Minggu, 08 April 2012

Kisah di balik Aksi BBM

Saya mau sharing sedikit di balik kisah kita waktu lagi sibuk bolak-balik aksi menolak kenaikan harga BBM kemarin di bulan maret. Ya, selain merupakan kebijakan dzholim, sudah sepantasnya kita menolak kenaikan ini. BBM itu harta ummat, jadi ga pantes kalo pemerintah pakai ngejual harta milik ummat dengan harga tinggi. 
Ga logis dong, masa harta milik kita tapi kita harus beli dengan harga yang mahal? Seharusnya karena itu adalah harta ummat, berarti rakyat bisa menikmatinya dengan gratis, minimal dengan harga yang murah. Apa hanya karena biaya eksploitasi minyak sampai distribusi bahan bakar ecaran memerlukan biaya yang “mahal”? Mahal? Benarkah? 
Setau saya istilah subsidi BBM perlu diteliti kembali kebenarannya, mengapa? Karena pada faktanya tidak ada subsidi BBM. Pemerintah mengambil minyak bumi milik rakyat secara gratis dengan biaya hanya 10 US$/barel. Namun, karena pemerintah hanya bisa menjual seharga 77 US$/barel, mereka merasa rugi jika minyak Internasional harganya lebih mahal lagi. Padahal pemerintah sudah dapat untung 67 US$/barel atau untung Rp 165,8 triliun per tahun (sumber: laporan keuangan pertamina 2005).
Jadi kita kita harus menolak setiap bentuk kedzholiman terhadap ummat. BBM salah satunya. Tidak mudah memang, butuh kekuatan dan keberanian mengatakan yang haq (kebenaran) kepada penguasa. Termasuk beberapa kisah teman-teman yang ingin ikut aksi menolak kenaikan harga BBM berikut, silahkan menyimak... :)
*********
Di kampus, awal bulan maret lalu saat kita berkunjung ke beberapa lembaga (BEM, Lembaga Dakwah, atau Majelis Mahasiswa) dan berdiskusi tentang : kurang terdengarnya suara para aktivis kampus terhadap isu-isu yang sedang hangat, apalagi aksi turun jalan yang sudah sangat jarang terlihat.
Ternyata memang ada pengalihan gerakan aksi mahasiswa (seperti turun ke jalan) untuk mengkritik pemerintah menjadi kegiatan penelitian dan pengkajian kebijakan pemerintah dengan membuat acara semisal seminar, talkshow, dst. Bahkan hal ini sudah digariskan dalam program kerja teman-teman aktivis kampus untuk meminimalisir aksi turun jalan/demonstrasi. 
Yah, kalau kegiatan pengganti seperti seminar dan talkshow untuk mengkritik dan mengkaji kinerja pemerintah tersebut dihadiri langsung oleh penguasa yang terkait, tentu kegiatan ini bisa memberi kontribusi. Namun, tidak jarang malah dalam kegiatan-kegiatan tersebut pemerintah terkait tidak hadir, minimal untuk mempertanggungjawabkan kebijakannya. Maka aksi turun jalan tetap penting dong..? tapi, sepertinya mental mahasiswa saat ini juga turut mempengaruhi. Banyak dari aktivis lembaga kampus yang menganggap tidak penting lagi aksi atau demonstrasi, padahal mahasiswa juga bisa melakukan aksi dengan damai dan cerdas untuk mengkritik penguasa.
Nah, salah satu lembaga kampus yang saya kunjungi di fakultas yang ada di UI curhat colongan (curcol) pada kita kalau mereka juga galau dengan kondisi ini. Ternyata dari diri mereka sendiri tidak setuju dengan perubahan orientasi pergerakan kampus saat ini. Banyak aktivis sudah kehilangan idealismenya, ikut lembaga hanya untuk mendapatkan pengalaman organisasi atau ngumpulin CV buat nanti ngelamar kerja. Belum lagi tipe-tipe yang lebih memilih study oriented dari pada sibuk ikut organisasi yang malah membuat telat menyelesaikan kuliah, duh...mau dibawa kemana negeri ini kalau agen-agen perubahannya seperti ini?
Menanggapi curcol tersebut, saya sampaikan kepada mereka bahwa hal ini tidak lain disebabkan oleh sistem pendidikan pragmatis-kapitalistik. Biaya kuliah yang semakin lama semakin murah mahal, membuat teman-teman berfikir bagaimana caranya bisa menyelesaikan studi tepat waktu, ditambah lagi mereka juga dibebani kurikulum kuliah yang padat sehingga disibukkan dengan tugas yang menumpuk. Walhasil, berorganisasi pun seadanya saja, kalau bisa tidak perlu yang terlalu menyita waktu dan perhatian.
Padahal dulu, mahasiswa itu adalah sebenar-benarnya agen perubahan (Agent of Change). Kita bisa melihat bagaimana mahasiswa mampu mengganti rezim orde baru yang sudah berkuasa puluhan tahun.
Akhirnya, saya ajak mereka untuk mengikuti aksi akbar yang akan kita lakukan pada tanggal 29 maret untuk menolak kenaikan harga BBM. Terlihat mereka semangat ingin ikut, tapi beberapa saat kemudian mereka berkata: “...maaf kak, kita lagi UTS.” #spechless... Baiklah adik-adik ku, semoga UTS mu sukses ya..
*********
Ada lagi kisah dari adik kelas yang tergolong baru mengenal Islam, sebab selama ini yang diketahuinya tidak lebih Islam itu hanya perkara sholat, puasa, atau ibadah saja. Tapi subhanallah, patut dicontoh semangatnya. Pertama-tama dia bertanya :
Adik: “kak, ngapain sih kita harus ngadain aksi? Emang pemerintah mau dengarin kita apa kak?”
Saya: “Ya walaupun mereka ga mau dengarin kita dan tidak membatalkan kebijakan menaikkan harga BBM, kan kita tetap wajib mengoreksi mereka supaya menjalankan pemerintahan sesuai Islam. Pasti akan berbeda dong di hadapan Allah antara orang yang berjuang mengoreksi penguasa dengan orang yang tidak melakukan apa-apa :)”
Adik: “Aduh kak, tapi aku ada kuliah..”
Saya: “Bilang aja ke dosennya, minta izin mau aksi tolak kenaikan harga BBM. Kalau dosennya baik, insya Allah dikasi izin. Wajarkan mahasiswa itu menolak kenaikan BBM :)”
Adik: “Yah, berarti nanti aku ga bisa ikut ujian dong kalau banyak absen kuliah”
Saya: “Lho, memang kamu dalam mata kuliah ini udah sering bolos ya?”
Adik: “Belum pernah sih kak..”
Saya: “Ya udah, dimanfaatin aja jatah absennya untuk kegiatan yang bermanfaat. Kalau memang ternyata ada kuis atau ujian, nanti bisa ngobrol baik-baik dengan dosennya minta susulan.. Gimana? :)”
Adik: “oke deh kak, aku ikut aksi :)”
Saya: “Nah, gitu dong :)”
Siangnya sepulang aksi..
Adik: “Kakak, aku capek, mau istirahat dulu..”
Saya: “Bukannya ada kuliah sore dek?”
Adik: “Iya, ada. Tapi aku capek, tadi aksinya panas banget.. heuheu :(”
Saya: “Iya.. yang sabar ya, insyaallah dibalas pahala yang berlimpah oleh Allah. Supaya kamu tidak terlalu banyak ketinggalan mata kuliah, jadi harus kuliah dek.. Aktivis kampus itu harus semangat, harus lebih pengorbanannya dibanding teman-teman yang lain :)”
Adik: “Tapi kuliahnya tinggal sebentar lagi nih kak... heu :(”
Saya: “Yaudah, nih.. kakak pinjamin motor biar kamu ga terlambat :)”
Adik: “Wah, terimaksih kakak :). Aku jadi semangat”
Sepulang kuliah..
Adik: “kakak, aku dibilangin item banget wajahnya sama teman-teman... ditanyain baru maen panas dari mana.. heuuuuuu”
Saya: “hah? Iya, sabar ya. Insyaallah nanti di akhirat wajahnya akan putih bersinar” *geli nahan senyum*
Adik: “Ini tuh butuh waktu berbulan-bulan buat mutihin. Jadiin item mah Cuma perlu beberapa jam aja kak, heuheu... :(”
Saya: “Hitam atau putihnya wajah itu ga dihisab oleh Allah ko’ dek, tapi nanti akan jadi saksi bagaimana kamu membela hak ummat menentang kebijakan dzholim. Trus jawab apa ke teman-teman yang nanyain?”
Adik: “Iya sih, jadi tadi malah asik cerita ke teman-teman gimana jalannya aksi menolak kenaikan harga BBM. Mulai dari aksinya berjalan aman dan tertib, terus tetap menyampaikan sikap menolak kenaikan harga BBM dan solusinya supaya BBM dan pengelolaan negeri ini diatur dengan Syari’ah dan Khilafah :)”
Saya: “Alhamdulillah, jadi teman-temannya bisa tau juga dong walau mereka ga ikutan aksi? :)”
*********
Lain lagi cerita waktu kita mengadakan aksi kecil-kecilan dari kantin satu ke kantin lain di kampus (UI) masih dengan tema yang sama, tolak kenaikan harga BBM. Aksi ini baru pertama kali kita lakukan, kebayang dong gimana nervous-nya.. Karena yang aksi cuma cewe-cewe aja, maka kita milih hari jum’at tanggal 30 maret pukul 11.30 sebagai pilihan. Ini bukan tanpa maksud, karena hari jum’at jam segini waktunya para lelaki melaksanakan sholat jum’at, otomatis sasaran kita adalah cewe-cewe yang lagi pada makan atau nongkrong di kantin. Dan, fakultas yang terpilih untuk kita kunjungi dalam aksi ini adalah:
1. Kantin FMIPA UI (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeahuan Alam)
2. Kantin FIB UI (Fakultas Ilmu Budaya/Sastra) dan..
3. Kantin FISIP UI (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik).

Kita aksi mengenakan seragam jilbab/gamis warna hitam dan kerudung orens. Jadi filosofi dresscode ini menurut teman saya adalah ‘kita sedang berduka karena rencana kanaikan harga BBM, ini diwakili dengan gamis warna gelap (hitam). Dan kita menawarkan solusi terhadap masalah BBM yaitu Syariah Islam, diwakili dengan kerudung warna cerah (orens)’. Walhasil sepanjang jalan dari kosan menuju kampus, dan dari satu kantin ke kantin berikutnya, kita jadi diliatin sama orang-orang. “Omg, nih cewe-cewe kompakan banget pakai bajunya” mungkin seperti itu tanya mereka dalam hati.
Waktu yang mendebarkan pun tiba. Ya Alloooh, tuh orang-orang di kantin ko’ berasa rame banget ya? Dan itu loh, kenapa udah hampir jam 12 masih banyak cowo di kantin? Apa mereka semua non muslim jadi ga ke masjid buat jum’atan? Ya Alloooh, ya Alloooh, help me... keringet dingin nih, mau mulai dari mana ngomongnya..
Jam udah makin menunjukkan 12 lewat banyak, harus.., harus....., harus segera ngomong! Walo keringetan dan dag-dig-dug ga karuan, kudu NGOMONG!! Kudu nyampein tuh fakta-fakta bohong dibalik alasan kenaikan harga BBM.
Bismillah, siap, dan dimulai..
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh..” kata saya pakai toa. Ga ada yang jawab. Saya ulangi sambil menanyakan kabar mereka. Tapi, mereka jadi salah tingkah, pura-pura nunduk ga dengar pertanyaan saya. Saya sampaikan, saya dan teman-teman yang bagiin selebaran aksi datang dari mana, dan apa tujuannya. Tanpa mengulur waktu lagi, saya mulai bacakan satu-persatu alasan kita sebagai mahasiswa menolak kenaikan harga BBM. Tiba-tiba, terasa toa suaranya mendem, ga keluar kenceng. Sambil sesekali melihat catatan di tangan, saya mulai kencangkan suara *yang kata teman saya ternyata lebih lantang dari toa*. Perlahan, keberanian itu mulai terkumpul, mulai berani melihat ke orang-orang yang ada di kantin dan semakin mengeraskan suara. Tanpa sengaja terlihat oleh saya seorang bapak (sepertinya dosen) yang berlalu sambil tersenyum memberikan dukungan akan aksi kami siang itu. Tapi, karena fokus dengan catatan yang akan disampaikan dan khawatir ingatan jadi buyar, saya teruskan berorasi sambil jalan mengelilingi pengunjung kantin. Beberapa mahasiswa ada yang mendengarkan orasi kita, membaca selebaran dan poster-poster yang kita bawa, dan ada juga yang nyalain TV buat mantau perkembangan berita penolakan kenaikan harga BBM.
Dan, kesembilan alasan menolak kenaikan harga BBM tersampaikan sudah. Solusi agar BBM diatur dengan Syari’ah dalam naungan Khilafah yang akan membawa kesejahteraan bagi umat manusia (baik muslim dan non muslim) pun sudah tersampaikan. Orasi saya akhiri dengan mengucap takbir, dan dijawab oleh teman-teman aksi dengan ALLAHU AKBAR! Selesai sudah. Oh, masyallah... sepertinya waktunya kurang banyak, hehe :)
Itu cerita di kantin FIB UI, kebetulan saya yang jadi oratornya.
Lain lagi cerita di kantin FISIP UI, yang pasti bukan saya oratornya (kan harus bagi-bagi pahala ke teman-teman yang lain :P). Masih sama, banyak lelaki di kantin, wallahu’alam mereka muslim atau enggak, sy juga ga tahu apa mereka tahu kalau sekarang itu waktunya sholat jum’at. Nah, giliran saya yang bagi-bagiin selebaran ke pengunjung dan penjual di kantin. Tidak ada yang menolak, semua menerima selebaran penolakan kenaikan harga BBM. Bahkan, ada seorang mahasiswa yang merekam dengan video HP orasi dari teman saya.
Akhirnya, aksi diakhiri di Perpus Pusat UI yang baru. Aksi akhir ini dilakukan dengan membagi-bagikan selebaran saja, tanpa ada orasi karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, jamaah sholat jum’at juga sudah usai melaksanakan kewajibannya. Alhamdulillah, pengalaman yang sangat berkesan. Sebenarnya masih banyak yang ingin dituangkan, namun sepertinya akan lebih nyata bila ikut merasakannya.
#Subhanallah :)
Aksi BBM di kampus cuma ada satu foto aja..
Islam will dominate the world :)

Tidak ada komentar: