliar dalam pengelolaan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat. Hal itu diketahui setelah dilakukan audit.

Anggota BPK, Rizal Jalil, mengatakan, potensi kerugian negara terjadi dalam dua kasus. Pertama, terkait perjanjian kerja sama bangun guna serah tanah milik UI (Asrama PGT) di Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, dengan PT NLL. Kerja sama itu, kata Rizal, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Menteri Keuangan. Proyek ini dinilai berpotensi merugikan negara hingga Rp 41 miliar.

BPK menduga, Rektor UI melakukan kerja sama tanpa sepengetahuan, persetujuan Menteri Keuangan sebagai pejabat yang ditunjuk untuk mengelola aset negara. Hal itu bertentangan dengan PP No 6/2006 dan PP No 38/2008 tentang Aset Negara.

Kedua, rektor UI dinilai tidak cermat dalam pelaksanaan kerja sama dengan JICA (Jepang) untuk membangun Rumah Sakit Pendidikan UI (RSP UI). Pembangunan RSP terlambat sehingga negara harus membayar denda komitmen sebesar 38.508.859 yen atau sekitar Rp 4 miliar.


DPR-BPK: KPK Harus Usut UI
Penulis : Sandro Gatra | Kamis, 19 Januari 2012 | 16:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berharap Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terkait dugaan penyimpangan pengelolaan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat. Pasalnya, BPK menemukan adanya potensi kerugian negara mencapai Rp 45 miliar.

Harapan itu disampaikan Taufik saat menerima anggota BPK, Rizal Jalil, yang menyerahkan hasil audit BPK ke pimpinan DPR, Kamis (19/1/2012).

Dalam laporannya, BPK menemukan potensi kerugian negara di UI senilai Rp 45 miliar dalam dua kasus. Pertama, terkait perjanjian kerja sama bangun guna serah tanah milik UI (Asrama PGT) di Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat, dengan PT NLL. Kerja sama itu tanpa sepengetahuan dan persetujuan Menteri Keuangan.

Menurut BPK, langkah Rektor UI itu bertentangan dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PP No 38/2008 tentang aset negara dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 41 miliar.

Kedua, terkait ketidakcermatan dalam pelaksanaan kerja sama dengan JICA (Jepang) untuk membangun Rumah Sakit Pendidikan (RSP) UI. Pembangunan RSP terlambat sehingga negara harus membayar denda komitmen sebesar 38.508.859 yen atau sekitar Rp 4 miliar.
"Kita harapkan penegak hukum segera usut ini. Kita tidak bisa membiarkan universitas sebagai simbol moral, simbol intelektual, melakukan kecerobohan," kata Rizal.

Seperti diberitakan, Kelompok UI yang tergabung dalam gerakan Save UI telah melaporkan dugaan korupsi dalam beberapa proyek pembangunan di bawah kepemimpinan Rektor Gumilar R Somantri, contohnya terkait dengan pembangunan bulevar dan perpustakaan.



MWA UI Selesai Dibentuk pada Maret 2012
Penulis : Indra Akuntono | Rabu, 18 Januari 2012 | 13:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) Damona Kwintatmi Poespawardjaja mengatakan, MWA UI yang baru, kemungkinan, akan selesai dibentuk oleh tim transisi UI pada Maret 2012.

Ia mengungkapkan, tim transisi baru saja usai melaksanakan sosialisasi tentang penyelesaian persoalan yang terdapat di UI. Pada 16 Januari 2012, sosialisasi dilakukan di kampus UI Salemba, dan sehari setelahnya dilakukan di Balai Sidang UI Depok. Damona menjelaskan, beberapa hal yang disosialisasikan oleh tim transisi adalah pencabutan surat putusan rektor tentang Senat Universitas (SU) karena tidak berdasar, baik pada peraturan presiden maupun Statuta UI.

Selain itu, tim transisi juga meminta agar MWA mencabut pedoman pemilihan pembentukan keanggotaan Senat Akademik Universitas (SAU) yang berdasarkan pada PP 152.

"Ini supaya fair," kata Damona kapada Kompas.com, Rabu (18/1/2012) di Jakarta.

Selanjutnya, kata dia, pada 3 Februari mendatang, para dekan dari semua fakultas yang ada di UI akan menyerahkan masing-masing dua guru besar dan dua non-guru besar untuk masuk sebagai anggota SAU UI yang akan diisi oleh 67 anggota.

Dari jumlah tersebut, 11 orang di antaranya akan diusung menjadi anggota MWA UI yang mewakili unsur akademik.

"Di penghujung Februari, SAU UI saya harap bisa dilantik agar fokus membentuk MWA UI yang baru. Saya rasa Maret mendatang, MWA UI baru itu sudah dapat dibentuk. Namun, hal ini tergantung dari kecepatan kerja tim transisi," ujarnya.

Seperti diberitakan, masa bakti MWA UI lama yang berakhir pada 15 Januari 2012 diperpanjang selama satu bulan. Perpanjangan masa bakti MWA UI masih mungkin dilakukan sampai terbentuknya MWA baru.

Berdasarkan pantauan Damona terhadap kiprah tim transisi UI, kerja tim transisi ini baru benar-benar berjalan setelah SK penugasan dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 31 Desember lalu.

Selanjutnya, Prof Anwar Nasution yang menjadi Wakil MWA UI dalam tim transisi ditetapkan menjadi ketua tim. Sementara itu, kursi sekretaris tim transisi diduduki oleh Prof Tommy Ilyas dari Fakultas Teknik.

Menurut Damona, sosok yang memimpin tim transisi ini cukup luwes. Ia mengatakan, orang-orang yang ada di gerbong tim transisi ini mendapatkan respons positif dari kalangan akademik UI.


Rektor dan MWA UI Berdamai
Penulis : Indra Akuntono | Jumat, 23 Desember 2011 | 00:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kisruh yang terjadi di Universitas Indonesia  akhirnya menemui titik terang. Setelah menghadapi berbagai situasi yang cukup alot, akhirnya Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri berdamai dengan Majelis Wali Amanat UI.

Seusai menggelar rapat dengan kedua belah pihak (Rektor dan MWA), Kamis (22/12/2011) malam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, kedua belah pihak akhirnya telah memiliki kesepakatan yang bulat dan menjadi komitmen bersama. Inti dari hasil rapat malam ini adalah, pertama, Rektor Universitas Indonesia ( UI) dan Majelis Wali Amanat (MWA) dinyatakan masih aktif sebagai organ dalam tubuh UI.

"Kami menggunakan pendekatan semuanya hidup. Karena semuanya hidup, kita bisa berdialog, tapi jika salah satunya mati, maka harus berdialog kepada siapa," kata Nuh dalam jumpa pers di Kemdikbud, Jakarta, Jumat (23/12/2011) dini hari.

Berikutnya, kata dia, disepakati untuk membentuk tim transisi yang keanggotaannya merupakan representasi dari semua pemangku kepentingan, yaitu MWA, eksekutif, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik Universitas (SAU), Dewan Audit, mahasiswa, dan karyawan.

Nuh menjelaskan, tim transisi ini bertugas menyiapkan semua hal yang terkait dengan UI sepanjang masa transisi. Tim ini harus mengusulkan sejumlah nama untuk membentuk tim SAU baru selambat-lambatnya pada 29 Desember 2011 pukul 16.00 WIB.

"Yang paling penting, tim transisi ini harus independen untuk menyiapkan SAU baru karena SAU ini memiliki tugas untuk memilih anggota MWA yang baru. Karena MWA yang sekarang akan berakhir masa baktinya pada 15 Januari 2012," ujar Nuh.

Namun, lanjutnya, jika sampai 15 Januari 2012 tim transisi belum selesai membentuk SAU atau MWA yang baru, MWA yang ada saat ini akan diperpanjang masa baktinya sampai dengan dibentuknya MWA yang baru. "MWA yang baru masa baktinya sampai dengan September 2013. MWA ini juga yang akan memilih rektor yang baru," ucapnya.



ICW: UI Belum Terbuka kepada Publik
Penulis : Ary Wibowo | Rabu, 21 Desember 2011 | 16:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai, Universitas Indonesia sebagai salah satu badan publik belum menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dengan baik. Anggota ICW Divisi Monitoring Dana Pendidikan, Febri Hendri, mengatakan, hal itu tecermin ketika ICW meminta laporan keuangan Universitas Indonesia (UI) beberapa waktu lalu.

"Kami cuma menyampaikan aspek transparansi keuangan UI, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UI belum terbuka sepenuhnya kepada publik," ujar Febri saat jumpa pers di Aula Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2011).
Kami cuma menyampaikan aspek transparansi keuangan UI, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UI belum terbuka sepenuhnya kepada publik
-- ICW
Febri mengungkapkan, ICW sudah dua kali melakukan upaya meminta informasi keuangan kepada Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri. Laporan yang diminta ketika itu terkait informasi mengenai biaya perkuliahan, penggunaan dana proyek UI dengan pihak luar, perjalanan ke luar negeri rektor, dan dana pengadaan gedung Perpustakaan UI.

"Sebenarnya pihak Rektor UI sudah memberikan tanggapan permintaan yang kami ajukan itu. Namun, tanggapan itu masih belum memuaskan kami sebagai pemohon informasi publik. Seperti pada 16 Desember lalu, mereka menyampaikan agar kami disuruh merujuk ke website UI. Namun, di dalam website itu tidak diberikan informasi yang jelas dan akurat," paparnya.

Lebih lanjut, Febri mengatakan, ICW mengajukan laporan informasi tersebut karena melihat beberapa kejanggalan dalam pengelolaan keuangan di UI. Ia mencontohkannya dalam hal perjalanan dinas rektor ke luar negeri.

"Kita lihat banyak perjalanan dinas Rektor UI dan belum dijawab secara maksimal. Begitu juga terkait anggaran Perpustakaan UI, kami belum melihat anggaran DIPA, anggaran kementerian, dan berita acara yang lain. Nah, itu dokumen-dokumen yang kami butuhkan untuk mengklarifikasi dokumen yang kami punya. Seharusnya UI sebagai badan publik memberikan informasi yang akurat," kata Febri.

Sebelumnya, akhir November lalu, sejumlah tokoh dari kampus UI sempat melaporkan Rektor UI Gumilar R Somantri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelompok UI yang tergabung dalam gerakan Save UI melaporkan dugaan korupsi pada beberapa proyek pembangunan di bawah kepemimpinan Gumilar.



Nuh: MWA dan Rektor UI Tetap Diakui
Penulis : Hindra Liauw | Rabu, 21 Desember 2011 | 13:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, keberadaan Majelis Wali Amanat  Universitas Indonesia tetap diakui menyusul berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2011. Nuh juga mengatakan, keberadaan Rektor UI yang saat ini dijabat Gumilar Rusliwa Somantri, juga tetap harus diakui.

Ia meminta agar Majelis Wali Amanat MWA dan Rektor UI harus tetap menjaga suasana akademik di UI.
Dengan berbagai persoalan, jangan sampai terjadi pecat-memecat dan saling meniadakan. Kalau ada persoalan, ya harus kita selesaikan bareng-bareng.
-- Mendikbud M Nuh
"Dengan berbagai persoalan, jangan sampai terjadi pecat-memecat dan saling meniadakan. Kalau ada persoalan, ya harus kita selesaikan bareng-bareng," kata Nuh kepada para wartawan, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (21/12/2011).

Ketika dimintai komentar soal tafsir MWA UI bahwa Gumilar resmi mengundurkan diri per 21 Desember lantaran surat rektor yang menyatakan bahwa dirinya tidak lagi memiliki hubungan kerja dengan MWA sejak berlakunya PP No 66/2011, Nuh enggan berkomentar.

"Saya kira, silakan tafsir-tafsir. Tetapi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai yang mempunyai kewenangan dan otoritas ingin mendamaikan dan mencari solusi agar semua bisa berjalan dengan baik," kata Nuh.

Terkait silang pendapat ini, Nuh mengaku telah berbicara dengan Rektor UI dan MWA UI. Nuh berpesan, agar urusan akademik di UI tak boleh terganggu. Masa keanggotaan MWA UI berakhir pada 12 Januari 2012. Sementara itu, masa bakti Rektor UI akan berakhir pada pertengahan Agustus 2012.

Sebelumnya, MWA menyatakan Gumilar resmi dianggap mengundurkan diri per 21 Desember 2011 setelah mengirimkan surat kepada MWA yang menyebutkan bahwa Rektor UI tak lagi memiliki hubungan kerja dengan MWA.

”Penuh pertanyaan karena di tempat lain, seperti UGM dan Unair, MWA masih berlaku. Lalu, kenapa di UI tidak? Jika Gumilar ingin bertahan ya silakan, tapi MWA UI tetap akan mengirim surat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), termasuk juga menggelar rapat untuk memilih pelaksana harian pengganti rektor,” kata anggota MWA, Akmal Taher.

Namun, Gumilar bersikeras bahwa ia tetap menduduki jabatan saat ini karena pasca-lahirnya PP No 66/2011, menurut dia, MWA tak lagi eksis. Rektor UI, kata Gumilar, berada langsung di bawah Mendikbud.

”Sekarang yang berhak menggantikan hanyalah menteri. Semalam, Pak Menteri menelepon bahwa saya tetap sebagai rektor, dan bisa terus melanjutkan tugas,” kata Gumilar kepada Kompas.com, di Kampus UI, hari ini.



Rektor UI Dinilai Abaikan "Legal Opinion"
Penulis : Indra Akuntono | Kamis, 15 Desember 2011 | 15:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis gerakan Save UI sekaligus dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Effendi Ghazali menilai, Rektor UI Gumilar Rosliwa Sumantri telah mengabaikan berbagai legal opinion atau pendapat hukum yang diberikan oleh sejumlah pakar hukum terkait keberadaan dan fungsi Majelis Wali Amanat UI dalam masa transisi.

Ia menjelaskan, beberapa waktu lalu, Dewan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UI telah mengeluarkanlegal opinion yang menyatakan bahwa selama masa transisi, seluruh lembaga yang memiliki fungsichecks and balances (seperti MWA) tetap ada dan berfungsi.

"Tapi legal opinion ini diabaikan oleh Rektor. Pertanyaannya, mana ada Rektor world class university yang tidak mengakui legal opinion dari Dewan Guru Besar Fakultas Hukum-nya," kata Effendi, di sela-sela aksi mosi tidak percaya yang digelar Pelita UI, di Fakultas Kedokteran UI, Salemba, Jakarta, Kamis (15/12/2011).

Untuk mematahkan pendapat hukum para Guru Besar FH UI, menurut Effendi, Rektor UI menggunakan pendapat dari advokat senior Adnan Buying Nasution. Meski pun, Adnan juga menilai Rektor UI telah bertindak keliru.

"Lagi-lagi (pendapat) ini pun diabaikan," ujarnya.

Masih menurut Effendi, Gumilar juga meminta pendapat hukum dari salah seorang Ketua Muda Mahkamah Agung (MA), yang kemudian menyatakan bahwa MWA tidak berwenang lagi. Namun, tak berselang lama, MA menjawab surat dari civitas akademika UI pada 6 Desember 2011.

Dalam surat jawaban tersebut, Ketua MA menyatakan, pertama, jika legal opinion sifatnya tidak mengikat dan tidak sama dengan suatu putusan atau penetapan pengadilan. Kedua, surat keputusan yang dibuat berdasarkan legal opinion semacam itu bisa di PTUN-kan.

Dalam surat dari Ketua MA juga dijelaskan jika legal opinion semata-mata tergantung pada bahan-bahan yang diajukan oleh pemohon (saat itu Rektor UI), karena jika diajukan dengan bahan-bahan berbeda atau lebih lengkap maka hasilnya bisa berbeda.

Menurut Effendi, surat dari Ketua MA ini langsung disambut oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dalam surat balasan kepada MWA pada 8 Desember 2011.  Dalam jawaban suratnya, Dirjen Dikti mengabulkan permintaan MWA untuk menunda proses penyelesaian draf statuta UI yang diajukan oleh Rektor UI tanpa konsultasi atau persetujuan MWA.

"Jadi, Dirjen Dikti sejalan dengan fatwa Ketua MA, mengakui keberadaan dan kewenangan MWA. Itu berarti Dirjen Dikti mengakui eksistensi MWA," ujarnya.

Gumilar: Pemilihan Rektor Dipercepat? Siapa yang "Milih"?
Penulis : Indra Akuntono | Kamis, 24 November 2011 | 17:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kisruh yang terjadi di Universitas Indonesia (UI) masih terus berlanjut dan belum juga menemukan pangkal penyelesaian. Salah seorang anggota Majelis Wali Amanat (MWA) UI, Akmal Taher, bahkan berniat mengirimkan suratpermohonan percepatan pemilihan rektor UI kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.

Menanggapi rencana itu, Rektor UI Gumilar R Somantri mengaku tak risau. Menurut Gumilar, Akmal Taher bukan anggota MWA. Ia mengatakan, keberadaan Akmal di MWA tanpa surat keputusan (SK).

Gumilar mempersilakan jika ada pihak-pihak yang berniat mengajukan surat permohonan agar pemilihan rektor dipercepat. Ia meyakini, permintaan itu akan disikapi dengan bijaksana oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Terlebih lagi, lanjutnya, posisi MWA sudah diperjelas dengan putusan Mahkamah Agung (MA) bahwa PP 152 masih tetap bisa berlaku hanya ketika tidak bertentangan dengan PP 66/2011. PP ini, menurutnya, sudah menghapus kewenangan MWA sebagai organ tertinggi di universitas tersebut.
Mereka bilang pemilihan rektor agar dipercepat, tetapi siapa yang memilih? PP 66 mengatur jika itu bukan kewenangan MWA. Lalu kenapa harus dipercepat? Apakah MWA punya kewenangan?
"Mereka bilang pemilihan rektor agar dipercepat, tetapi siapa yang memilih? PP 66 mengatur jika itu bukan kewenangan MWA. Lalu kenapa harus dipercepat? Apakah MWA punya kewenangan? Usul kepada menteri ya silakan karena semua orang boleh usul," kata Gumilar kepadaKompas.com di Jakarta, Kamis (24/11/2011).

Seperti diberitakan, Gumilar mengklaim bahwa MWA sudah tidak mempunyai kewenangan apa pun setelah keluarnya PP 66/2011. Hal itu semakin diperkuat oleh pendapat resmi dari lembaga peradilan tertinggi, yaitu MA.

"Kita mau ikut pendapat siapa lagi? Kita kan negara hukum, maka segala sesuatu harus tunduk pada aturan dan kaidah hukum yang berlaku," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada masalah apa pun di dalam tubuh UI.

"Di UI tidak ada masalah, kecuali ada segelintir orang yang mungkin tidak sependapat dengan putusan MA. Saya kira kuncinya harus legowo. Transisi berjalan, lalu semestinya mereka ikut membantu," kata Gumilar.



Faisal Basri: Cukup Sudah, Gumilar...
Penulis : Indra Akuntono | Rabu, 14 September 2011 | 14:35 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Alumnus yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Faisal Basri, mengatakan, Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri harus segera mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menilai, Gumilar lebih banyak melakukan hal yang bersifat pencitraan dan untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal itu dikatakannya saat berorasi di depan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FE UI, Rabu (14/9/2011), di Aula FE UI, Depok, Jawa Barat.

Faisal mengatakan, UI seharusnya mampu mengedepankan diri sebagai penerang dan penawar untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.
"Bagaimana kita mau mengkritisi jika rumah tangga kita sendiri seperti ini," kata Faisal.
Ia juga mengkritik berbagai fasilitas di dalam kampus UI yang dinilainya berbau "asing" dan berbagai proyek di kampus tersebut.

"Kita mengkritisi kasus Nazarudin, tapi rektornya sendiri kacau. Mobil pribadinya diasuransikan menggunakan uang UI. Terus kita diam saja, saya malu," ujarnya.
Faisal mengungkapkan, dirinya lebih baik mundur sebagai dosen jika UI masih dipimpin oleh
Gumilar. Ia mengimbau, Gumilar tidak memperkeruh masalah dan jangan mengintimidasi pegawai yang vokal atas kepemimpinannnya.




"Cukup sudah Gumilar, beristirahatlah dengan tenang. Jadilah dosen yang baik, tobat, dan kembalikan suasana UI yang tenang," kata Faisal.

Siang ini, sejumlah pengajar dan elemen kampus UI menggelar orasi sebagai aksi lanjutan menuntut perbaikan di lingkungan universitas tersebut. Kritik atas kepemimpinan Rektor UI dipicu oleh pemberian gelar doktor honoris causa kepada Raja Arab Saudi, yang kemudian meluas hingga ke pola kepemimpinan Gumilar dan tata kelola UI.

Pihak Rektorat UI sendiri belum mengeluarkan pernyataan terkait tuntutan yang dilayangkan pegawai, pengajar, ataupun mahasiswa. Senin lalu, Rektorat UI meminta waktu untuk memberikan tanggapan. Sementara Kepala Komunikasi UI Vishnu Juwono, yang dihubungi Kompas.com, malam tadi, mengatakan, pihaknya menyerahkan penyelesaiannya kepada Kemdiknas karena pangkal persoalan menyangkut instrumen hukum yang merupakan ranah pemerintah.



Tiga Opsi untuk Polemik UI
Penulis : Indra Akuntono | Rabu, 14 September 2011 | 08:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh kembali mengimbau pihak Universitas Indonesia (UI) agar dapat segera menyelesaikan segala permasalahannya secara internal dengan tiga opsi yang dikemukakan. Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan dirinya dengan pihak UI yang diwakili oleh seluruh elemen, yaitu rektor beserta jajaran dan yang mewakili, Dewan Guru Besar (DGB) UI, termasuk Majelis Wali Amanat (MWA).

Tiga opsi Mendiknas yang diberikan kepada UI adalah, pertama, diperpanjangnya kepengurusan MWA, artinya organ MWA masih ada. Kedua, terkait dengan pemilihan rektor, UI bisa memilih jika pemilihan rektor akan dilakukan oleh MWA saat ini. Ketiga, diganti semua organ yang ada di dalam UI sesuai dengan apa yang diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 66 terkait masa transisi UI.

"Artinya tidak ada lagi MWA, yang ada itu seperti dewan pertimbangan, satuan pengawas dan senat universitas, sesuai dengan PP no 66," kata Nuh, Selasa (13/9/2011) malam, di Jakarta.
Sebenarnya, tiga opsi yang dikemukakan oleh Mendiknas sudah pernah dilontarkan beberapa waktu lalu. Namun, opsi tersebut kembali dipertegas dalam pertemuan yang berlangsung tadi malam selama sekitar 4 jam. Ia menegaskan, ketiga opsi yang ia berikan kepada UI seyogianya untuk melatih dan UI diberikan kebebasan jika ingin mengembangkan opsi-opsi tersebut.

Nuh juga mengungkapkan, yang menarik dalam pertemuan kali ini adalah tentang adanya kesepakatan dari seluruh pihak untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara internal. Mendiknas memberikan penghormatan khusus atas kesepakatan tersebut.
"Ini harus diselesaikan oleh UI sendiri. Artinya mereka sepakat tidak ingin urusan ini melebar kemana-mana. Ini urusan domestik UI, dan mereka sepakat tidak perlu melibatkan pihak luar," ujar Nuh.

Mendiknas mengundang seluruh pihak yang berseteru untuk menemukan jalan keluar atas polemik UI yang memanas dalam beberapa pekan terakhir. Situasi di UI semakin meruncing dengan adanya ancaman mogok kuliah dari para mahasiswa dan pengajar. Selain dua pengajar FISIP UI, Tamrin Amal Tomagola dan Effendi Gazali, para dosen di Fakultas Kedokteran juga menyatakan akan mogok mengajar mulai hari ini.



Effendi: Tak Ada Penggulingan Rektor UI!
Penulis : Indra Akuntono | Senin, 12 September 2011 | 17:50 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Koordinator Forum Pemerhati Pendidikan Nasional Effendi Gazali untuk kesekian kalinya kembali menegaskan pihaknya sama sekali tidak bermaksud untuk menggulingkan Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri. Ia juga menyangkal jika dirinya disebut-sebut ikut andil sebagai aktor utamanya. Hal itu diungkapkannya menyusul beredarnya sebuah dokumen yang menuding adanya skenario untuk menggulingkan Gumilar.

"Kami di sini tidak ada maksud untuk menggulingkan Rektor UI. Yang kami lakukan itu untuk UI yang lebih baik. Saya merasa perlu hadir karena saya adalah dosen pengajar UI," kata Effendi, Senin (12/9/2011), di Kampus UI, Depok, Jawa Barat.

Ia berharap perguruan tinggi seperti UI tidak seperti lembaga-lembaga lainnya yang justru kompak menutup-nutupi ketika ada aib yang terungkap.

"Apakah kita mau seperti mereka? Kami sama sekali tidak mau menggulingkan rektor, hanya mau membeberkan fakta. Mendiknas juga menawarkan perbaikan tata kelola yang ada," katanya.

Terkait dengan adanya permainan partai politik di balik kisruh UI, Effendi mengaku masih menyelidikinya. Ia mengatakan, tidak ingin berspekulasi karena belum ada bukti siapa yang berada di belakang seluruh polemik ini. Menurut dia, hal terpenting adalah Mendiknas dapat segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini.

"Mereka keliru jika UI bisa di-setting oleh partai politik," tuturnya.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UI Ratna Sitompul secara tidak langsung menolak opini yang muncul di tengah masyarakat UI yang mengatakan jika FK mempersoalkan posisi rektor yang dipegang oleh orang non-FK.

Ratna menegaskan, pihak FK maju melawan tirani UI semata karena tata kelola yang dinilai buruk. Dia mencontohkan, salah satunya adalah masalah dana penelitian yang pencairan dan pertanggungjawabannya bermasalah.

Ratna mencontohkan untuk pencairan dana penelitian Rp 300 juta, dibagi ke dalam tiga tahap pencairan. Untuk tahap pertama tidak ada masalah, tetapi selalu ada masalah pada tahap pencairan yang kedua dan ketiga.

"Untuk surat pertanggungjawaban setelah penelitian, kami tidak pernah diberi tahu tentang apa-apa saja yang harus disampaikan. Apakah itu boarding pass, tulisan harus tinta biru. Ini harus ada standar operasional prosedurnya. Sampai saat ini belum ada," ujarnya.
Ratna sama sekali tidak mempersoalkan jabatan rektor UI dipegang oleh pejabat dari fakultas mana saja. Baginya, semua orang sama-sama memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama.

"Ini persoalan tatanan nilai yang nantinya harus diajarkan kepada anak didik. Baru kali ini UI kisruh besar di lingkungan internal. Karena biasanya UI selalu ramai mengurus persoalan di luar," kata Ratna.



Inilah Alasan UI Beri Gelar HC Raja Abdullah
Penulis : Ester Lince Napitupulu | Kamis, 1 September 2011 | 18:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rektor Universitas Indonesia Gumilar Ruswila Somantri mengatakan, keputusan UI memberikan gelar doktor Honoris Causa (HC) kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis di bidang perdamaian dan kemanusian sudah melalui kajian dan landasan berpikir yang holistik. Raja Arab Saudi dinilai punya peran dalam perdamaian dan kemanusiaan di tingkat global.
Berikut adalah pertimbangan-pertimbangan yang membuat Raja Arab Saudi menerima gelar doktor HC dari UI.

1. Raja Arab Saudi dianggap melakukan langkah-langkah modernisasi Islam di Arab Saudi. Contohnya, beliau mendirikan King Abdullah University of Science and Technology yang membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan kuliah bersama.

2. Raja mendukung pengembangan perekonomian yang berbasiskan energi terbarukan. Untuk mewujudkan ini, Raja membangun sains dan teknologi untuk menghasilkan riset-riset.

3. Raja Arab Saudi dinilai aktif mengembanghkan dialog lintas keagaamaan, utamanya Islam-Yahudi-Kristen. Termasuk juga memberikan pemahaman bahwa terorisme tidak terkait ajaran Islam, namun masalah dimensi ketidakadilan.

4. Raja Arab Saudi juga dinilai aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur tengah, terutama masalah Palestina-Israel. "Konsep pemikiran beliau disampaikan ke PBB. Meskipun tidak diterima, pemikiran beliau visioner dan berpihak kepada semua pihak," jelas Gumilar.

Gumilar menjelaskan, dalam aturan dan mekanisme pemberian doktor HC dari UI ada perbaikan-perbaikan di masa awal kepemimpinannya yang juga dengan kajian-kajian yang melibatkan unsur-unsur di UI. Perubahan tersebut mengacu pada pemberian HC di luar negeri yang dibuat lebih mudah.

"Termasuk juga dalam kondisi tertentu bisa diberikan di luar kampus. Untuk kasus Raja Arab Saudi ini, kan, karena beliau sudah sepuh. Hal seperti itu juga pernah UI lakukan saat pemberian gelar doktor HC untuk tokoh Buddha di Jepang," katanya.

Menurut Gumilar, sekitar 20 tahun belakangan UI sangat jarang memberikan gelar doktor HC kepada tokoh-tokoh atau orang yang memiliki kelayakan menerima gelar tersebut. Padahal, UI yang masuk dalam kampus berkelas dunia perlu proaktif memberikan gelar doktor HC.

Seperti diberitakan, pemberian gelar HC kepada Raja Abdulah bin Abdul Azis itu dilakukan di Arab Saudi, Minggu (21/8/2011) lalu. Sejumlah kalangan menilai pemberian gelar itu tidak tepat, baik dari pihak internal maupun eksternal.

Selain karena kurang mempertimbangkan pendapat para guru besar (internal), juga berkembang keberatan karena Pemerintah Arab Saudi dinilai melakukan banyak pelanggaran HAM, terutama berkait dengan pemancungan TKI beberapa waktu lalu.



Rektor: Bilang UI Komersial, Itu Omong Kosong
Penulis : Rosdianah Dewi | Kamis, 2 Juli 2009 | 18:34 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Rektor Universitas Indonesia Profesor Gumilar Rusliwa Somantri membantah saat ini UI bersifat berubah menjadi komersial sehingga masyarakat golongan menengah bawah tidak mampu mengecap pendidikan di kampus tesebut.
"Itu omong kosong. Datang ke hadapan rektor, jangan hanya cerita-cerita yang mendiskreditkan karena kelemahannya sendiri," ujarnya saat ditemui di Gedung Rektorat UI, Depok, Kamis (2/7).

Gumilar menjelaskan, begitu pihaknya mendapat informasi calon ada mahasiswa yang tidak melakukan pendaftaran ulang, maka pihak UI akan menelepon mereka satu per satu ditanyakan alasan kenapa tidak mendaftar ulang. "Kalau ada yang bilang enggak punya uang datangkan dia, beri dia beasiswa," tegasnya

Menurutnya, banyak pihak yang mendiskreditkan UI, bermula dari kekecewaan calon mahasiswa karena tidak lolos ujian masuk. "Memang sering kali orang menumpahkan kekesalannya dengan cara menjelek-jelekkan UI karena dia tidak berhasil masuk UI. Yang diterima cream of the cream hanya orang-orang terbaik yang dapat masuk UI," terangnya.
Lebih jauh ia menerangkan biaya kuliah di UI sama sekali tidak mahal, per semesternya uang kuliah yang harus dikeluarkan mahasiswa mulai dari Rp 100.000 dan yang paling mahal sebesar Rp 7.000.000.

"Saya sebagai orangtua mengalami sendiri, tiap semester orangtua membayar uang sekolah anak sekolah dan les jauh lebih mahal dari UI," tuturnya.

Ia menilai, untuk mendapatkan pendidikan, masyarakat memang harus mengeluarkan biaya sebagai investasi.

"Kalau mau gratis dari mana dananya? Dari negara? Negara sendiri mendapat dana dari pajak yang dibayar masyarakat. Tapi, masyarakat menjadi membayar pajak secara teratur?" tanyanya.



Fav
0
Click here to add to Favorites.

Chirpstories

Open Menu















1 komentar:

vvu mengatakan...

Thank you for this article. It's really helpful for us. Virtual Voyage College, Indore is one of the best colleges in India. Advertising & Public Relations Management Courses in India