Selasa, 09 Oktober 2012

Calon Kesehatan Mendominasi? Mengapa bisa?

23 Nama Balon Rektor UI

DEPOK, KOMPAS.com - Tahap verifikasi bakal calon rektor Universitas Indonesia (UI) akhirnya selesai. Enam nama ditambahkan dalam daftar nama balon rektor UI yang lolos verifikasi pada hari terakhir tahap verifikasi, Senin (10/9/2012).

Akhirnya, setelah melakukan verifikasi terhadap 27 nama yang mendaftarkan diri, sebanyak 23 nama dinyatakan lolos verifikasi oleh Panitia Pemilihan Rektor UI 2012-2017. Berikut ke-23 nama balon rektor UI tersebut. Enam nama terakhir adalah nama-nama balon rektor yang baru saja dinyatakan lolos verifikasi.

1. Ketua Kelompok Studi Mutu Layanan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM UI), Hafizurrachman
2. Guru Besar FKM UI dan mantan Ketua Program Pascasarjana UI, Purnawan Junadi
3. Notaris, PPAT, dan Pejabat Lelang Kotamadya Jakarta Selatan, Franz Astani
4. Guru Besar Fakultas Teknik UI, Rinaldy Dalimi
5. Guru Besar Fakultas Kedokteran UI dan Deputi Menteri Bidang Jaringan Iptek ad interim, Amin Soebandrio
6. Kepala Pengembangan dan Pelayanan Sistem Informasi UI, Riri Fitri Sari
7. Guru Besar Fakultas Hukum UI dan mantan Dekan FH UI, Hikmahanto Juwana
8. Dekan Fakultas Teknik UI, Bambang Sugiarto
9. Mantan Wakil Rektor UI, Darminto
10. Guru Besar FT UI, Johny Wahyuadi M Soedarsono
11. Dokter di RS Pusat Pertamina, Norman Zainal
12. Direktur Direktorat Kemitraan dan Inkubator Bisnis UI dan Guru Besar FKM UI, Wiku Adisasmito
13. Dekan dan Guru Besar Fasilkom UI, T Basaruddin
14. Wakil Rektor UI, M Anis
15. Dekan FKM UI, Bambang Wispriyono
16 Mantan Rektor UI dan Guru Besar FISIP UI, Gumilar Rusliwa Somantri
17. Dekan FISIP UI, Bambang Shergi Laksmono
18. Dosen Fakultas Kedokteran UI, Peni Kistijani Samsuria
19. Rektor International Islamic University Malaysia, Erry Yulian Triblas Adesta
20. Staf Ahli Menteri Keseharan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, Agus Purwadianto
21. Ketua Program Studi Rehabilitasi Medik FK UI, Widjajalaksmi Kusumaningsih
22. Guru Besar Fakultas Teknik UI, Tresna Priyana Soemardi
23. Ahli Peneliti di Kementerian Koperasi dan UKM, Johnny Walker Situmorang

Para balon rektor UI ini diminta untuk segera menuliskan visi, misi, program kerja, dan materi kampanye lainnya di situs resmi pemilihan rektor UI atau melakukan cyber campaign. Panitia sudah membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk memberikan penilaian dan tanggapan terkait bakal calon rektor UI sampai 21 September mendatang.





Cyber Campaign

Cyber Campaign

Pemilihan Rektor UI periode 2012-2017


Cyber campaign: sarana kampanye melalui Internet yang disediakan oleh Panitia Khusus Pemilihan Rektor sebagai media untuk Bakal Calon Rektor (BCR) mempersuasi dan meyakinkan pemilih (SAU dan MWA) akan visi, misi, dan program-programnya. Kampanye melalui media Internet juga memberi kesempatan kepada BCR untuk memperkenalkan diri dan program kerjanya ke seluruh sivitas UI. Walaupun pemilihan Rektor di UI dilakukan oleh SAU dan MWA, tetapi kampanye melalui media dapat memberikan kesempatan pada sivitas UI untuk berinteraksi dengan peserta pemilihan, termasuk menyalurkan aspirasinya.

 

Tujuan Cyber campaign

  1. Memberikan sarana bagi BCR untuk memperkenalkan, mempersuasi dan meyakinkan SAU dan MWA akan visi, misi, dan program kerjanya.
  2. Memperkenalkan BCR kepada masyarakat, khususnya sivitas akademika UI.
  3. Memberikan sarana bagi BCR untuk menjaring aspirasi sivitas akademika UI.
  4. Memberikan sarana interaksi BCR dengan warga UI
  5. Meningkatkan pengakuan warga UI terhadap hasil pemilihan rektor.
  6. Efisiensi biaya kampanye para bakal calon.
  7. Meningkatkan citra UI sebagai e-university.

 

Kegiatan dalam Cyber Campaign


Cyber Campaign dapat dibagi beberapa kegiatan, yaitu:
  1. Profil BCR dan kampanye satu arah (cyber campaign 1)
  • Halaman Personal BCR (Profil BCR) di website Pilrek. Semua BCR akan diberikan satu halaman dimana mereka dapat memperkenalkan diri, visi, misi, dan program kerjanya kepada pemilih (SAU dan MWA) dan masyarakat.
  • Periode pelaksanaan: 27 Agustus – 21 September 2012
  • Pelaksana:
    • Bakal Calon Rektor: Membuat materi kampanye untuk halaman profil dan kampanye bebas
    • Publik : Menyimak kampanye
  • Media : Website Pemilihan Rektor UI
  • BCR sangat perlu segera melengkapi profil dan kampanye ini. Kurang lengkapnya halaman personal BCR dapat dipersepsikan sebagai ketidaksiapan BCR ataupun sebagai kurang terbukanya BCR terhadap tanggapan masyarakat akan visi / misi dan program kerjanya.
  • Panitia tidak memoderasi apa yang ditulis / ditanggapi oleh BCR.

  1. Diskusi dan Komentar (bagian dari Kampanye Interaktif)
  • Sivitas akademika UI dan masyarakat luas diharapkan memberikan komentar maupun pertanyaan kepada BCR.
  • Periode pelaksanaan: 11 – 20 September 2012
  • Pelaksana:
    • Bakal Calon Rektor: Aktif menanggapi pertanyaan dan tanggapan. BCR wajib menjawab pertanyaan dari Panitia (lihat bagian kampanye bertema). Walaupun BCR tidak diwajibkan untuk menanggapi setiap pertanyaan / tanggapan dari masyarakat, BCR sangat diharapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sebagian besar komentar masyrakat.
    • Panitia: Memonitor dan Moderasi aktifitas kampanye, memberikan wacana untuk dijawab oleh BCR, Menganalisis aspirasi warga UI untuk dijadikan sebagai wacana kampanye. Memoderasi pertanyaan dan  tanggapan dari masyarakat.
    • Publik : Aktif memberikan pertanyaan dan tanggapan melalui website dan social media. Setiap
  • Media : Website Pemilihan Rektor UI, Twitter @pilrekUI, email
  • Komentar dapat diberikan melalui website.
    • Bagi sivitas akademika UI, komentar dapat dikirimkan dengan menggunakan akun sso (yaitu akun UI yang digunakan oleh sivitas academica untuk mengakses semua system di UI, seperti SIPEG dan SIAK NG).  
    • Masyarakat luas juga dapat mendaftar untuk mendapatkan akun, dengan cara: (1) mengisi formulir di website pemilihan rektor; (2) meng-upload scan KTP; (3) meng-upload photo; (4) menunggu maksimal 1 x 24 jam untuk aktifasi dari panitia; (5) notifikasi akan dikirim melalui email.
  • Semua komentar akan dimoderasi oleh panitia. Aturan moderasi:
    • Bahasa yang sopan dan santun.
    • Tidak mengandung unsur SARA.
    • Tidak flaming (memanas-manasi), tidak trolling (keluar dari topik pembicaraan), dan tidak junking (memasang post yang tidak berguna).
    • Panitia memiliki hak untuk mencabut publikasi suatu komentar, jika dirasa tidak pantas
    • Moderasi terhadap komentar / pertanyaan masyarakat akan diberikan antara jam8.00 – 22.00 wib.
    • Tidak ada moderasi terhadap tanggapan dari BCR terhadap komentar ataupun pertanyaan yang diajukan masyarakat (UI dan luar UI).
  • Komentar juga dapat diberikan melalui email tanggapanmasyarakat@ui.ac.id Dengan catatan:
    • Komentar / pertanyaan dapat diarahkan ke semua BCR, atau ke BCR tertentu.
    • Setiap pemberi komentar wajib menuliskan nama lengkap, institusi dan saat ditayangkan di web ingin anonym (ya / tidak).
    • Setelah dimoderasi, komentar / pertanyaan akan ditayangkan di website di halaman  “komentar melalui email”.
    • Semua pertanyaan dan tanggapan akan didokumentasi oleh panitia dan dibuat resumenya.
  • Komentar juga dapat diberikan melalui Twitter@pilrekUI. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tulisan dengan:
    • menyebutkan @pilrekui.
    • Pertanyaan yang diajukan akan diindeks oleh panitia melalui akun @pilrekUI.
    • Resume dari pertanyaan yang diajukan akan ditayangkan di website dan dilaporkan di laporan akhir cyber campaign.

  1. Penjaringan Aspirasi 
Masyarakat, khususnya civitas UI, dapat menyalurkan aspirasi mereka ke panitia pemilihan rektor melalui media yang telah disediakan (yaitu website, twitter dan email). Aspirasi yang diungkapkan lewat website akan dapat dibaca oleh setiap orang (di halaman “aspirasi”). Panitia akan membuat resume dari aspirasi yang diungkapkan lewat twitter dan email, dan kemudian melayangkan aspirasi tersebut ke website pemilihan rektor.

  1. Kampanye bertema (bagian dari kampanye interaktif). Pada hari-hari tertentu, panitia akan memberikan suatu wacana atau pertanyaan di halaman utama website. Aturan:
    • Tema kampanye ditentukan oleh panitia berdasarkan aspirasi yang masuk, baik melalui email, twitter maupun website.
    • Seluruh BCR  wajib menanggapi wacana tersebut dengan memanfaatkan fasilitas menulis materi kampanye.
    • Tanggapan sudah harus selesai dituliskan di waktu yang ditentukan panitia (misalnya untuk wacana yang dihadirkan pada jam 9.00, jawabannya sudah harus selesai ditulis pada jam 21.00).
    • BCR tidak dapat langsung mempublikasikan tulisannya. Panitia akan mempublikasikan tulisan BCR secara bersamaan. Ketentuan ini dibuat untuk menghindari tuduhan akan kemiripan tanggapan adalah karena BCR tertentu meniru jawaban BCR lain.
    • Tanggapan BCR yang diubah setelah batas waktu akan di-unpublish dan diubah menjadi tidak terjawab.

  1. Info Rahasia. Masyarakat dapat mengadukan salah seorang BCR melalui emailtanggapanmasyarakat@ui.ac.id (dengan menyertakan bukti-bukti dari pengaduan tsb). Panitia akan memverifikasi tuduhan ini. Jika tuduhan terbukti, panita akan melanjutkannya ke SAU dan MWA sebagai organ yang melakukan seleksi di tahap berikutnya.






January 4, 2010

Sejarah Ringkas Universitas Indonesia

Filed under: Lulusan UI — rani @ 4:02 pm
Memasuki  awal tahun 2010 ini, penulis mencoba untuk memuat berbagai tulisan atau hal lainnya yang berkaitan dengan masa lampau tentang UI.  Karena ternyata  generasi sekarang kurang memahami tentang semangat yang menjiwai para pengelola UI masa lampau. Mudah-mudahan dapat menjadi “benang merah” bagi UI di masa sekarang dan masa mendatang.
Sejarah Universitas Indonesia sesungguhnya bermula jauh sebelum tanggal 2 Februari 1950. Sebelum itu telah ada Balai Pendidikan Tinggi R.I. Bahkan masa pendahuluan Universitas Indonesa dapat ditarik lebih jauh lagi ke dalam jaman penjajahan.
Perguruan tinggi lainnya yang mendahului Universitas Indonesia adalah “Universiteit van Indonesie” yang didirikan oleh NICA (Netherlands Indies civil administration) pada tahun 1946. Sampai tahun 1949 “Universiteit van Indonesie” ini tidak saja berpusat di Jakarta tetapi juga meliputi kota-kota lainnya di Surabaya (Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi) dan di Makassar (Fakultas Ekonomi) juga di Bandung dan Bogor ada Fakultas-fakultasnya.
Segera setelah Negara Indonesia diproklamasikan didirikanlah Lembaga Pendidikan yang merupakan gabungan dari “ Universiteit van Indonesie” dengan “ Balai Pendidikan  Tinggi R.I.” Nama yang diberikan kepada Lembaga pendidikan yang baru itu ialah “Universitas Indonesia” yang kita kenal sekarang. Dalam tahun-tahun pertama Universitas Indonesia dibawah pimpinan Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokrohadisoerjo (alm) sebagai Presiden dibantu oleh Profesor W. Z.  Johannes.Pada tahun 1951-1954 pimpinan kemudian diserahkan kepada Prof. Mr.Dr. Soepomo (alm) yang juga menjabat guru besar luar biasa pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Kemasyarakatan di Jakarta.
Tugas untuk menyatukan kedua Lembaga Perguruan Tinggi yang ada sebelumnya sungguh tidak ringan. Kuliah-kuliah yang ada pada mulanya diberikan dalam bahasa Belanda. Tetapi mulai tahun 1951 dikeluarkanlah peraturan Menteri Pendidikan Pengajaran & Kebudayaan yang mengubahnya menjadi bahasa Indonesia. Demikian pula peraturan-peraturan lain berangsur-angsur diambil oleh Pimpinan Universitas Indonesia sehingga pada tahun 1951 terdapat 10 buah fakultas-fakultas yang letaknya tersebar di kota-kota Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya dan Makassar (Ujung Pandang).
Fakultas-fakultas di Jakarta adalah gabungan dari Fakultas-fakultas Balai Perguruan Tinggi (Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastera) dengan fakultas-fakultas dari “Universiteit van Indonesie” (Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastera dan Ekonomi). Sedangkan Fakultas-fakultas di tempat lainnya (Bandung, Bogor, Surabaya, Makassar) adalah lanjutan dari “Universiteit van Indonesie”.
Prof.Mr.Dr. Soepomo dalam pidato Dies Natalis Universitas Indonesia yang keempat pada tahun 1953 menggambarkan bagaimana dimulianya usaha meng “Indonesiasi”, sebagai langkah pertama dalam mengembangkan Universitas Indonesia. “Indonesiasi”, ini pertama-tama menyangkut kurikulum dan staf pengajar. Bahwa Universitas Indonesia mempunyai cita-cita untuk menjadikan dirinya suatu Lembaga Perguruan Tinggi yang berguna bagi pembangunan masyarakat dan Negara Indonesia Nampak dalam usaha “Indonesiasi” ini. Istilah yang dipergunakan ialah otonomi Universitas yang meliputi kerochanian dan otonomi materiel. Otonomi Universitas dari ideelnya mempunyai arti kebebasan berbicara, berpikir dan melakukan penelitian.
Pada tahun 1954 Fakultas Kedokteran cabang Surabaya serta Lembaga Kedokteran Giginya dipisahkan dari Universitas Indonesia untuk menjadi bagian dari Universitas Airlangga yang pada tahun itu berdiri di sana. Demikian pula pada tahun 1955 Fakultas Ekonomi cabang Makasaar serta Fakultas Hukum yang sementara itu telah dibuka di sana, dipisahkan pula untuk menjadi Universitas Hasanuddin. Dengan demikian sejak itu Universitas Indonesia hanya tersebar di tiga kota yakni Jakarta, Bogor, dan Bandung. Masa itu dikenal dengan sebutan “Masa Tiga Kota ”dari tahun 1955 -1959”.
Pada tahun 1959 menyusul Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam di Bandung menggabungkan diri dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang didirikan di sana. Walaupun sampai tahun 1960 Universitas Indonesia masih mempunyai Akademi Pendidikan Jasmani di Bandung, tetapi dapat dikatakan bahwa sejak berdirinya ITB, maka pada tahun 1959 sampai tahun 1963 Universitas Indonesia hanya meliputi Lembaga-lembaga Pendidikan yang sebagian terbesar terdapat pada kota-kota Jakarta dan Bogor. Karenanya periode ini dikenal dengan nama “Masa Dua kota”.
Pada permulaan “masa dua kota” ini (1958-1962) Universitas Indonesia dipimpin oleh Ketua Presidium Profesor Dr. Sudjono Djuned Pusponegoro, dan anggota-anggotanya, masing-masing Profesor Djoko Sutono, SH dan Profesor Tan Tjoe Siem SH. Sebelumnya Universitas Indonesia dipimpin oleh Profesor Bahder Djohan gelar Marah Besar sebagai Presiden yang ketiga. Tahun 1962 nama jabatan Presidium diubah menjadi Rektor. Berhubung Profesor Sudjono Djuned Pusponegoro diangkat menjadi Menteri maka jabatan Rektor digantikan oleh Let. Kol. TNI dr. Sjarif Thayeb (sekarang Let. Jen) dengan pembantu-pembantunya Prof.Dr. Slamet Iman Santoso sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademi, Profesor Umar Seno Adji, SH selaku Pembantu Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan  dan Profesor Dr. Ir. Moh. Sadli selaku Pembantu Rektor bidang Administrasi dan Keuangan bertugas keluar negeri maka masing-masing digantikan oleh Profesor M. Djoewari (alm) dan Drs. Teuku Umar Ali. Sedangkan sekretaris Senat Universitas dipegang oleh Profesor. Dr. Mr. Soekantosampai beliau meninggal pada tahun 1961. Dalam jabatan itu beliau berturut-turut digantikan oleh Profesor Hendarmin Sastrosupeno (alm) dan Profesor. Dr. slamet Iman Santoso.
Sejak tanggal 11 Februari 1964 kampus Universitas Indonesia hanya terdapat di Jakarta saja, setelah pada tanggal itu “Institut Pertanian Bogor” (IPB) dipisahkan dari Universitas Indonesia. Mengingat sejarah dan peranannya maka tidaklah mengherankan apabila Universitas Indonesia menjadi Universitas Utama di Jakarta.
Dalam masa itu Universitas Indonesia hanya mempunyai 7 buah fakultas yang kemudian diperluas menjadi 10 fakultas guna menampung hasrat para muda-mudi Indonesia untuk memperoleh keahlian dan pengetahuan yang sangat diperlukan bagi pembangunan.
Fakultas-fakultas yang berada di lingkuangan Universitas Indonesia hingga kini adalah:
1.      Fakultas Kedokteran
2.      Fakultas Kedokteran Gigi
3.      Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
4.      Fakultas Teknik
5.      Fakultas Hukum
6.      Fakultas Ekonomi
7.      Fakultas Sastra
8.      Fakultas psikologi
9.      Fakultas Ilmu-ilmu Sosial
10. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sedangkan Rektor-rektor yang pernah memimpin Universitas Indonesia yakni:
1.      Prof.Ir.R.M. Pandji Soerahman (1950-1951)
2.      Prof.Mr.Dr. Soepomo (1951-1953)
3.      Prof.Bahder Djohan (1954-1958)
4.      Prof.Dr. Sudjono Djuned Pusponegoro (1958-1952)
5.      Let. Jen. Dr. Sjarif Thayeb
6.      Prof.Dr.Ir. Soemantri Brodjonegoro (1964-1968) dan (1968-1973)
7.      Prof.Dr. Mahar Mardjono (1973-1978)
(sumber: Buku Sarjana Universitas Indonesia 1950-1975 terbitan HUMAS UI 1976)
sumber: http://staff.blog.ui.ac.id/rani/2010/01/04/sejarah-ringkas-universitas-indonesia/


Bungkamnya BEM-BEM UI: Tak Peduli, Pengecut atau Dikadali?

Ade Armando (29 januari 2012)
Salah satu hal yang nampak nyata dalam kisruh UI yang berlangsung saat ini adalah bungkamnya sebagian besar Badan Eksekutif Mahasiswa UI.
Memang masih ada setidaknya tiga BEM yang secara konsisten menggugat korupsi dan kebobrokan Ui di bawah Rektor Gumilar Somantri: BEM Fakultas Ilmu Komputer, BEM Fakultas Ekonomi dan BEM Fakultas Kedokteran. Namun yang lainnya, bungkam seribu bahasa. Di kampus UI Salemba setidaknya sampai kemarin (28 Januari 2012) terpampang spanduk dan poster dari tiga BEM itu yang berisikan tuntutan agar ada pengusutan tuntas atas korupsi di UI.
Tapi hanya itu. Hanya 3 BEM.
Ini menyedihkan karena kebusukan Rektor UI sebenarnya terpampang jelas. BPK sudah menyatakan gara-gara kelakuan Rektor yang semena-mena dalam hal pembangunan Rumah Sakit dan melego asrama mahasiswa Pegangsaan Timur, negara dirugikan Rp 45 miliar. KPK sudah melakukan penyidikan atas dugaan korupsi. Indonesian Corruption Watch sudah melapor ke Komisi Informasi Publik tentang ketertutupan Rektor untuk mengungkapkan informasi public mengenai pengelolaan keuangan UI.
Kelakuan buruk Rektor dan razim yang dipimpinnya bukan cuma itu. Dari soal bagaimana mereka menyunat dan membungakan miliaran rupiah uang penelitian, beasiswa, sponsor kegiatan untuk keperluan yang tak dipertanggungjawabkan; pembangunan perpustakaan Rp 120 miliar yang sekarang saja sudah bocor, rompal-rompal dan banyak sarana di dalamnya rusak; pembiayaan makanan anjing dan pembiayaan perkawinan adik Gumilar yang turut ditanggung UI dan rekanan UI; upah pekerja kebersihan yang cuma Rp 500 ribu per bulan; penyuapan media; sampai terbengkalainya pembangunan gedung Art and Cultural Center — adalah rangkaian bukti keburukan kepemimpinan sang Rektor yang jelas-jelas merugikan negara dan rakyat indoensia.
Tapi kenapa para mahasiswa diam? Sebagian aktivis BEM menyatakan mereka tak mau gegabah terlibat dalam apa yang mereka gambarkan sebagai ‘konflik elit’. Tapi, setelah itu mereka pun cuma diam. Maksud saya, kalau mereka tak mau begitu saja percaya dengan informasi-informasi yang mungkin berseliweran, ya lakukanlah investigasi. Datanya tersedia banyak. Tapi saya rasa pernyataan itu sebenarnya sekadar alasan yang dicari-cari agar mereka tetap nampak bertanggungjawab. Mereka diam karena mereka memang tak ingin menegakkan kebenaran.
Saya rasa ada setidaknya tiga penjelasan terhadap kebungkaman BEM ini. Pertama, soal ketiadaan integritas dan komitmen pada kebenaran. Kedua, pengecut. Ketiga, manipulasi agama.
Yang pertama terjadi karena memang di kalangan pimpinan BEM sudah tidak laku pandangan bahwa sebagai warga UI mereka seharusnya menempatkan kepentingan public di atas segalanya. Para aktivis BEM sekarang mungkin memandang BEM tak lebih daripada sekadar OSIS. Mereka memandang BEM sebagai wadah mencari popularitas dan karena itu berorientasi pada kegiatan hura-hura. Mereka sama sekali tak peduli bahwa di lingkungan mereka, mereka setiap hari bertemu dengan para pekerja kebersihan yang digaji Rp 500 ribu per bulan. Mereka sama sekali tak peduli dengan isu korupsi dan keadilan social karena memang tidak peduli saja.
Tambahan lagi, Gumilar memang pintar menyenangkan hati para borjuis muda ini. Gumilar menyediakan segala fasilitas mewah dan nyaman yang memanjakan: dari Starbucks, 100 buah Mac, Gold Gym, danau indah, klub olahraga berkuda, klub Cricket, atau fasilitas Cinema (belum jadi sih, tapi sudah ada lokasinya). Bahkan Gumilar dengan murah hati menawarkan bea siswa ke Jepang untuk para ketua BEM. Jadi, buat para Ketua OSIS ini memang apa gunanya juga bersikap kritis?
Kedua, pengecut. Jangan bayangkan pimpinan BEM sekarang adalah tipe-tipe orang-orang pemberani untuk menegakkan kebenaran. Ketika gerakan Save UI dimulai pada September 2011, seorang Ketua BEM menghampiri saya untuk meminta bantaun agar kami di save UI dapat melindungi dia saat berhadapan dengan Dekannya. Kami tentu saja dengan senang hati akan membantu dia kalau dia mengalami masalah dengan Dekannya akibat keterlibatan dia dalam gerakan menggugat rektor. Tapi fakta bahwa dia harus memohon bantuan semacam itu nampaknya mencerminkan berapa kecil nyali dia. Sebagai catatan, belakangan sang Ketua BEM ini jadinya memang tak lagi terlibat dalam gerakan menggugat korupsi di UI. Dari tampangnya, sejak awal saya tahu dia memang penakut.
Ketiga, dan ini yang paling serius, adanya manipulasi agama oleh kubu rektor.
Untuk itu,saya perlu menjelaskan sedikit tentang konstalasi politik mahasiswa UI, setidaknya dari apa yang saya pelajari dari sejumlah mahasiswa yang terlibat dalam gerakan kemahasiswaan.
Sejak bangkitnya Islam politik di Indonesia pada 1990an – dengan ICMI, Habibie dan sebagainya – di kampus juga terjadi konsolidasi komunitas-komunitas mahasiswa muslim. Orientasi utama mereka bukanlah politik.
Mereka lebih memandang diri sebagai gerakan dakwah yang berusaha mewujudkan kehidupan kampus yang Islami. Tapi mereka sadar bahwa untuk mencapai tujuan itu, mereka harus menguasai lembaga-lembaga kemahasiswaan yang ada. Dengan kata lain, untuk berdakwah mereka berpolitik.
Komunitas-komunitas muslim ini terus merapatkan diri sehingga sekarang pada dasarnya BEM-BEM di UI dikuasai kelompok-kelompok muslim yang kerap dipanggil dengan sebutan kaum ‘’tarbiyah’. Disebut begitu, karena ‘tarbiyah’ pada dasarnya berarti proses pembimbingan dan pengembangan.
Jadi, gerakan besar Islam ini pada dasarnya berintikan pengajian-pengajian di tingkat musholla-musholla kampus. Dalam kelompok-kelompok pengajian itu berlangsung pembinaan dan bimbingan yang dilakukan para senior kepada para yuniornya.
Kemenangan demi kemenangan di berbagai BEM bisa dicapai antara lain karena kekompakan komunitas-komunitas tarbiyah tersebut. Mereka memiliki kesadaran politik tinggi yang antara lain ditandai dengan tingginya tingkat partisipasi mereka dalam pemilihan-pemilihan BEM. Jadi, sementara kubu lain harus banting-tulang mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi, kaum Tarbiyah dengan jaringan sosialnya yang solid dengan mudah memobilisasi pemilih.
Kelompok-kelompok ini aktif merekrut jemaah sejak tahun pertama para mahasiswa baru masuk ke UI. Perekrutan biasanya berlangsung melalui sel-sel di pusat kegiatan keislaman, seperti musholla. Setiap sel yang terdiri dari sejumlah mahasiswa dipimpin mentor. Tentu saja yang dibina bukan cuma soal ibadah-ibadah ritual, melainkan juga keimanan, ketaqwaan dan komitmen ideologis mereka. Bahkan perjodohan pun berlangsung dalam komunitas-komunitas tersebut.
Komunitas-komunitas di berbagai fakultas ini tidak berdiri sendiri-sendiri. Mereka memiliki kesadaran kolektif sebagai kesatuan. Pada dasarnya ada struktur hierarkis di mana jemaah mengikuti tuntunan dan perintah imam. Sehingga dapat dikatakan sebenarnya saat ini ada semacam pemerintah bayangan di UI, di luar struktur resmi organisasi-organisasi kemahasiswaan. Jadi, di puncak ada yang seorang imam beserta semacam Majelis Syuro yang membicarakan masalah-masalah UI atau membuat grand strategy untuk menguasai UI.
Keputusan untuk mengajukan nama sebagai kandidat BEM pun ditentukan oleh Majelis dan Imam ini. Jadi tidak boleh ada nama kandidat dari kelompok Islam yang tidak direstui. Kalau tidak direstui artinya akan menghadapi tantangan bahwa mereka tidak akan didukung oleh suara besar.
Harap dicatat, komunitas besar ini tidak dicirikan dengan keinginan mendirikan Negara Islam, seperti Hizbut Tahrir atau NII. Mereka tidak radikal. Mereka pada dasarnya gerakan damai yang berobsesi mempersatukan para pemuda-pemuda muslim terbaik untuk membangun sebuah negara yang lebih Islami. Ciri-ciri aktivis tarbiyah ini adalah tidak merokok, tidak berpacaran, berjilbab (yang perempuan), rajin sholat, mengaji, music yang digemarinya nasyid, puritan. Mereka tidak memusuhi non-muslim. Mereka tidak eksklusif. Mereka cukup terbuka.
Dan jaringan inilah yang dimanfaatkan Gumilar dan kawan-kawan.
Kata dimanfaatkan adalah kata yang rasanya tepat karena Gumilar pada dasarnya, saya percaya, tak pernah memiliki karakter khas seorang aktivis muslim. Bahkan dapat dikatakan karakter Gumilar adalah bertolakbelakang dengan karakter kaum tarbiyah. Sejak mahasiswa Gumilar tak pernah dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan (nilai-nilai) Islam. Ia menanjak kariernya berkat kedekatan dengan Dr. Manasse Malo, mantan Dekan FISIP yang memiliki agenda Kristen sangat kental. Kemudian ia dekat dengan — dan bahkan disebut menghamba pada — Mochtar Riyadi, pengusaha terkenal yang juga sangat kental agenda Kristennya.
Di luar itu, Gumilar memilihara sembilan anjing. Kecenderungan klenik dan mistis Gumilar semakin memperkuat gambaran dia sebagai ‘nggak Tarbiyah banget’.
Namun Gumilar adalah politisi lihai. Ia menghimpun dan didukung orang-orang yang membawa agenda Islam politik. Sentimen keislaman sudah dibangun Gumilar sejak menjadi Dekan. Dalam kampanye Dekan, Gumilar sudah menggunakan isu agama, antara lain dengan menyatakan bahwa FISIP ada di bawah ancaman Kristen. Saya mengalami langsung didekati para pendukungnya yang meniupkan isu bahaya Kristen dalam rangka membujuk saya untuk mendukung Gumilar.
Di Fakultas itu pun, Gumilar sudah mengajak Kamarudin (sekarang Dr. Kamarudin), lulusan Departemen Ilmu Politik untuk menjadi Manager Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni FISIP UI (2002-2007). Ketika menjadi Rektor, Gumilar menempatkan Kamarudin sebagai Direktur Kemahasiswaan UI.
Dalam kaitan dengan gerakan tarbiyah, Kamarudin menempati peran penting. Ia adalah mantan Ketua Senat FISIP sekitar tahun 1995. Satu fakta penting adalah bahwa dia datang dari satu generasi bersama-sama Fahri Hamzah, anggota DPR dari PKS yang dulu merupakan Ketua Forum Studi Islam FE. Mereka saling mendukung. Selain itu ada pula aktivis-aktivis kampus yang sekarang menjadi anggota PKS: Rama Pratama, Dzulkiflimansyah, dan Slamet Nurdin. Di antara mereka berlima, hanya Kamarudin yang menetap di kampus.
Namun justru karena bertahan di kampus itulah, Kamarudin menempati posisi penting. Dalam lingkungan Tarbiyah, Kamarudin berstatus ‘Aktivis Dakwah Kampus Permanen’ (ADKP) – jadi semacam tokoh politik yang karena posisinya dalam lembaga structural tingka tertinggi akan mampu mengarahkan agar UI menjadi kampus Islami.
Di bawah Gumilar, Kamarudin selalu diserahkan tugas pada pos kemahasiswaan untuk mengendalikan mahasiswa. Di fakultas-fakultas yang dipimpin para Dekan pro-Gumilar, sang Rektor juga biasa menempatkan aktivis dakwah sebagai Ketua Mahalum (Mahasiswa dan Alumni).
Menurut sumber, kekuatan Tarbiyah UI paling kuat di Fakultas MIPA. Kantin di FMIPA dinamakan DALLAS yang secara seloroh dibilang merupakan kependekan dari ‘Di bawah lindungan Allah SWT’.
Hubungan Gumilar-Kamarudin dan BEM-BEM Tarbiyah ini sebenarnya sempat memburuk pada sekitar 2008 ketika BEM-BEM diserahkan kepercayaan untuk membuat skema Biaya Opersional Pendidikan Berkeadilan, yang dimaksudkan sebagai skema untuk meringankan SPP mahasiswa. BEM-BEM ini sudah dengan sangat baik membuat skema BOPB yang memang berpihak pada rakyat. Nyatanya skema/matriks itu diubah-ubah oleh rektorat, sehingga tujuan awalnya tidak tercapai. Gara-gara manipulasi BOPB ini sempat tumbuh gerakan mengecam Gumilar pada 2009, yang sempat memunculkan rencana pembekuan BEM oleh Rektor. Tapi saat itu, ketegangan diselesaikan dengan cara Gumilar membatalkan rencana itu seraya menyalahkan Kamarudin.
Toh, ketegangan tidak berlangsung lama. Gumilar kemudian melakukan langkah-langkah yang menyenangkan hati kaum tarbiyah dengan berbagai cara. Misalnya saja dengan mendirikan masjid megah dengan dana Saudi di Salemba. Keputusan memberikan gelar Honoris causa kepada sang Raja Saudi, antara lain dengan alasan peran sang Raja dalam membelaPalestina, juga sejalan dengan itu.
Atau dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi aktivitas keislaman. Misalnya saat ada larangan bagi organisasi-organiasi intra universitas dan fakultas untuk membuat acara di luar kampus, seperti malam pelantikan mahasiswa baru di luar kota, Kamarudin ternyata mengizinkan organisasi Islam untuk menyelenggarakan acara di luar kota.
Di masa penerimaan Mahasiswa Baru, Rektorat juga sudah dua tahun menyelenggarakan semacam kegiatan membangkitkan motivasi secara spiritual (SQ) oleh motivator sekaligus pendakwah.
Kerana manipulasi citra inilah, Rektor kemudian dapat menjinakkan BEM-BEM d luar BEM Fasilkom, BEM FE dan BEM FK. Para punakawan Gumilar dengan licik membangun kesan bahwa serangan terhadap Gumilar adalah persekongkolan jahat antara kaum liberal-sekuler dan Kristen. Kebetulan memang yang menjadi ikon saat Save UI dan Pelita UI mulai menggugat Gumilar adalah Emil Salim yang digambarkan sebagai bagian dari ‘mafia Berkeley’. Dengan demikian, mereka membangun kesan bahwa Gumilar sebenarnya hanya menjadi korban fitnah kalangan yang anti-Islam.
Sejauh ini manuver Gumilar dalam memberangus mahasiswa nampaknya sangat berhasil. Sejumlah aktivis mengakui bahwa saat ini ada instruksi dari Imam (entah siapa) dan Majelis Syuro’ bahwa BEM-BEM jangan bergerak — Mendukung Save UI tidak, Mendukung Rektor tidak perlu. Mungkin mereka juga tidak sepenuhnya percaya bahwa Gumilar bersih. Tapi mereka juga tidak ingin rezim yang menguntungkan mereka sampai goyah.
Buat saya, ini menyedihkan. Kalau BEM-BEM itu memang percaya bahwa mereka seharusnya menjalankan ajaran Islam, bukankah menjadi kewajiban mereka untuk menegakkan kebenaran? Menjadi muslim yang baik, bukanlah sekadar menjalankan sholat 5 waktu, berpuasa Senin-Kamis, mengaji dan menutup aurat. Menjadi muslim adalah juga bertindak saat di hadapan kita berlangsung kezaliman.
Kalau memang tak mau begitu saja percaya dengan tuduhan teradap rektor, kewajiban mereka adalah mencari tahu kebenaran. Karena bila karena diamnya mereka kezaliman berjalan terus, mereka tentu turut bertanggungjawab.
Namun argument ini memang hanya relevan kalau orang bersedia bersikap netral. Yang nampaknya terjadi, para pimpinan BEM-BEM itu sudah percaya bahwa mereka seharusnya tidak terlibat dalam upaya menggerus Rektor. Karena alasan agama, mereka percaya bahwa sikap yang benar adalah diam, bungkam.
Tentu saja adalah setiap orang untuk menentukan langkah politiknya, Namun bila kebungkaman mereka yang diberi amanah memimpin mahasiswa adalah karena mereka percaya itu adalah tindakan yang Islami, itu tentu luar biasa menyedihkan.
Sumber: http://adearmando.wordpress.com/2012/01/29/bungkamnya-bem-bem-ui-tak-peduli-pengecut-atau-dikadali/




Tidak ada komentar: