Minggu, 08 April 2012

Tanda Tanya (?)



Demokrasi merupakan puncak ilmu, ideologi, dan wisdom hasil karya umat manusia abad ke-20, ke-21. Demokrasi telah disepakati untuk menjadi satu-satunya ‘kiblat’ dalam urusan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hampir tidak ada ketidaksepakatan terhadap demokrasi.
Semua orang menjunjung tinggi demokrasi. Semua orang merasa salah, bodoh, dan dekaden kalau ragu terhadap demokrasi... itu tak lain karena saking sucinya demokrasi...
*****
Demokrasi itu harga mati. Demokrasi itu kebenaran sejati. Demokrasi itu prinsip yang mutlak, pedoman kehidupan yang bersifat absolut; tidak boleh ditolak, tidak boleh dipertanyakan, bahkan sedikitpun tidak boleh diragukan.
Al-Qur’an boleh bilang dirinya la roiba fih, tak ada keraguan padanya. Namun, menurut undang-undang di negeriku orang boleh meragukan al-Qur’an; bahkan terdapat kecenderungan psikologis empirik untuk menganjurkan secara implisit sebaiknya orang menolak dan membenci al-Qur’an.
Namun, tidak boleh bersikap demikian terhadap demokrasi. Demokrasi la roiba fih sejati. Di dalam praktik konstitusi negeriku, demokrasi lebih tinggi dari pada Tuhan. Tuhan berposisi dalam lingkup hak pribadi setiap orang, sedangkan demokrasi terletak pada kewajiban bersama. Orang tidak ditangkap karena mengkhianati Tuhan, tetapi berhadapan dengan aparat hukum kalau menolak demokrasi...
*****
Beberapa potong kalimat di atas –yang saya kutip dari tulisan cendikiawan Muslim terkenal­– tentu tidak sedang memuja-muja demokrasi. Saya yakin justru penulisnya sedang mengungkapkan ‘kegeraman’-nya terhadap demokrasi meski dengan nada yang sarat dengan sindiran tajam.
Namun apa yang diungkap seluruhnya adalah benar alias tidak salah, yakni menggambarkan realitas nyata demokrasi dan para pengusungnya, di hadapan agama (baca: Islam) dan para pembelanya. Demokrasi itu sakral dan suci. Para pengusungnya adalah manusia amanah dan sejati. Sebaliknya Islam itu profan dan tidak suci. Para pembelanya bukan saja manusia tak tahu diri, tetapi para pelaku kriminal dan pengkhianat jika menentang demokrasi.
Barangkali, itulah salah satu gambaran yang diisyaratkan baginda Nabi saw., “Akan datang kepada umat manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Di dalamnya para pendusta dianggap benar, sementara orang-orang benar dianggap pendusta; di dalamnya para pengkhianat dianggap amanah, sementara orang-orang amanah dianggap pengkhianat...” (HR. Ibnu Majah).
Maka dari itu, dalam sistem demokrasi, orang bebas ngomong apapun, kecuali syariah Islam; orang bebas melakukan apapun kecuali yang mencerminkan Islam. Silakan menghina Nabi saw., membakar al-Qur’an, atau menodai agama. Namun jangan sekali-kali menghina presiden, melecehkannya, apalagi sampai membanting fotonya. Itu adalah tindakan kriminal, karena presiden dipilih rakyat, sementara rakyat  adalah pemilik sejati kedaulatan dalam demokrasi.
Dalam demokrasi silakan para wanita berpakaian mini, berbusana seksi, bahkan telanjang sama sekali. Itu adalah salah satu bentuk kebebasan yang dijamin demokrasi. Sebaliknya, tidak boleh wanita mengenakan jilbab/hijab karena itu berarti mengancam kebebasan dan keragaman yang menjadi ciri khas demokrasi.
Anak-anak remaja usia sekolah boleh pacaran bahkan berhubungan seks layaknya suami istri. Yang tidak boleh adalah mereka melakukan semua itu dalam ikatan tali pernikahan. Itulah pula alasannya mengapa Syeikh Puji perlu dipenjarakan. Satu-satunya kesalahan dia adalah menikahi secara sah gadis remaja di bawah umur. Lain soal kalau dia memelihara perempuan selingkuhan di luar ikatan pernikahan. Apalagi kalau dia pergi ke tempat lokalisasi pelacuran yang telah dilegalkan. Bukan saja  boleh, bahkan dia akan diberi penghormatan karena telah mendukung pembangunan. Bukankah lokalisasi pelacuran menjadi salah satu sumber pemasukan pajak untuk pembangunan?
Silakan pula orang berzina dengan banyak perempuan karena itu dijamin undang-undang. Yang tidak boleh adalah berpoligami karena poligami menindas perempuan dan karenanya melanggar HAM.
Atas nama demokrasi, boleh Pemerintah menyerahkan sebagian besar sumber daya alam negeri ini kepada pihak asing: mempersilakan pemikiran dan budaya asing masuk merusak generasi; merujuk pada undang-undang Barat sekular lewat studi banding; membiarkan gerakan separatisme di Papua atau di Maluku yang nyata-nyata mengancam NKRI, asal pelakunya Kristen dan didukung negara asing; terus menaikkan harga BBM dan listrik yang menyengsarakan rakyat, asal menguntungkan perusahaan asing; dst. Yang tidak boleh adalah menyerahkan kekayaan milik rakyat itu semata-mata untuk kesejahteraan rakyat dan merugikan pihak asing: memasukkan ideologi ‘transnasional’ (baca: Islam) yang bisa memperbaiki generasi; merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya solusi; membiarkan adanya kelompok-kelompok yang memperjuangkan penerapan syariah meski demi kebaikan negeri ini; dst.
Dalam demokrasi negeri ini, Presiden boleh berkeluh-kesah setiap saat merasa dirinya terancam, meski itu masih sebatas anggapan yang bersangkutan. Sebaliknya, rakyat dituntut selalu tabah mesti nyata-nyata terancam mati kelaparan. Mereka harus menerima apapun kebijakan Pemerintah, termasuk dalam mengurangi subsidi BBM, yang tentu semakin menyengsarakan. Yang tidak boleh adalah mengurangi anggaran gaji, tunjangan serta fasilitas Presiden dan pejabat negara karena itu berarti merendahkan rakyat sendiri yang telah susah-payah memilih mereka menjadi pemangku kekuasaan.
*****
Pertanyaannya, sebagai Muslim, apalagi pengemban dakwah, akankah semua bentuk kebohongan ini terus dibiarkan?
Mari kita jawab pertanyaan di atas dengan semakin meningkatkan keseriusan dan kesungguhan dalam dakwah menegakkan syariah dan Khilafah Islam. Sebab, hanya dengan itulah segala kebohongan bisa disingkirkan, dan demokrasi bisa segera dibuang ke keranjang sampah peradaban. Jika kita masih tak serius dan sungguh-sungguh melakukan prubahan, hakikatnya kita rela membiarkan umat ini terus menjadi korban. Sungguh, itu adalah pengkhianatan.
Wama taufiqi illa billah [Arief B. Iskandar]


Majalah al-wa'ie (Media Politik dan Dakwah)
edisi 1-30 April 2012

Tidak ada komentar: